SSDB 31

773 88 66
                                    

*****

"Sebab hati, sifatnya masih misteri. Cara kerjanya pun tidak pernah bisa diprediksi."

*****

.

.

.

🌙🌙🌙


*Duarr!

Sunyi terbelah ketika suara itu menggelegar luar biasa kencang─ ketika satu peluru melesat secepat kilat, lalu menyisakan kepulan asap kecil dari lubang hitam tempatnya meluncur.

Kemudian,

*Tar!!

Hancur. Guci putih berbahan keramik yang digantung itu pecah, tak lagi berbentuk. Kepingannya menyebar, melesat ke segala arah dalam bentuk serpihan tajam yang mengancam. Selembar foto berlapis plastik mika yang tadinya menempel di guci itu berakhir melayang─ terjatuh ke lantai hitam kusam, mengenaskan.

Lalu, sunggingan smirk iblis menguar dari bibir seseorang. Dia melangkah penuh intimidasi─ mendekat pada selembar foto yang sudah tergeletak di lantai.

Dia kemudian berjongkok, mengulurkan tangannya untuk membersihkan sisa-sisa kotoran yang menempel pada foto itu, sembari matanya memproyeksi rupa dua dimensi seseorang dengan hebatnya dendam yang ia pendam.

"Raja Dewa Bumantara."

Dia amati sekali lagi. Smirk jahat itu masih ada, tetapi─ entah mengapa silabel kata yang ia ucapkan terasa begitu menyayat daging lunak di dalam sana. Sesak, dadanya luar biasa sesak.

Smirk itu lantas pudar.

Tidak! Harusnya tidak seperti ini.

Ini benar-benar di luar kendalinya. Menjadikan sorot jahat itu berubah marah dan sendu yang melebur menjadi satu.

"Nggak!" Dia menggeleng kuat, "nggak, Raja!"

Rahang itu mengetat. Nafasnya memburu, dengan aliran darah yang berdesir hebat.

"Lo harus mati! Gue harus bunuh lo, SIALAN!! gue harus hancurin kepala lo seperti gue hancurin guci putih itu. LO HARUS MATI DI TANGAN GUE, RAJA!!"

"AARGHH!!" Emosinya meluap. Foto itu ia pukuli berulang kali menggunakan kepalan tangannya.

Tidak peduli dengan pedih yang menjalar. Tidak peduli dengan nyeri tulang punggung tangannya yang bertabrakan hebat dengan kerasnya lantai.

"Kenapa? Kenapa perasaan sialan ini harus ada di saat gue udah bersumpah buat hancurin hidup lo? KENAPA GUE HARUS NGERASAIN INI, BANGSAT!!

"AAARGHH!! MATI! MATI LO, SIALAN!!"

Tangannya mengeluarkan luka, tetapi ia sama sekali tidak peduli. Dadanya terlampau sesak. Pedihnya berkali-kali lebih dahsyat dibanding luka pada tangannya.

Hatinya luar biasa remuk setelah terlambat menyadari perasaan tak diharapkan itu. Ia sungguh tidak pernah tahu sejak kapan perasaan itu muncul. Ia sama sekali tidak bisa mengerti bagaimana bisa perasaan dendam yang selama ini berkobar dengan hebatnya kini telah berubah menjadi benih-benih sialan yang berpotensi membuatnya mati secara perlahan.

"Nggak! Gue nggak mau! Kenapa gue harus ngerasain ini, hah?!"

Sebab memang begitulah hati, sifatnya masih misteri, cara kerjanya pun tidak pernah bisa diprediksi.

Seindah Sabit di BumantaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang