BAB 13 --- Nia (H)

19 4 2
                                    

Flashback

"Pano!!" panggil seorang anak kecil berumur 5 tahun.

"Iya, Nia?" tanya seorang anak laki-laki berumur 8 tahun.

"Pano, janji 'kan ga bakalan ninggalin Nia?" tanya seorang anak kecil tersebut bernama Nia.

"Iya dong. Seorang Vano mana mungkin ninggalin Nia yang kecil banget" ucap seorang anak laki-laki tersebut yang bernama Vano.

"Ihh Pano! Bukan Vano!" ucap Nia yang kesal dengan pipi yang menggembung.

"Hahaha. Iya Pano, bukan Vano" ucap Vano dengan tangan telunjuk kanannya yang mencolek hidung Nia.

Kedua insan itu pun tertawa di taman dekat perumahan mereka. Tawa yang sama sekali tidak ada beban saat itu.

Flashback end

"Hania?" panggil sang Ibunda.

"Hania?" panggil Bunda sekali lagi.

"Eh iya Bunda?" tanya Hania yang tersadar dari lamunannya.

"Kenapa? Ada masalah sampe ngelamun gitu?" tanya Bunda.

"Oh ga ada kok Bunda hehe" ucap Hania dengan senyum yang memperlihatkan gigi serinya.

"Dihabiskan dulu makanannya. Jangan melamun" perintah Bunda yang dibalas anggukan oleh Hania.

*****

"Bunda! Hania udah selesai, Hania mau ke taman yaa" pamit Hania.

"Iya! Hati-hati di jalan!" ucap Bunda dari dapur.

"Hania?" panggil Bunda lagi.

"Iya, kenapa Bunda?" tanya Hania.

"Jangan nangis" ucap Bunda seolah tahu apa yang akan Hania lakukan.

Hania pun terdiam lalu mengangguk. Merasa sudah diberikan izin, Hania pun keluar rumah dengan sandal jepitnya dan berjalan menuju taman.

"Umm, masih sama" ucap Hania saat melihat sekeliling taman itu.

Taman yang masih sama dengan 8 tahun yang lalu.

"Pano pano!" panggil Nia kecil.

"Iya, Nia kecil?" tanya Vano.

"Nia mau ayunan. Ayo main!" ucap Nia dengan antusias.

"Hahaha, iya" ucap Vano dengan senyumannya.

Dengan senang, Nia pun berlari menuju ayunan yang belum tersentuh oleh anak-anak lain. Tapi sialnya, ia tersandung batu yang membuat ia tersungkur di tanah.

"Nia!" panggil Vano lalu berlari menuju Nia.

"Nia gapapa?" tanya Vano dengan raut wajah yang khawatir.

Tidak seperti anak lainnya yang menangis, Nia justru menunjukkan senyum gigi serinya disaat darah di lututnya mengalir.

"Maaf, Nia ceroboh" ucap Nia dengan kekehan.

Vano yang sempat bingung pun akhirnya mengerti. Ia juga turut tersenyum. Lalu jarinya mencolek hidung Nia.

"Hati-hati, 'kan tadi udah diingatkan Bunda" ucap Vano.

"Nia mau plester. Biar Bunda gatau kalo Nia abis jatuh" ucap Nia.

Vano pun menuruti keinginan Nia. Ia pun membantu Nia berdiri dan menuntunnya menuju minimarket perumahan.

Tanpa disadari, air mata dari Hania menetes. Dengan cepat Hania menghapus air matanya. Ia mendongak ke atas menatap langit biru yang cerah.

Hania menghembuskan napasnya dengan kasar. Tangannya memegangi ayunan yang belum sempat ia kenakan saat 8 tahun yang lalu. Seharusnya, Hania menggunakan ayunan itu.

"Sendiri?" tanya seorang laki-laki yang berdiri di samping Hania.

Hania yang merasa diajak berbicara pun menoleh pada sumber suara. Mendapati seorang laki-laki yang tengah berdiri dan meliriknya.

"Ngga, berdua" ucap Hania menjawab pertanyaan dari laki-laki itu.

"Sama siapa?" tanya laki-laki tersebut.

"Hania sama Agha" ucap Hania.

Agha pun duduk di ayunan samping Hania. Entah mengapa laki-laki itu ingin menemani perempuan yang sudah menjadi temannya selama beberapa tahun.

"Ahahaha dekil!"

"Iuh anak dekil jangan deket-deket kita!"

"Jelek! Hitam! Huu!!"

Seorang anak kecil laki-laki itu sedang menahan tangisannya diantara anak-anak lainnya yang sedang mengatai dirinya. Anak kecil laki-laki berumur 5 tahun yang bernama Agha itu sedang terdiam. Entah apa yang ingin ia perbuat.

"Heh bocah! Jangan bully dia!"

Semua perhatian anak-anak itu pun beralih menuju anak kecil dan seorang anak laki-laki.

"Ih cewe lemah! Gausah ikut-ikutan!" ucap seorang anak lainnya yang ikut mengatai Agha kecil itu.

"Nia ga lemah! Kata Bunda Nia anak kuat!" ucap Nia yang tampak tidak terima.

"Ih Bundanya bohong! Bocah kayak kamu bisa apa?! Hahahaha" tawa gerombolan anak laki-laki itu.

Nia yang tidak kuat menahan tangisannya itu pun segera berlari dan menolong Agha kecil itu. Tapi salah satu anak dari gerombolan itu mendorong Nia hingga terjatuh.

"Heh! Berani-beraninya dorong Nia!" ucap Vano yang sedang marah lalu mendekati gerombolan itu.

"Heh lari-lari! Dia badannya besar!"

Akhirnya gerombolan anak laki-laki itu pun lari dari Vano yang baru saja selangkah berjalan.

"Kenapa?" tanya Agha yang sedang melihat Hania tengah melamun.

Tanpa diminta, air mata dari Hania kembali menetes. Agha yang melihatnya pun terdiam. Ia tahu apa yang sedang dipikirkan oleh teman perempuannya itu jika sedang di taman.

"Kangen Pano" ucap Hania lalu menghapus air matanya.

"Mau ketempat Pano?" tawar Agha kepada Hania.

"Mau!!" ucap Hania kegirangan.

Agha yang melihat itu terdiam. Hatinya terasa sakit saat melihat Hania yang tampak kegirangan saat dirinya menyebut nama Vano.

*****

"Pano.." panggil Hania.

Tangannya terulur mengusap batu nisan yang bertuliskan nama yang ia rindu. Perlahan tangannya mengusap tanah yang menggunung. Air matanya menetes kembali, rasanya sakit jika harus menahannya.

"Pano kangen.." panggil Hania kembali.

"Pano, Nia kangen" ucap Hania dengan suara yang bergetar.

Agha yang melihat itu terbungkam. Tangannya ingin mengusap bahu Hania yang bergetar. Tapi apa boleh buat, yang dia lakukan hanya bisa diam.

'Mas Vano, Agha juga kangen'.

*****


































--😁

Ini ESEMPE, Bukan ESEMA! [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang