"Singkat ceritanya sih begitu." Ucap Vanka setelah mengakhiri ceritanya.
"Cuma gegara itu?!" Tanya Fabi tak habis pikir.
"Anjir! Gue kira gegara masalah gede, tau-tau cuma seuprit!" Ayesha ikut tak habis pikir dengan Gaven.
"Ya lo semua tau sendiri kan, Gaven pas jaman SMP sensian banget orangnya. Baru pas hampir mau SMA aja dia agak santai." Jelas Vanka.
Apa yang dikatakan oleh Vanka memang kenyataan, mereka semua sangat tau saat Gaven masih berada di jenjang SMP seperti apa sifatnya.
Fabi sendiri pun sangat tau, Gaven saat SMP sangat amat mudah meledak-ledak, dan tak segan-segan melayangkan tinju pada hal yang mengganggunya. Bahkan ia sendiri hampir tak pernah menjahili Gaven, waktu adiknya itu masih SMP.
Perempuan muda itu berdiri dari duduknya dan menghampiri lalu berjongkok di depan Gaven yang tertidur berbantalkan paha Pondy. Sebelumnya posisi Gaven itu menyender ke sofa, dan tak lama bergeser ke bahu Pondy, lalu di pindahkan Pondy agar Gaven tak pegal saat bangun.
Mengelus rambut halus berwarna biru milik adiknya itu, Fabi bergumam, namun masih bisa di dengar yang lain. "Tapi setelah bertemu Vanka sama Pondy, dia udah nggak begitu meledak-ledak lagi."
Kakak Gaven melanjutkan perkataannya. "Mungkin karena kesepian di rumah, pas itu Bonyok emang lagi sibuk-sibuknya, dan gue juga sibuk buat ujian ke perguruan tinggi. Makasih udah nemenin dia pas kesepian, makasih udah mau nerima segala tingkah laku dia, makasih udah ngijinin dia masuk di hidup kalian, makasih udah perlakuin dia dengan baik, dan maaf untuk semua jenis kesalahan yang dia buat. Gue sama Bonyok berterima kasih banget buat kalian yang udah mau jadi temen dia saat kesepian, kesusahan. Kalo nggak ada kalian entah jadi apa dia sekarang." Selesai mengatakan itu, Fabi mencium dahi adiknya dengan mata yang berkaca-kaca.
"Lo nggak usah ngomong gitu kak, kami, terutama gue, gue malah seneng kok sama kehadiran Gaven. Gue ngga bisa ngebayangin kalo Gaven nggak datang, bakal sedatar apa kehidupan gue sama bang Pondy." Di akhir kalimatnya, Vanka menampilkan senyuman tulus.
Pria berkulit putih yang sedari tadi mengelus rambut Gaven ikut menimpali, "Jangan begitu, gue malah seneng ada dia. Gaven itu orang pertama yang di bawa Vanka pulang ke rumah. Gue tau Vanka punya banyak temen, tapi nggak sekalipun temennya di bawa pulang, cuma Gaven yang di bawa pulang. Lagian kalo ngga ada dia, kehidupan gue bakal flat banget, dan sejak ada dia, kehidupan gue sama Vanka di rumah jadi ada gonjang-ganjing kecilnya."
Mereka tertawa saat kata gonjang-ganjing kecil keluar dari mulut Pondy. Memang benar, Gaven pandai membuat suasana menjadi naik turun. Tetapi Gaven hanya begitu pada orang terdekatnya dan berada di rumah siapapun orang terdekatnya. Ia akan berkelakuan luar biasa pada orang terdekatnya, dan akan bersikap dingin dan tajam saat berhadapan dengan orang asing.
Berdehem, Fabi menatap Pondy lalu berujar. "Pindahin Gaven ke kamarnya, gih." Yang langsung dilaksanakan tanpa banyak protes.
Pria berkulit putih itu menggendong Gaven ala koala, alias tubuh Gaven di gendong di depan. Hal ini agar membuat Pondy tak kesulitan saat menaiki anak tangga.
Saat akan menaiki anak tangga, sebuah pertanyaan terucap dari mulut Ayesha. "Emang lo udah tau pin kamar dia?"
Pondy roll eyes, "Ya pasti tau lah! Emangnya lo?" Jawab Pondy dengan mengejek. Yang mana jawaban ini membuat Ayesha tertohok sekaligus kesal.
Dari mereka semua, hanya Ayesha yang tak tau pin kamar Gaven. Bahkan, Vanka bisa menggunakan sidik jarinya untuk bisa masuk tanpa memasukkan pin lagi.
Tak lama kedua laki-laki berbeda umur itu menghilang di anak tangga, karena mereka sudah sampai di lantai atas.
Saat sampai pada sebuah pintu, yang lebih tua menggunakan sebelah tangannya untuk menekan pin dan sebelahnya lagi untuk menahan tubuh pemuda yang ada di dekapannya.
Pin kamar Gaven itu berisi delapan angka; 190720xx. Entah itu ulang tahun siapa, yang pasti itu bukan milik Gaven sendiri, dan hanya dia yang tau makna dibaliknya.
Ini adalah kali kedua Pondy masuk kamar Gaven, seingatnya, dulu kamar itu memiliki cat berwarna baby blue. Namun sekarang kamar itu sudah berubah warna menjadi hitam dan putih keabu-abuan, juga ada beberapa corak yang tercetak di tembok kamar itu.
Untuk ukuran kamar seorang laki-laki, kamar Gaven itu sangat rapi, bahkan di setiap sudutnya pun rapi. Tak ada satupun hal tercecer di lantai, mungkin karena kamarnya lumayan jarang di tempati dan selalu dibersihkan setiap hari oleh asisten rumah tangga.
Pondy menurunkan Gaven pada kasur di depannya. Tapi sebelum menidurkan tubuh Gaven, pria itu terlebih dahulu melepaskan kemeja, menyisakan kaos dan melepas sepatu serta kaos kaki milik pemuda itu.
Selesai dengan itu, ia dengan hati-hati menidurkan tubuh Gaven dan menyelimutinya sampai selimut itu sebatas perut. Mengatur suhu AC agar nyaman untuk tidur, membuka tirai yang tebal, menyisakan tirai tipis yang cukup untuk menyinari dan tak terlalu silau untuk kamar Gaven yang lumayan gelap.
Yang lebih tua menatap lengan kiri yang lebih muda, kemudian mengangkat sedikit lengan Gaven untuk melihat luka tusuknya dua minggu lalu. Luka yang meninggalkan bekas jahitan dan luka kering yang akan segera sembuh.
Ia bergumam, "Lo itu baik, baik banget malahan. Lo nggak segan-segan nolongin orang, yang bahkan lo sendiri ngga tau itu siapa."
"Gue harap, lo bahagia selalu." Pondy tersenyum lembut, dan mengecup lama kening Gaven, ia kemudian pergi meninggalkan kamar Gaven.
Pondy tau Gaven memiliki kebiasaan tidur siang, jika tidak 30 menit, maka akan 2 jam. Yang mana berarti sekarang Gaven akan bangun sekitar 1 jam 30 menit. Walaupun sekarang udah sore.
Saat menuruni anak tangga, Pondy melihat kegaduhan di tempat mereka berkumpul tadi.
"Ada apa nih?"
Pertanyaan Pondy membuat Vanka dan Ayesha yang tadinya heboh ke Fabi, kini bergilir ke Pondy.
"Bang lo tau?"
Pondy mengernyit heran, "Tau apa?"
"Dia!" Ayesha dan Vanka menunjuk Fabi, dan sang empu yang di tunjuk hanya santai.
"Pacar cewek bebek itu!"
Pondy masih belum paham, "Pacar cewek bebek? Kalian bilang cewek bebek kan?" Keduanya mengangguk.
"Cewek bebek, cewek bebek ..." Suara Pondy makin lama makin terdengar lirih, tapi seolah menyadari sesuatu, "Cewek bebek?! CEWEK BEBEK?! BEBEK YANG ITU?!" Dua laki-laki di depannya mengangguk brutal.
Pria berkulit putih itu menatap Fabi dengan pandangan terkejut sekaligus cengo, yang ditatap hanya menampilkan senyuman tak berdosa.
"Sialan! Lo hutang penjelasan sama kita!"
✧✧✧✧✧
Kalo ada typo atau ada kata yang kurang cocok, tandai yah!
120524
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello Bastard!
FanficMusuhan sama temen? Udah biasa. Gimana kalau musuhan, sama abangnya temen? Yah, udah biasa juga sih. Ini terjadi sama Gaven dan bang Pondy. Gaven yang kesabarannya, seolah tisu di bagi 10, dan bang Pondy dengan kesabaran, yang lumayan tinggi dari Ga...