Pada hari yang cerah, secerah masa depan Gaven. Pemuda bersurai biru itu menampilkan wajah suram saat berjalan di koridor fakultas bersama sepupunya, Ayesha.
Kesuramannya disebabkan oleh sepupunya itu. Ayesha selalu mengekori Gaven, kemanapun Gaven pergi. Bahkan ketika di rumah, saat sedang masak, menyiram halaman depan, dan di ruang santai, tetap di ikuti.
Kecuali saat Gaven ke kamar mandi dan kamarnya sendiri, ia takkan diekori. Sebenarnya, Ayesha ingin mengekor juga saat Gaven di kamarnya, sayangnya pintu kamar Gaven hanya bisa di buka dengan sidik jari Gaven atau PIN. Otomatis Ayesha tak bisa membukanya.
Sepupunya itu sampai bertanya pada pekerja yang membersihkan kamar Gaven, namun pekerja itu tak memberitahu dan hanya menggeleng. Walau sudah diiming-iming dengan hal lain, tetap tak membuat pekerja itu membuka mulut.
"Saya takut lihat Den Gaven marah." Kata pekerja itu.
Gaven menatap sepupunya masam, dan memberikan jari tengahnya yang dibalas cengiran oleh sepupunya.
"Gaven!" Suara yang familiar itu membuat Gaven menoleh ke sumber suara, dan menemukan temannya yang bersama ...
Kakaknya.
Pondy!
Kenapa tuh orang harus ikut sih?!
Vanka berlari kecil menuju Gaven, dan orang di sampingnya hanya berjalan mengikuti langkah Vanka.
Saat sampai di depan Gaven, keduanya pun bertos-ria sambil bercerita sedikit. Keduanya tak tahu, jika dua orang lainnya saling melirik tajam dengan pandangan tak mengenakkan.
"Btw, tumben lo beberapa hari nggak ke toko?"
Gaven yang sudah mewanti-wanti pertanyaan itupun, menjawabnya santai. "Tuh ..." Ia menunjuk Ayesha, "dia dateng ke rumah, jadi sebagai tuan rumah yang baik, gue tetep di rumah."
Gue tau lo bohong, dan pakek alesan dia datang buat ngehindarin gue.
Pernyataan itu membuat Pondy yang awalnya melirik tajam Ayesha, menatap tajam pria jangkung di samping Gaven.
Ayesha yang ditatap tajam, memberikan tatapan mengejek kepada Pondy. Jadi mereka berdua adu tatap.
"Dia ... Bang Aye kan?" Tanya Vanka memastikan.
Gaven mengangguk.
"Iya, gue Ayesha. Apa kabar Van?" Sapa Ayesha sembari menjulurkan tangannya.
Vanka menerima uluran itu, "baik, udah lama nggak liat lo bang."
"Haha, gue baru dateng kemarin minggu. Kita terakhir ketemu pas kalian berdua masih SMA kan?"
"Bener, dan sekarang gue sama Gaven udah skripsian."
Ayesha dan Vanka terus mengobrol, mengabaikan Pondy dan Gaven.
Tak enak saling diam, dan lagi soal kemarin yang belum di selesain.
Sekarang benar-benar canggung. Ah, cuma Gaven yang canggung, Pondy mah biasa-biasa aja.
Pondy berdehem, dan berkata. "Lo baik?"
Gaven kaget, lalu ia berusaha untuk tak canggung. "Y-ya. Lo?"
"Baik, gue kira lo nggak dateng ke toko karna kejadian kema-"
"Van, ayo pergi!" Gaven sengaja memotong ucapan Pondy, ia belum siap untuk membahas perihal itu.
Vanka yang di tarik Gaven hanya menurut, ia juga ada sesuatu yang ingin di tanyakan kepada pemuda bersurai biru itu.
"Kalian tunggu aja di kantin fakultas, bentar doang kok bimbingannya!" Ujar Vanka sebelum mereka berdua jauh.
Setelah mereka berdua berbelok di koridor fakultas, Gaven melepaskan cekalannya. Dirinya menatap pemuda berkulit pucat di depannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello Bastard!
FanfictionMusuhan sama temen? Udah biasa. Gimana kalau musuhan, sama abangnya temen? Yah, udah biasa juga sih. Ini terjadi sama Gaven dan bang Pondy. Gaven yang kesabarannya, seolah tisu di bagi 10, dan bang Pondy dengan kesabaran, yang lumayan tinggi dari Ga...