"bagaimana?" Tanya Taeil menatap wajah Lia penuh harap yang dibalas anggukkan senyum oleh Lia sambil menyesap jarinya itu. Mendapat jawaban positif dari Lia, Taeil tentu makin bersemangat dan melanjutkan mengipasi ikan bakar dengan bumbu seadanya yang dia buat di kebunnya itu. Tak lupa juga diselingi dengan membakar umbi-umbian untuk Lia juga.
Dia melakukan ini karena nenek sempat mengatakan kalau Lia ingin sekali makan ikan bakar dan kata bundanya mungkin saja itu ngidamnya Lia. Jadi tak mau Lia sedih karena tak mendapatkan apa yang dia inginkan, Taeil pun mengajak Lia ke kebunnya dan menangkapkan ikan di sungai untuk Lia makan.
Meski sulit dan Lia juga sempat memintanya tak melakukannya,khawatir karena air sungai cukup deras. Namun Taeil tak patah arang hingga berhasil mendapatkan empat ekor ikan. Mereka hanya membakarnya dua dan dua lagi untuk nenek dan bundanya.
Hubungan mereka memang lebih dekat akhir-akhir ini apalagi karena Taeil yang terlihat lebih berusaha menjadi pelindung sebagai satu-satunya pria diantara keluarga kecil itu. Mungkin awalnya Lia masih kaku, tapi pada akhirnya Lia mulai mempercayainya dan membuka diri padanya.
"Ini... Hati-hati panas..." Ucap Taeil sambil menyodorkan ubi yang sudah di kupas dan ditiupnya mendekat ke mulut Lia. Dengan senang hati Lia langsung menggigitnya sedikit dan memang asampnya masih mengepul meskipun tak terlalu panas lagi.
"Enak..."
"Enak?"
Lia mengangguk dan Taeil pun terkekeh pelan lalu keduanya menatap lahan luas yang merupakan lahan warisan ayah Taeil dan warisan kakek Lia yang memang digarapnya juga secara perlahan.
"Asshh..."
Ringisan Lia membuat Taeil kaget lalu berjongkok menghadapnya.
"Ada apa? Ada yang sakit?"
Lia menggeleng pelan sambil mengusap perutnya dengan tatapan syok juga.
"Kenapa?"
"Bayinya menendang!" Ucap Lia masih tak percaya dengan apa yang dirasakannya. Mendengar hal itu Taeil tentu kaget dan senang sekaligus. Tangannya malah ingin menyentuh perut Lia yang sudah membuncit namun terhenti ketika kesadarannya muncul kembali. Bukankah lancang sekali jika dia menyentuh Lia begitu saja?
Taeil pun segera menyembunyikan tangannya berharap Lia tak berpikir buruk tentangnya namun ia langsung menoleh saat Lia malah meraih tangannya itu lalu membawanya ke perutnya. Sungguh dia tak tahu harus bicara bagaimana lagi. Senang yang tiada Tara rasanya apalagi ketika tepat di tangannya itu dia merasakan gerakan kecil hingga membuatnya mengulum bibir menahan sorakan yang bisa saja pecah tiba-tiba saking senangnya.
Melihat mata berkaca-kaca Taeil membuat Lia tertawa pelan. Respon pria itu seperti sangat lucu di matanya.
"Sepertinya dia senang mendapatkan apa yang dia inginkan..." Ucap Lia yang diangguki juga oleh Taeil. Ia segera mengangkat ikan satu lagi dan menghidangkannya pada Lia.
"Kalau gitu kau harus makan sampai puas supaya besok dia bisa meminta yang lain lagi..." Ucap Taeil semangat meniupkan sobekan daging ikan dengan sumpitnya lalu menyuapkannya pada Lia sedangkan calon ibu muda itu hanya tertawa pelan melihat tingkah Taeil yang seperti anak kecil setelah dibelikan eskrim.
Tapi senyumnya mendadak luntur saat mengingat kembali apa yang sudah terjadi. Entah kenapa dalam benaknya malah membayangkan bagaimana jika Taeyong yang ada disana? Menemaninya, mencarikan apapun yang dia sedang idamkan seperti yang Taeil lakukan.
Mungkin usahanya tak akan sesulit Taeil karena Taeyong itu kaya. Iya, dia tahu itu. Tapi bukan itulah alasannya dulu sampai jatuh cinta pada gurunya sendiri. Itu murni karena dia memang merasa nyaman dan aman saat bersama pria itu yang bodohnya dia tak pernah bertanya mengenai status dari Taeyong secara langsung.
Taeil yang sibuk memilih daging ikan mendadak menoleh saat mendengar suara isakan dan entah kenapa hatinya merasa sesak melihat Lia menangis dan menghapus air matanya. Dia tahu meskipun tak pernah bertanya. Sebagai wanita hamil kata bundanya wajar jika Lia akan menjadi sensitif dalam berbagai hal. Termasuk menangis setiap mengingat kehamilannya itu.
"Hei...jangan menangis..." Ucapnya sambil menghapus air mata Lia dan menyisihkan rambutnya yang tertiup angin.
"Katakan, apa yang membuatmu menangis? Kau bisa ceritakan. Jangan dipendam sendiri..." Ucapnya lembut sembari mengusap pelan rambut Lia.
Gadis itupun menggeleng pelan kembali menatap jauh pemandangan di depannya dengan wajah sendunya.
"Semua akan baik-baik saja kan?"
Mendengar suara sendunya, Taeil malah makin merasa sedih dibuatnya. Ia tahu Lia sedang khawatir tapi dia tak yakin apa yang Lia khawatirkan setelah selama empat bulan ini semua berjalan baik-baik saja. Taeil meraih tangan Lia dan menggenggamnya lembut berusaha menyalurkan ketenangan untuk menghilangkan rasa gundah dari yang lebih muda.
"Apa yang kau takutkan?"
"Anakku... Aku takut aku tak bisa melindunginya dengan baik..." Cicit Lia yang membayangkan dirinya yang seorang single parent dengan pengalaman broken home juga toxic parenting dari istri baru sang papa membuatnya tak mampu mengasuh anaknya dengan baik nantinya.
"Aku takut melakukan kesalahan lalu membuat anakku membenciku..." Sambungnya lagi yang akhirnya tertunduk lalu menangis lebih kencang. Tanpa memikirkan apapun lagi, Taeil pun langsung merengkuhnya dalam pelukan dan memberikan usapan pelan pada punggung Lia. Berusaha menjadi sandaran kuat bagi tubuh Lia yang melemas itu.
"Kau takut karena kau merasa sendiri? Kau tak sendiri, Lia. Ada nenek, ada bunda, ada aku. Kau punya kita disini..."
Lia masih menangis kencang membuat Taeil makin mengeratkan pelukannya. Sungguh, dia tak tahu harus bagaimana mengatakannya,tapi dia benar-benar ingin menjaga Lia dengan segala kemampuannya. Dia tak pernah terpikirkan untuk membiarkan Lia sendiri apalagi sejak orang-orang mengira mereka adalah pasangan suami istri, mereka benar-benar menjalankan peran mereka selayaknya yang masyarakat bayangkan.
Tapi dia sadar, Lia pun pasti sadar kalau itu hanya pura-pura untuk menjaga nama baik Lia di desa itu. Tapi sampai kapan itu akan berhasil karena faktanya mereka hanya bersandiwara meskipun semua kepeduliannya nyata.
"Aku akan membicarakan ini..."
.
.
.

KAMU SEDANG MEMBACA
With Me [✓]
Fanfiction"Menikahlah denganku. Mungkin aku tak bisa memberikan seluruh isi dunia untukmu, tapi aku siap memberikan seluruh hidupku sebagai penggantinya..."