[ BAB - 03 ]

43.4K 2.4K 115
                                    

Bantu koreksi typo, ya❤

【 BAB 03 ᅳ BINTANG YANG NEKAT 】







“Nave, udah, ya, main-mainnya? Gara-gara kamu, jadwal syuting ditangguhin. Kamu enggak mikirin nasib kru sama deretan artis? Mereka rata-rata artis ternama yang banyak projek. Please, kita dikejar slot tayang.”

Sandiana terdengar lirih, ia putus-asa akan ulah Navella yang kini memasang tampang polos, seolah tidak melakukan kesalahan sama sekali. Si artis menoleh sembari mengatup bibir tipisnya yang terlihat plumpy meski tanpa olesan lipbalm.

“Emang aku ngapain, Jeng San?” tantang Navella.

Sandiana menarik napas gusar. “Nave, tolong, ya? Kam—”

“Aku diem, doang, kok, ke semua dokter yang dateng meriksa aku. Suwer, Jeng! aku cuma planga-plongo. Kalau enggak gitu, aku harus, gimana? Nari jaipong, kah?”

“Gusti—” Kesabaran Sandiana diuji. “Enggak nari jaipong juga. Iya, bener, Nave, kamu diem, doang. Tapi, enggak sambil natapin intens mata dokter, 'kan? Mereka jadi ngebeku, sama salting berat dilihatin kamu, weh!”

Ups, ia tertangkap basah!

Navella mengembungkan pipi, menahan tawa yang hendak keluar. Ia memalingkan wajah, tak sanggup menahan diri saat trik piciknya diketahui manajer.

Toh, Navella merasa tidak bersalah. Ia sebatas ingin iseng, berupaya agar jajaran dokter menunda sesi pemeriksaan sementara waktu. Tujuannya tidak lain dan tidak bukan—yakni memperlambat time line syuting, yang nanti berdampak ke tenggat deadline film. Supaya sang sutradara protes serta mengajukan komplain untuk menghentikan kontrak kerja sama dengan Navella, sebelum mereka semua di tahap syuting pengambilan adegan naskah—artis lain yang lebih kompeten berkesempatan menggantikan perannya.

Intinya, ia perlu selama mungkin stay di rumah sakit. Navella sekuat tenaga mengerahkan segala cara. Alasan sakit kek—apa kek, yang penting ia tidak pergi dari sini. Sebab, hanya masalah kesehatan saja yang bisa dimanfaatkan Navella. Bahkan, semisal ia mengeluh lelah, selama tulang-tulangnya tidak patah, atau badannya remuk, ia tetap dikandang paksa melakukan adegan syuting.

Makanya, sejak tadi pemeriksaan—ia sengaja curi pandang ke dokter. Berencana menghancurkan konsentrasi para dokter pria dengan menatap wajah menawannya, tentu akan membuat dokter salah fokus, hingga mereka lupa tujuan awal mereka, yaitu memeriksa kesehatan fisik Navella.

Setidaknya, meskipun jarang bertemu orang secara langsung bersama Navella, acap kali insan lain berjumpa, kata pertama yang meluncur di bibir mereka pasti menyanjung visualisasi dirinya yang luar biasa.

Cantik bukan lagi sesuatu yang bermakna bagi si artis, lantaran sudah terlalu sering mendengarnya.

“Nave—jangan pura-pura lupa, schedule kamu itu padet banget. Untungnya, abis ini kita masih lanjut syuting di Banten, enggak pindah daerah. Please, kita cepet selesaiin, ok? Aku yang dimarahin sama pak direktur, lho.”

Kamu enggak bantu aku, sih! Aku bilang, rusak, aja, image aku. Apaan? Aku seharian search di hp, enggak ada, tuh, postingan yang ngebahas aku terbaring di rumah sakit? Semua artikel isinya tentang syuting aku yang udah digarap. Komenan jahat pada ilang, masa mereka muji kegigihan aku? Cih! Aku, tuh, terpaksa, Jeng San!”

“Nave—”

“Iya, iya—aku nurut, yaudah, aku mode ciyus demi kamu. Pakein aku masker, gih—biar dokter enggak liat muka aku, mau pakein aku topeng monyet pun, aku pasrah, nih!”

MY SOFTLY HUBBY [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang