0.6

204 16 1
                                    

Gaven menggeliatkan tubuhnya di kursi, hampir dua jam ia duduk tanpa mengubah posisi. Itu semua karena tugas sialan yang di beri sang dosen.

Bahkan di meja yang ia tempati, ada beberapa gelas yang kosong. Setelah minum gelas keempat, ia berteriak meminta minum lagi, "bang Pondy! Yang kayak tadi, satu lagi!" Beruntung sekarang sedang tak ada costumer di toko.

Yah, dia sedang berada di toko Pondy. Rencananya tadi mau menunggu Vanka, tapi ga jadi. Yaudah dia sekalian ngerjain tugas di sini, udah pw juga.

*Pw: posisi wenak

Tak lama datang sosok yang ia teriaki tadi, dengan segelas susu coklat dan kue coklat di tangannya. Pondy duduk di kursi depan Gaven, "nih," ujarnya sambil meletakkan.

"Thank," Gaven meminum susu coklat itu, tanpa mengalihkan pandanganya dari layar laptop, "kok susu sih?!"

"Biar, lo nggak nyadar berapa banyak lo minum kopi dalam dua jam ini?" Ow, perhatian banget ngaf.

Gaven mengalihkan pandangannya ke atas meja. "Ehehe."

"Heha hehe, dah beresin kerjaan lo, bentar lagi waktu makan siang." Bukan mengusir sih, Pondy pikir lebih baik Gaven pindah ke ruang tamu atas aja biar nyaman, sebab kalo jam makan siang pasti rame.

Pondy hampir beranjak dari tempat duduk, namun Gaven mencekal lengannya. "Apa lagi?"

"Bantuin gue dong!" Ujar Gaven menunjuk ke layar laptop.

Pondy tersenyum mencurigakan, "apa bayarannya?"

Gaven roll eyes, "gue turutin satu permintaan lo, apapun! Semampu gue, dan jangan aneh-aneh!"

"Apapun?" Pondy mengulangi ucapan Gaven.

"Ya! Jangan aneh-aneh!"

Pondy menatap Gaven, "cuma satu kok." Ia mencubit pipi kiri Gaven sambil tersenyum tampan.

Gaven menyentak tangan pria berkulit putih itu, "Ck! Mau apa lo?"

"Liat aja nanti." Ia menopang dagu dengan kedua tangannya, menatap Gaven.

Pemuda yang rambutnya ber cat biru, hampir sebiru langit malam itu tak menanggapi Pondy lagi. Dan hanya menyodorkan laptop miliknya, kepada yang lebih tua.

Ia baru mengecat rambutnya beberapa hari lalu. Bosen sama warna rambutnya, jadi ia ganti.

Gaven terlalu fokus menatap layar laptopnya, ia tak sadar jika dirinya di tatap lagi oleh Pondy.

"Rambut lo ..."

"Kenapa?" Ia menatap balik Pondy dengan sebelah alisnya yang terangkat.

"Enggak! lucu aja." Dua kata terakhir Pondy ucapkan dengan lirih.

"Lo ngomong apa?" Gaven bertanya, ia benar-benar tak mendengar dua kata terakhir Pondy.

"Nggak ada!"

Mereka lanjut mengerjakan tugas Gaven, yah... Pondy yang mengerjakan sesekali Gaven akan membantu. Tepat beberapa menit sebelum jam makan siang, tugas itupun selesai.

Gaven tersenyum. "Wih cepet juga lo ngetiknya bang. Makasih!" Walaupun musuhan, ia masih sering mengucapkan tiga kata yang sudah berkurang digunakan di masa sekarang. Yaitu, maaf, tolong, dan terima kasih.

Kata Mimi Gaven, tiga kata itu wajib! Dan tidak boleh di lupain.

Pondy tertegun saat menerima ucapan terima kasih tulus dari Gaven, yang sudah lama tak ia dengarkan. Yah mereka nggak ada kata gengsi untuk menyebutkan tiga kata itu, namun ... mengucapkannya secara terpaksa.

Hello Bastard! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang