1.5

47 2 0
                                    

Pada malam harinya, Gaven terbangun dari tidurnya tanpa tahu menahu tentang apa yang terjadi tadi sore, saat dirinya tertidur. Bahkan pemuda berkulit tan ini tak tahu siapa orang yang memindahkan dirinya ke kamar tidur.

Ia berpikir mungkin saja Ayesha yang membopong dirinya ke kamar tidur, dengan menggunakan sidik jarinya untuk membuka pintu kamarnya.

Jam sudah menunjukkan pukul 19.38 yang artinya, ia sudah tidur lebih dari 2 jam. Yah, pemuda ini sudah tidur lebih dari 3 jam sebenarnya, saat di danau dan di rumah. Gaven keluar kamar menuju dapur untuk makan. Ia belum makan makanan berat sejak dari saat tadi siang

Saat menuju dapur ia melihat kakaknya yang berada di sofa ruang keluarga sedang berbicara dengan orang di telepon rumah.

Pemuda itu hanya acuh dan berjalan menuju sepiring Nasi Goreng yang terletak di atas meja makan. Tanpa bertanya, ia langsung melahap Nasi Goreng itu tanpa mempertanyakan milik siapa makanan tersebut.

Sesaat setelah memakan setengah dari Nasi Goreng itu, terdengar pekikan Fabi, "Heh anjir! Nasi Gorengkuu!" Perempuan itu berlari menuju Gaven.

"Laper." Sahut acuh Gaven.

Fabi berdecak kesal, "Kalo laper masak sendiri, bukan makan makanan orang!" Dia merebut piring dan sendok dari Gaven, lalu menyuapkan ke mulutnya.

"Apalah, bagi dikit doang, pelit amat. Terus, kalo laper itu makan, bukannya masak." Gaven beralih membuka kulkas, mengambil satu bungkus coklat dan susu kotak, kemudian memakan coklat itu.

Gaven menyelesaikan mengunyahnya, "Siapa yang nelpon?"

"Mimi Pipi, katanya bentar lagi sampe rumah."

"Lah?! Ada apa kok mereka pada pulang ke rumah, tumben banget? Kakak ada mesen makanan sama mereka nggak?" Pemuda berkulit tan ini terkejut. Sangat-sangat terkejut atas kabar yang disampaikan sang kakak.

Fabi tersenyum bangga, "Tenang aja, aku udah mesen makanan favoritmu sama aku."

"Sip!" Gaven mengacungkan jempol. Mereka melanjutkan obrolan kecil sembari menunggu orang tua mereka sampai rumah.

Kakak beradik ini melepas rindu karena hampir satu tahun tak pernah bertemu langsung, dan hanya beberapa kali melakukan vidio call guna untuk saling melihat wajah satu sama lain dalam jarak yang jauh.

Walau hubungan mereka hanya sebatas tak canggung saat mengobrol dan tetap bisa bercanda dalam beberapa hal. Hubungan mereka yang seperti itu dikarenakan jarangnya pertemuan antara keduanya, yang membuat hubungan mereka hanya sebatas itu saja, tidak sampai mereka yang clingy terhadap satu sama lain.

"By the way, kelanjutan hubunganmu sama Pondy gimana?"

"Gimana apanya?"

"Nggah usah ngelak, kakak udah tau dari Vanka."

Gaven terdiam menatap kakaknya, "Kalau kakak udah tau, kenapa masih nanya?"

"Soalnya cerita Vanka kurang lengkap, kakak cuma pengen tau aja dari kamu."

Ia menatap Fabi dengan datar, "Sama aja, nggak ada apa-apanya."

"Idih! Yang bener aja?!" Perempuan muda itu melanjutkan ucapannya lagi, "Kamunya ada rasa nggak sama dia?"

Gaven terdiam, memikirkan jawaban yang akan ia ucapkan. Sebenarnya, ia sendiri juga tak mengerti, ia mendeskripsikan perasaannya pada Pondy sekarang hanya sebatas rasa sayang kepada seorang kakak.

"Nggak tau."

"Masaaa, kakak sama sekali nggak percaya."

"Serius."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 3 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hello Bastard! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang