Harus diperangi sampai mati

59 16 0
                                    

Sudah seminggu berlalu sejak Chaewon dan Jihoon bertemu langsung, tidak ada pesan yang datang dari keduanya dan tidak ada juga urusan yang mengharuskan mereka untuk berhubungan. Mungkin biasanya antara Chaewon dan Jihoon akan mencari topik agar Chat mereka tidak mati begitu saja. Namun sudah seminggu rutinitas itu tidak mereka lakukan.

Wajah keduanya juga sudah sangat murung, Yoshi yang terus berada disisi Jihoon saja tidak mengerti apa yang tengah terjadi dengan pria itu. Dan jangan ragukan lagi insting seorang ibu, Sikap Chaewon yang mendadak aneh pun membuat sang ibu pun menyadari ada yang salah pada anaknya.

Sang Ibu tentu khawatir dengan keadaan sang anak, alhasil Nyonya Kim memilih untuk menghampiri kamar sang anak, mencoba mencari tahu apa yang tengah terjadi. Pintu kamar Chaewon terbuka menampilkan seorang wanita tua yang berdiri diambang pintu sembari tersenyum kearah sang anak yang tengah sibuk dengan dunianya.

Nyonya Kim mengambil langkahnya untuk datang mendekat, Chaewon yang menyadari kehadiran sang ibu buru buru melepas earpods nya dan menutup layar ponselnya begitu saja. Wajah Chaewon bingung, mencoba menerka nerka apa maksud dan tujuan sang ibu datang kekamar nya.

"Ibu membawakan kue kesukaan mu, makanlah" Ujar sang ibu berbasa-basi.

Chaewon tentu saja antusias dengan makanan yang disodorkan kepadanya, itu adalah kue brownies kesukaanya! Melihat sang anak makan dengan lahap, Nyonya Kim duduk ditepi ranjang sembari memperhatikan ruangan Chaewon yang beberapa barangnya sudah tidak ada ditempatnya.

"Kapan kamu mulai lagi memindahkan barang mu nak ?" Tanya Nyonya Kim, pertanyaan yang berada diluar perkiraan Chaewon, alhasil wanita itu tersedak mendengarnya.

"Astaga Chae....hati-hati kalau makan tuh" Ujar Nyonya Kim sembari menyodorkan Chaewon 2 lembar tisu.

Chaewon susah payah menelan kue brownies itu, rasanya ia harus mengunyah nya lebih lama agar bisa ditelan dengan baik. Namun, Chaewon pikir ia sudah mengunyah nya lebih dari 40 kali. "Mungkin dua minggu sebelum pernikahan bu, Jihoon sepertinya sedang sibuk" Jawab Chaewon.

Oh ayolah! insting seorang ibu lebih kuat dari siapapun, jawaban itu tentu saja tidak memuaskan hati nyonya Kim, masih ada hal yang terasa janggal. "Tapi sudah lama kamu tidak bertemu dengan Nak Jihoon, biasanya kalian sering sekali bertemu" Ujar Nyonya Kim. "Kalian tidak sedang ada masalah kan ?"

Chaewon menghela nafasnya, sudah ia tebak sang ibu tengah menyadari masalah yang terjadi antara dirinya dan Jihoon. Wanita muda itu tidak bisa mengelak lagi, ia sudah tertangkap basah oleh ibunya. "Ceritakan nak, ibu siap mendengarkan" Ujar Nyonya Kim yang kini sudah meraih jari jemari anak semata wayangnya.

Chaewon kini sudah duduk disamping sang ibu, air matanya perlahan menetes begitu saja. Jarang sekali nyonya Kim melihat Chaewon menangis dihadapannya. Anak itu selalu kuat dan tegar, selalu membawa harapan kedua orang tua nya dengan setulus hati. Namun, mungkin yang kali ini agak berat ia hadapi sendirian.

Chaewon menceritakan apa saja yang terjadi diantara dirinya dan Jihoon kepada sang ibu, dari mulai makan malam dan kejadian minggu lalu yang membuat keadaannya se-runyam ini. Sang ibu mengelus pundak anak semata wayang itu sembari mengucapkan kalimat penenang, isakan demi isakan tidak bisa Chaewon pungkiri dan harus ia perlihatkan kepada sang ibu.

"Aku sangat khawatir jika nanti aku tidak bisa menjaga pernikahan ini bu" Ujar Chaewon.

"Tidak ada yang harus kamu takutkan Chae.....ibu mendengar ceritamu dengan baik dan hanya satu yang bisa ibu simpulkan"

"Jangan pernah berpikir kalau Jihoon masih berdiam diri dimasa lalunya, bukan itu yang tengah Jihoon lakukan sekarang. Dengan permintaan untuk kamu membantunya keluar dari masa lalunya adalah usaha kalau Jihoon ingin berhenti mengenang apa yang sudah terjadi" Ujar Nyonya Kim. Chaewon mengangkat kepalanya dan menatap sang ibu dengan tatapan sendu. "Ia marah saat kamu mencoba mengembalikan benda yang berkaitan dengan Chaeyeon, Ibu yakin Jihoon tidak ingin mendengar kamu untuk menggantinya" Lanjut Nyonya Kim sembari tersenyum, tangan hangat sang ibu meraih pipi basah sang anak, mengusap pelan air mata yang masih berjatuhan.

"Anak ibu.....yang paling pintar, si cantik bijaksana. Ibu yakin kamu pasti bisa menghadapi segala cobaan yang hadir nak...."

"Ibu tau pernikahan memang bukan hal yang mudah nak, tapi kamu harus ingat, pernikahan itu bukan hal yang dilakukan sendirian. Setiap orang menikah bersama orang yang mereka percaya, mungkin dalam kasus kamu berbeda. Tapi bukankah kamu sudah mulai bisa mempercayai Jihoon ? Jika memang sudah, maka tidak ada yang harus dikhawatirkan nak....segala permasalahan yang ada pasti bisa kalian selesaikan" Lanjut Nyonya Kim sambil mengelus pelan pipi basah sang anak.

Biarkanlah malam ini menjadi tumpah ruah bak hujan yang sudah ditampung lama oleh awan awan, biarkan si wanita bijaksana itu menjadi gadis kecil ibu yang selalu merengek meminta peluk. Sebelum masa bebas nya dirampas dan diikat oleh benang benang pernikahan untuk selamanya.

~~~~

"Malam itu pelik namun juga peluk. Malam itu sendu namun juga rindu. Malam itu lawan namun juga kawan"

"Ji hentikan"

Malam itu makin larut, dan percakapan dua pria diatas atap apartemen itu belum juga surut. Mungkin menunggu fajar tiba atau menunggu diusir oleh satpam itu sendiri.

Jihoon masih terus menatap bingkai retak yang tidak mungkin bisa diperbaiki, tatapan nya tidak bisa dijelaskan sekalipun dengan pria bersurai merah disampingnya.

"Ayo balik ke ruangan lo" Ujar Yoshi masih mencoba mengajak Jihoon untuk segera bangkit dari duduknya.

Bak tuli, Jihoon masih kerap duduk dibangku lusuh yang entah siapa yang menaruhnya. Pria itu menghembuskan nafasnya berkali kali, tidak ada yang tahu, mungkin ia berpikir tentang masa depan atau masa lalu.

"Yosh, gua harus kayak gimana biar Chaewon tau kalo yang gua mau bukan berhenti disatu titik" Ujar Jihoon, akhirnya kehadiran Yoshi dianggap.

Yoshi mendekat, pria itu berdiri disamping Jihoon yang masih terduduk. "Kasih tau, jangan main kode kodean kayak anak pramuka" Jawab Yoshi, kekehan kecil muncul diantara senyap nya malam.

"Kasih tau kalo lo juga serius, bakar perjanjian gila lo itu didepan dia. Gue yakin dengan dia liat lo begitu, pasti dia nganggap lo serius sama pernikahan kalian" Lanjut Yoshi, kini nada pria itu lebih serius dari yang sebelumnya.

Yoshi menghela nafas nya, mencari udara sebelum ia berujar lagi. "Dan minta maaf ke Chaewon, minta maaf karna dia harus tau lo punya masa lalu yang susah untuk lo lupain" Ujar Yoshi, kini pria itu membalikkan badannya dan memilih untuk meninggalkan Jihoon.

"Kalo Chaewon berubah pikiran gimana ?" Tanya Jihoon sebelum Yoshi membuka pintu.

"Lo tau Chaewon bukan perempuan dengan pikiran sempit, dia pasti mikirin banyak hal dan akan selalu milih pilihan yang menguntungkan" Jawab Yoshi, lalu pria itu benar benar pergi meninggalkan Jihoon.

Kini Jihoon sendiri bersama waktu yang terus berjalan, bingkai ditangannya masih ia tatap entah sampai kapan. Yang pasti apa yang dikatakan Yoshi benar, Chaewon bukan perempuan dengan pemikiran sempit, tapi Chaewon juga seperti perempuan pada umumnya, punya hati yang tidak bisa imbang dengan logika.

Mungkin ini saatnya untuk Jihoon benar benar lepas dari masa lalu nya, mungkin menatap bingkai itu seminggu penuh sudah cukup baginya. Mungkin sudah saatnya Jihoon fokus pada masa depannya, mungkin sudah saatnya masa lalu yang merajai harus diperangi dan dibakar sampai mati.

HOLD IT IN














Holla!
Have a great day everyone 😋💗

HOLD IT IN | Jihoon x Chaewon ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang