Jiwa yang terjebak

77 19 0
                                    

Sebagai anak tunggal dari keluarga yang cukup terpandang, Park Jihoon bukanlah anak penurut yang mengiyakan dan menyanggupi segala keinginan orang tua nya.

Ada kala nya Pria itu membantah keinginan orang tua nya. Terkadang anak tunggal itu mengasingkan diri di negara orang untuk sekedar mengkosongkan pikiran nya.

Berterimakasihlah pada sang sahabat yang sampai sekarang bersedia untuk selalu mengingatkan Jihoon saat pria itu sedang kehilangan arah.

Seperti saat ini, rokok yang tengah terbakar diapit oleh jari telunjuk dan tengah nya mengepulkan asap putih yang berbau semerbak.

Jihoon berada di rooftop kantor nya. Jas hitam nya sudah pria itu buka dan ia tinggalkan didalam ruangan nya. Kini hanya tersisa Kemeja putih yang sudah ternodai dengan wangi rokok.

Pintu rooftop yang tadinya tertutup kini dibuka oleh pria yang sudah terengah engah itu. Berdiri diambang pintu sambil mengatur nafas nya yang naik turun tidak beraturan.

Jihoon yang sudah tau itu siapa segera mematikan rokok nya dan menghadap kebelakang, menatap bingung pria didepan nya.

"PARK JIHOON LO BENER BENER YA! PAPI SAMA MAMI LO NYARIIN DAN LO ASIK NGEBAKAR DISINI ?" Pria itu sungguh berada di puncak amarah nya. "TURUN GAK! GUE BISA DIPECAT KALO LO TELAT LIMA MENIT" Ujar nya lagi sambil berapi api.

"Yosh santai aja bisa gak ? Kalo karyawan lain denger bisa bisa lo dianggap gila" Dengan santai nya Jihoon berjalan menghampiri sahabat nya yang masih berada di ambang pintu.

"Bawa parfume kan ? Bagi" Ujar Jihoon lagi, pria bernama Kanemoto Yoshinori itu merogoh saku nya, untung saja ia membawa parfume.

"Sialan lo Park Jihoon, ganti tuh parfume gue" Ujar Yoshi masih tak rela parfume nya tinggal setengah saat melihat Jihoon menyemprotkan nya secara brutal.

"Nanti langsung gue kirimin ke rumah lo, by the way makasih parfume nya" Ujar Jihoon yang kini sudah melangkah menuruni tangga meninggalkan Yoshi yang hanya bisa menghela nafas lelah.

Seperti yang kita tahu, Jihoon adalah anak tunggal yang berkecupukan dalam segala materi. Orang tua nya sangat harmonis dan Jihoon sudah mendapatkan yang terbaik dari yang terbaik sejak kecil.

Walaupun tumbuh diantara anak anak yang sama seperti nya, Jihoon tidak pernah menganggap dirinya seberuntung itu bisa lahir dikeluarga ini.

Walaupun orang tua nya baik baik saja namun Jihoon jarang mendapatkan waktu dari mereka, tidak pernah ada agenda membacakan Jihoon cerita saat pria itu masih muda, dan tidak ada hal sederhana yang bisa membangun kehangatan diantara dirinya dan orang tua nya.

Semua nya sibuk dengan agenda masing masing, hanya ada Jihoon dan kesendirian nya didalam rumah yang luas itu.

Tapi itu adalah masa lalu, dan masa lalu itu membuahkan sifat jelek yang susah untuk diubah bahkan bagi ibu nya sekalipun. Mengubah Jihoon bagaikan menulis diatas air, mustahil.

Dan anak pembangkang itu sekarang sudah duduk diatas sofa ruang kerja nya, menghadap kearah kedua orang tua nya yang kini menggeleng tak suka kearah nya.

"Kamu lupa kita ada janji untuk ngobrol hari ini ?" Tanya Ibu nya.

Sial, Jihoon benar benar lupa.

"Ingat mi, tapi aku ada urusan lain yang nggak bisa ditinggal" Jawab Jihoon sebagai sanggahan.

"Kata Yoshi kamu kosong hari ini" Ujar sang ibu lagi.

"Mi langsung saja, ada apa sih sampai repot datang ke kantor ?" Tanya Jihoon mencoba mengalihkan pembicaraan.

Mami nya menghela nafas lelah, sungguh menghadapi Park Jihoon bukan lah hal yang mudah. "Kamu bisa kan datang dinner Jum'at nanti ?" Tanya Mami nya.

Jihoon memasang wajah berpikir, ia tidak tahu apakah nanti Jum'at ia bisa menghadiri makan malam itu. "Mami tanya Yoshi saja, takut nya bentrok sama jadwal ku" Jawab Jihoon.

Mami nya mengangguk mengerti. Kini Papi nya yang mengambil ancang ancang untuk berbicara. "Nak, berapa umur kamu sekarang ?" Tanya papi nya mengalihkan pembicaraan.

"28, i think" Jawab Jihoon dengan ragu.

"Berarti sudah matang untuk menikah, kapan kamu akan membawa wanita yang kamu janjikan ke kami ?" Tanya Papi nya lagi.

"Pi ak-"

"Jangan terjebak dengan masa lalu Park Jihoon, papi membesarkan kamu bukan untuk menjadi pribadi yang memandang kebelakang" Ujar Papi nya lagi, kini duduk nya ditegakkan.

"Nanti akan Jihoon bawa, Papi dan Mami hanya harus menunggu sedikit lagi" Ujar Jihoon, matanya kini menatap sang ayah dengan lekat seolah menantang.

"Papi tunggu sampai Kamis, jika tidak kunjung dibawa maka kamu akan Papi jodohkan dengan kolega Papi" Ujar sang ayah, kini Jihoon berdiri dari duduk nya.

"Bukan kah itu terlalu singkat ? Kamis datang dalam hitungan jari"

"Justru itu, jika memang wanita itu sudah ada maka bawa secepatnya"

Jihoon menatap mata sang ibu yang kini sudah menggeleng pasrah, kini ia tidak lagi dibela orang sang ibu, hanya dirinya yang terpojokkan.

"Pi pernikahan akan berat jika aku belum siap, aku tak mau merusak kehidupan orang lain" Ujar Jihoon mencoba membela dirinya.

"Kalau kalian saling mencintai maka tak akan ada masalah yang tidak bisa diselesaikan, apa mungkin kamu selama ini berbohong bahwa kamu sudah memiliki calon ?" Kini Papi nya mulai curiga.

"Jangan membuat ku-"

"CUKUP! Papi sudah habis kesabaran dengan mu Park Jihoon, datang ke makan malam dihari Jum'at atau papi lepas jabatan mu disini" Kini sang ayah sudah berapi api, dua keras kepala itu tidak akan pernah memiliki pikiran yang sejalan.

Sang ayah berdiri dari duduk nya dan keluar dari ruangan Jihoon, kini sang ibu berusaha mengejar ayah nya yang sudah melangkah duluan.

"Kali ini ikuti saja apa kata ayah mu ya nak ?" Ujar sang ibu sebelum pergi keluar ruangan.

Kini hanya tersisa Jihoon yang menggenggam erat lembaran dokumen didepan mata nya.

HOLD IT IN

HOLD IT IN | Jihoon x Chaewon ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang