chapter 01

106 9 0
                                    

Kᴀʀʏᴀ ɪɴɪ ᴀᴅᴀʟᴀʜ ғɪᴋsɪ. Kᴀʀᴀᴋᴛᴇʀ, ᴛᴇᴍᴘᴀᴛ, ᴀᴅᴇɢᴀɴ ᴅʟʟ ʏᴀɴɢ ᴍᴜɴᴄᴜʟ ᴀᴅᴀʟᴀʜ ɪᴍᴀᴊɪɴᴀsɪ ᴘᴇɴᴜʟɪs. Aᴅᴀɴʏᴀ ᴋᴇsᴀᴍᴀᴀɴ ɪᴛᴜ ᴍᴇʀᴜᴘᴀᴋᴀɴ ᴋᴇʙᴇᴛᴜʟᴀɴ, ʜᴀʀᴀᴘ ᴛɪᴅᴀᴋ ᴀᴅᴀ ᴋᴇᴋᴇʟɪʀᴜᴀɴ ᴅᴇɴɢᴀɴ ᴋᴇɴʏᴀᴛᴀᴀɴ.

•••
- BAB 1 | KAMAR DI LANTAI 7 NOMOR 13 -
•••

Pintu kayu itu sudah tua, telah puluhan tahun termakan usia. Nampak dari warna catnya yang mulai usang dan terkelupas, knop yang longgar dan suara derit akibat engsel yang berkarat.

Dibalik pintu itu terdapat sebuah kamar, sama tua nya dengan pintu. Warna cat yang semula putih, telah berubah usang dan kotor, ada tulisan yang tidak tahu siapa pelakunya dibeberapa titik permukaan dinding. Kamar itu tidak kecil, tidak pula besar, ukurannya sedang saja, pas untuk ranjang ukuran satu orang, lemari pakaian, dan satu pasang meja dan kursi. Di sisi pintu yang lain, adalah pintu menuju kamar mandi.

Kamar itu berada di lantai 7, dengan plakat nomor 13 tertempel di depan pintu.

"Ini kamarmu," kata Jessie -Guru Bahasa Inggris di Sekolah Asrama Cartagana. Dia mempersilahkan seorang remaja perempuan untuk memasuki kamar barunya.

Namanya, Aruna Shintia, siswi baru yang baru saja ditransfer menjadi murid baru di sekolah mereka.

Runa mengangguk sopan, ia kemudian melangkah masuk sembari menyeret kopernya. Matanya bergeriliya, masih memperhatikan seisi kamar dengan perasaan skeptis. Sampai perhatiannya kembali beralih saat Bu Jessie memberitahu sesuatu.

"Jadwal kelasmu ada di sana, untuk ekskul, kamu bisa langsung menemui ketua ekskul yang ingin diikuti. Dan seragam sekolah ada di lemari. Aktivitasmu sebagai siswi akan dimulai besok. Jangan terlambat di hari pertama."

Runa baru saja hendak mengajukan pertanyaan, tapi, Bu Jessie lebih dulu menutup pintu dan pergi. Runa menghela napas berat, Ia lantas mendekati meja yang letaknya ada di samping lemari. Ia melihat selembar kertas di atas meja yang masih lenggang. Itu adalah jadwal kelas, lima hari pembelajaran dan dua hari liburan. Sama seperti sekolah normal lainnya.

Tapi ini bukan sekolah normal, tepatnya bukan untuk anak-anak normal.

Cartagana adalah sekolah khusus yang menampung sebagian besar anak-anak bermasalah yang tidak lagi diterima disekolah biasa, anak-anak yatim piatu dan anak-anak yang memiliki masalah dengan orang tua. Dari rumor yang menyebar, ada cukup banyak anak pengidap kelainan mental yang ditransfer di sini, mungkin itu sebabnya, kelas bimbingan konseling hampir setiap hari diadakan.

Runa sendiri, tergolong ke dalam dua hal. Anak yang bermasalah di sekolah lama, serta pengidap kelainan mental. Mungkin, jika menjelaskannya pada orang lain, kelainan mental akan lebih mudah, tapi sebenarnya, Runa tidak merasa demikian. Dia hanya merasa sulit mengenali setiap hal yang dilihatnya. Hal-hal yang tidak orang lain pahami.

Selanjutnya, Runa membuka lemari. Ia menemukan sepasang seragam sekolah di sana, lengkap dengan dasi dan pin nama yang bertuliskan namanya sendiri.

Awalnya, Runa tidak ingin pergi dan tinggal di sekolah ini. Namun, sejak kematian saudarinya, ibunya menjadi gila dan Ayahnya mengalami kesulitan dalam pekerjaan. Cartagana adalah satu-satunya sekolah dengan biaya termurah yang bisa didapatkan serta satu-satunya sekolah yang menerima transferan murid bermasalah. Runa tidak punya pilihan selain menyetujui.

Karena terkenal dengan sekolah penampungan anak bermasalah, Cartagana terletak jauh dari kota. Agar tidak menarik perhatian serta menghindari adanya konflik dari murid yang mungkin akan berbuat kenakalan.

Dire PlightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang