1.2

157 12 0
                                    

CUP

Gaven terbelalak saat mendapat ciuman tiba-tiba dari Pondy. Dirinya menyentuh pipi yang tadi di cium oleh pria di hadapannya.

"Ngapain lo cium gue?!"

"Biar lo percaya,"

Mengernyitkan dahi, Gaven semakin bingung dengan ucapan pria di depannya.

Melihat ekspresi Gaven, Pondy juga ikut bingung. Namun tak lama kemudian, dirinya menyadari sesuatu lalu tertawa.

Gaven semakin bingung, saat Pondy tertawa. Dirinya yang awalnya bingung, sekarang merubah mimik wajahnya menjadi kesal.

Pondy menatap perubahan mimik wajah Gaven lalu berhenti tertawa, dirinya pun mulai menjelaskan secara singkat.

"To the point aja. Gue ngiranya lo tau gue suka sama lo," menjeda ucapnya sebentar, "eh ternyata gue yang salah tanggap."

Gaven membelalakkan matanya, selaras alisnya yang ikut mengkerut.

"Jadi intinya, gue suka sama lo. Selesai!" Pondy menjelaskannya dengan enteng, seperti itu hal yang biasa.

Keterkejutan Gaven semakin bertambah, dan di tengah keterkejutan itu, suara Vanka yang menggelegar terdengar dari belakang.

"TUH KAN BENER! Udah gue duga!"

Ternyata Vanka dan Ayesha sudah lama memperhatikan mereka, bahkan saat Pondy mencium Gaven, mereka melihatnya.

Gaven pun segera berdiri, dan menatap Vanka dan Ayesha jengkel. "Sejak kapan lo berdua di situ?"

"Sejak lo berdua diam-diaman." Jawab Ayesha. "Terus ini gimana kelanjutan hubungan lo berdua?"

"Hubungan apaan? Lo mau ngarepin apa?"

Vanka bingung, "Loh! Kok nggak jadian sih?! Kan bang Pondy udah ungkapin perasaannya."

"Emang kalo ungkapin perasaan itu sama kayak nem-"

"Bentar, gue cuma ngasih tau rasa gue, dan juga nggak ada nembak Gaven." Ucapan Pondy malah membuat bingung semuanya.

"Maksud lo? Kan ungkapin perasaan, itukan secara nggak langsung itu nembak." Tanya Vanka, ia bingung dengan pola pikir Pondy.

"Oh! Bukan gitu, ungkapin perasaan kan artinya memberi tau orang yang kita sukai kalau kita menyukai mereka. Terus, nembak kan meminta orang itu untuk menjadi kekasih. Jelas beda." Ini yang jawab Ayesha.

"Kalo gitu, kenapa lo ngga nembak dia trus pacaran aja?" Ini Vanka yang tanya lagi.

Pondy terkekeh pelan, "Menurut gue, pacaran itu buang-buang waktu. Mending langsung jadiin dia milik gue seutuhnya, lebih simple kan?" Kalimat terakhir, ia ucapkan selaras dengan menatap pujaan hatinya.

Pemuda yang di tatap itu, mengalihkan pandanganya ke arah berlawanan dari tatapan pria yang menatapnya.

Memang terlihat hanya Gaven yang memalingkan wajahnya agak kesal, tapi mereka tak melihat jika daun telinga pemuda itu terdapat semburat merah halus.

"Kenapa pada natap gue?" Gaven mulai merasa risih dengan tatapan ketiganya, apalagi tatapan intens pria yang menyukai dirinya itu.

Ayesha menggertakkan giginya gemas, sambil jari-jari tangannya membentuk seperti ingin mencakar seseorang. "Lo kok nggak peka banget sih Ven? Udah jelas kami nunggu balesan lo!"

Saat akan membalas ucapan Ayesha, ponsel Gaven berbunyi.

"Halo,"

"Sekarang?"

"Ya, oke-oke."

Setelah menutup panggilan, Gaven beralih pada ketiganya. "Udah-udah, sekarang kita balik. Gue mau jemput kakak gue di bandara."

Hello Bastard! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang