15. Pernikahan di percepat

32 0 0
                                    

Matahari mulai terbit memberikan cahaya terangnya, untuk semua manusia kembali melanjutkan aktivitasnya masing-masing. Begitupun Gala mengemas buku-bukunya kedalam tas dengan santai. Pergerakan santai dari tubuhnya, tentu tidak dengan pikirannya yang kacau sedang memikirkan keberadaan girl Zee. Lelaki itu mulai merangkul tas berwarna hitamnya, melangkah keluar dari kamar.

Lelaki itu menatap bingung saat enam sahabatnya berada dirumahnya dengan seragam rapi juga. Keenam lelaki itu tersenyum memandangi Gala.

"Gue kira Lo belum mandi," ejek Natan.

"Yok berangkat bareng aja" ajak Evan.

Gilang tersenyum melihat keakraban tujuh lelaki ini. Tujuh lelaki yang memang disebut anak motor, tidak pantas juga disebut dengan anak-anak berandalan. Karena dibalik pikiran motor mereka juga ada tersimpan pikiran tata Krama yang baik.

Gala mengangguk kecil tidak mengucapkan sesuatu apapun. Lelaki itu mendahului temannya keluar rumahnya, disusul enam sahabatnya di belakang yang nampak sedih melihat Gala kembali dengan sikap cuek dan kegelisahan di hatinya.

Semuanya menaiki motornya satu-persatu, tidak lupa memakai helm menaati peraturan lalu lintas pengendaraan. Gala mulai membalap dahulu motornya dengan kecepatan, membuat yang lainnya ikut terkejut yang masih menyalakan motornya.
***

Zea bangkit dengan tangannya yang memegang kepalanya, dengan menyandarkan tubuhnya disudut kasur kusut yang ditempatinya. Dirinya merasakan pusing dengan ngilu yang berdenyut dalam otaknya. Sebuah bayangan satu-persatu muncul yang terjadi kemarin kepadanya. Beberapa detik saja rasa sakit di kepalanya mulai hilang. Zea mendesis kesakitan seraya menggosok matanya mendapati dirinya masih di tempat semalam.

Zea hanya bisa menghela nafas panjang dengan memejamkan matanya kembali. "Ayah tega banget sama gue," lirih Zea tersenyum miris.

Gadis itu menggelengkan kepalanya, dengan tangannya yang memegang kepalanya dengan keras. Gadis itu berteriak seperti orang bodoh dalam ruangan. "Gue pikir ayah bakal berubah, tapi sama aja."

"Bunda gue kangen," mata gadis itu berkata memandangi ruangan tersebut.

Pintu terbuka membuat Zea mendongakan kepalanya dengan terkejut. Gadis itu melihat dua lelaki tua yang adalah ayahnya dan lelaki tua yang kemarin ingin di jodohkan dengannya.

"Calon istri saya sudah bangun, sungguh cantik." Ucap Ramlan dengan kekehan kecil bersama tatapan nakal menatap Zea.

"Bagaimana pak bisakan bantu perusahaan saya kembali bangkit lagi?" tanya Zalan.

"Kamu pikir saya sudah setuju? jika pernikahan yang akan diadakan dua hari lagi itu berjalan lancar, baru saya memberikan apa yang kamu mau." Seloroh Ramlan.

Lelaki tua itu berjalan menghampiri Zea yang mendudukkan tubuhnya membelakangi lelaki tua itu. Zea merasa sangat jijik saat melihat tatapan dan bibir lelaki tua yang seperti ingin menerkamnya habis-habisan. Lelaki tua itu memegang kedua punda Zea dengan wajahnya mendekat ke ceruk leher Zea mencium aroma gadis tersebut.

Zea menggelengkan kepalanya, dengan air mata mengalir deras. Gadis itu berusaha menyingkirkan tangan lelaki tua itu kepadanya.

"Jangan sentuh gue," kesal Zea.

"Saya ingin pernikahan di percepat besok saja." Tegas Ramlan bangkit berdiri.

Zea sontak berdiri dengan mata melotot, mengarah kepada ayah kandungnya yang tersenyum lebar dan mengangguk kecil. Gadis itu berjalan dengan cepat menghampiri ayahnya dengan kedua mata memerah.

"Ayah gila? oh gak.... gue gak akan manggil Lo ayah lagi," gerutu Zea dengan air matanya mengalir.

Zalan hanya terdiam dengan wajah remeh, seperti benar benar tidak menginginkan anaknya. "Kenapa harus gue yang jadi korban disini?" tanya Zea.

Cewek cupu dan Ketua OsisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang