1.0

178 13 3
                                    

Sebenarnya Ayesha itu lebih tua dari pada Gaven. Umurnya sekitar hampir sama dengan kakaknya Gaven. Tapi Gaven tak memanggil Ayesha dengan embel-embel 'kak'.

Bukan tanpa alasan, sebenarnya yang seharusnya memanggil dengan embel-embel 'kak' adalah Ayesha, bukan Gaven.

Kenapa?? Karena Papi Gaven itu kakaknya Mama Ayesha.

Gini ... Papi Gaven itu kakak, jadi otomatis anak-anak dari Papi Gaven akan di panggil dengan embel-embel 'kak' oleh para keponakan papi Gaven. Walaupun orang yang dipanggil 'kak' umurnya jauh lebih muda daripada yang memanggil.

Begitu juga sebaliknya. Mama Ayesha itu adik. Otomatis anak-anak mama Ayesha akan di panggil 'dek' oleh para keponakan Mama Ayesha. Biasanya kalau yang memanggil seumuran atau lebih tua, tak menggunakan kata 'dek'. Tapi kalau yang memanggil lebih muda dari pada yang di panggil, untuk lebih menghormati, yang memanggil akan menggunakan embel-embel 'dek'.

Karena mereka keturunan Jawa, jadi mereka masih menganut sistem adat persaudaraan seperti itu.

Ini juga berlaku pada lingkungan keluarga mereka.

Nggak paham? Yaa deritamu🤣
__________________

Keluar dari ruangan dospem, mereka berdua; Gaven dan Vanka, terlihat sumringah.

Kenapa? Karena skripsi mereka yang setelah berapa lama akhirnya selesai, dan hanya tinggal menunggu sidang, yang akan di laksanakan dua minggu lagi.

Mereka senangnya bukan main. Bahkan sangking senangnya, Vanka yang tadi keluar dari ruangan dospem, langsung berlari melompat ke arah Pondy.

"Congrats bro!" Ayesha menepuk kepala Gaven, yang mana langsung ditepis si empu.

"Ya." Ketus Gaven.

Hanya itu percakapan antara Gaven dan Ayesha, karena Gaven sendiri memilih untuk diam sambil memperhatikan dua saudara di depannya.

"Ayo jalan-jalan! Lo juga ikut bang! Ven!" Ujar Vanka, setelah kehebohannya bersama Pondy selesai.

Mengerutkan keningnya, "nggak bis-''

"Ayo! Ayo! Setuju banget gue!" Ayesha memotong ucapan Gaven yang belum sempurna.

"Apaan sih lo Sha!"

"Loh? Kan gue juga di ajak, nggak masalah kan? Ayo Van!" Setelah mengatakan itu, Ayesha pun berjalan duluan dengan merangkul Vanka.

Meninggalkan dua lelaki berbeda umur lainnya di belakang, yang hanya menatap mereka yang berjalan terlebih dahulu.

Dahi Gaven berkedut, melihat Vanka dan Ayesha yang berjalan duluan meninggalkan dirinya bersama Pondy.

Puk!

Kedua bahunya di pegang oleh Pondy yang kini berada dibelakangnya. Sembari mendorongnya agar berjalan, tanpa melepaskan cengkeramannya dari bahu Gaven.

"Ayo, nanti mereka kita ketinggalan."

Pemuda bersurai biru itu hanya mengangguk sekali, lalu tangannya di gandeng oleh pria di sampingnya.

Gaven hanya diam, bukan membeku. Lebih tepatnya ia tak tahu harus bersikap bagaimana.

Biasanya ia akan sebal jika ada yang menyentuh dirinya. Ia menolak semua jenis kontak fisik yang terlalu mendadak menyentuh kulitnya.

Kalau menyentuhnya masih ada berbatas kain baju, masih ia tolerin. Tapi jika itu menyentuh kulit, ia tak segan-segan menyentak bagian tubuh seseorang itu dengan kasar.

Bahkan jika itu Vanka sendiri, yang adalah temannya dari lama. Tapi sekarang? Saat tangannya di genggam, kenapa dirinya hanya diam? Bukan menyentak tangan orang itu dengan kasar seperti biasanya?

Hello Bastard! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang