Kᴀʀʏᴀ ɪɴɪ ᴀᴅᴀʟᴀʜ ғɪᴋsɪ. Kᴀʀᴀᴋᴛᴇʀ, ᴛᴇᴍᴘᴀᴛ, ᴀᴅᴇɢᴀɴ ᴅʟʟ ʏᴀɴɢ ᴍᴜɴᴄᴜʟ ᴀᴅᴀʟᴀʜ ɪᴍᴀᴊɪɴᴀsɪ ᴘᴇɴᴜʟɪs. Aᴅᴀɴʏᴀ ᴋᴇsᴀᴍᴀᴀɴ ɪᴛᴜ ᴍᴇʀᴜᴘᴀᴋᴀɴ ᴋᴇʙᴇᴛᴜʟᴀɴ, ʜᴀʀᴀᴘ ᴛɪᴅᴀᴋ ᴀᴅᴀ ᴋᴇᴋᴇʟɪʀᴜᴀɴ ᴅᴇɴɢᴀɴ ᴋᴇɴʏᴀᴛᴀᴀɴ.
•••
- BAB 19 | ANYELIR
•••
Jam dinding antik di kamar Sandi berdetak nyaring, seolah ikut menghitung mundur waktu yang terasa begitu lambat. Cahaya bulan menembus celah tirai, menerangi wajahnya yang pucat pasi. Buku-buku tebal berserakan di atas meja belajar, namun tak satupun kata yang berhasil ia cerna. Pikirannya kacau, dipenuhi oleh rasa takut yang tak berdasar.
Sejak tadi sore, sakit kepala yang dirasakan Sandi semakin menjadi-jadi. Setiap denyutan terasa seperti palu yang menghantam pelipisnya. Tubuhnya terasa lemas, seolah ditarik ke bawah oleh kekuatan tak kasat mata. Ia berusaha untuk fokus pada buku di hadapannya, namun setiap kali mencoba, pandangannya menjadi kabur.
Tanpa disadari, sebuah kekuatan jahat sedang menjalin benang-benang hitam di sekelilingnya. Di suatu tempat yang jauh, dalam kegelapan malam, seorang sosok misterius tengah melakukan ritual kuno. Lilin-lilin hitam berkilauan menerangi wajahnya yang penuh kebencian. Dengan lihai, ia menggoreskan simbol-simbol aneh pada sebuah kertas perkamen, sambil melafalkan mantra-mantra yang terdengar menyeramkan.
Mimpi buruk mulai menyergapnya. Ia melihat sosok hitam yang menjulang tinggi, menjulurkan tangannya untuk mencekiknya. Napasnya tersengal-sengal, keringat dingin membasahi dahinya. Ia berusaha sekuat tenaga untuk bangun, namun tubuhnya terasa lumpuh.
Saat fajar menyingsing, Sandi terbangun dengan perasaan sangat lelah. Sakit kepalanya masih terasa, namun tidak seburuk sebelumnya. Ia mencoba untuk bangkit dari tempat tidur, namun kakinya terasa lemah. Ketika ia melihat ke cermin, ia terkejut melihat wajahnya yang pucat dan mata yang sayu. Seolah-olah ada sesuatu yang telah menghisap seluruh energinya.
Rasa sakit itu berlangsung hingga pagi tiba, membuatnya tidak bisa tidur. Sialnya, hari ini akan ada rapat osis.
Sandi mengerang pelan ketika dia berusaha bangkit dari tempat tidurnya, dengan susah payah pergi ke kamar mandi.
Air dingin yang membasahi wajahnya sedikit meredakan sakit kepalanya. Ia menatap bayangannya di cermin, matanya terlihat sayu dan lingkaran hitam mulai terbentuk di bawahnya.
"Gue harus ke sekolah," gumamnya pada diri sendiri.
Setelah bersiap-siap, Sandi keluar dari kamar. Bertepatan dengan keluarnya Brian, yang kamarnya tepat di seberang kamar Sandi.
Melihat keadaan Sandi, Brian mengernyitkan alisnya. "San, kenapa muka lo pucat banget?" tanya Brian.
Sandi hanya menggeleng lemah. "Nggak papa. Kurang tidur aja."
Tanpa kecurigaan, Brian mengangguk, lalu mengajak Sandi untuk berangkat bersama ke sekolah. Dengan berat hati, Sandi mengikuti Brian.
Sepanjang perjalanan, ia terus merasakan sakit kepala yang menyiksa. Sesampainya di sekolah, ia langsung menuju ruang OSIS. Rapat sudah dimulai, dan teman-temannya terlihat sibuk membahas agenda.
Sandi berusaha berkonsentrasi pada pembicaraan, namun pikirannya terus melayang pada kejadian-kejadian aneh yang dialaminya. Tiba-tiba, kepalanya terasa berdenyut sangat kencang hingga ia harus menutup matanya.
"Sandi, lo kenapa?" tanya Sena yang melihatnya. Cewek itu tampak sangat khawatir.
Erina, si wakil ketua osis yang duduk di sebelah Sandi dan tengah memberikan arahan, berhenti sejenak untuk mengecek partnernya.
"San, Lo sakit? Kalo iya mending lo ke uks aja deh, nanti gue aja yang lanjut mimpin rapat," kata Erin. Ikut khawatir.
"Sedikit pusing aja gue. Lo lanjut aja, Rin," jawab Sandi lirih.
Erin menghela napas pasrah. Tetap melanjutkan rapat.
Rapat terus berlangsung, namun Sandi merasa semakin tidak enak badan. Ia merasa seperti ada yang sedang mengawasinya. Pandangannya mulai kabur, dan akhirnya ia pingsan.
Semua orang dalam ruang rapat dibuat terkejut. Sena, yang sejak tadi mengawasi Sandi dengan penuh kekhawatiran, langsung beranjak dari tempat duduknya dan menghampiri Sandi.
"Sandi, astaga."
"Woy, bawa uks cepat."
"Aelah, si Sandi batu banget sih, di suruh langsung ke Uks tadi malah nggak mau."
"Sion, dari pada bacot, lo mending sini bantuin gue bawa Sandi ke uks," omel Bima. Menatap kesal Sion.
Sion mencibir pelan, dengan terpaksa membantu Bima membawa Sandi ke uks. Sena mengekori mereka, masih di penuhi kekhawatiran.
Sementara itu, Erin membubarkan para anggota osis sebelum menyusul tiga temannya yang membawa Sandi ke uks.
Di UKS, Sandi perlahan mulai siuman. Ia merasakan sakit kepala yang masih berdenyut hebat dan tubuhnya terasa lemas. Sena duduk di sampingnya, menatap khawatir wajah pucat temannya itu.
"Sandi, udah mendingan?" tanya Sena lembut.
Sandi hanya mengangguk lemah. "Gue nggak papa, kok," lirihnya.
"Jangan bohong, lo pucat banget. Lo kenapa sih, kok tiba-tiba pingsan?" tanya Bima khawatir.
Sandi ragu-ragu untuk menceritakan apa yang sebenarnya terjadi padanya. Ia takut teman-temannya akan menganggapnya aneh. Namun, ia juga tidak ingin terus menyembunyikan masalahnya.
"Gue nggak tahu. Tiba-tiba saja gue ngerasa cape banget dan kepala gue sakit," jawab Sandi jujur.
Sena menggenggam tangan Sandi erat. "Kalau lo merasa ada yang aneh, jangan ragu untuk cerita ya. Kita semua teman lo, kok."
Sandi tersenyum kecil. "Thnks, Sen."
Erin yang baru datang segera bergabung dengan mereka. "Udah tahu penyebabnya?" tanyanya.
Sandi menggeleng. "Gue nggak tahu."
"Mungkin lo kecapean," saran Erin. "Udah beberapa hari ini lo kelihatan lesu."
"Bisa juga karena terlalu banyak pikiran," tambah Bima.
Sena menatap Sandi dengan penuh perhatian. "Kalau lo merasa ada yang mengganggu, jangan ragu buat cerita ya. Kita akan bantu lo."
Sandi mengangguk. Ia merasa bersyukur memiliki teman-teman seperti mereka.
Obrolan mereka kemudian diinterupsi oleh suara bel masuk, memaksa empat teman Sandi untuk segera masuk kelas.
"Lo di uks aja dulu, San. Istirahat. Nanti biar gue ke kelas lo buat ngasih tau kalo lo lagi sakit," kata Erin, mencegah Sandi yang hendak beranjak dari ranjang Uks.
"Jangan batu, San," tegur Bima, tegas. Mewanti-wanti temannya tersebut untuk menuruti perkataan Erin.
"Iya, San. Lo istirahat aja di sini," tambah Sena.
Sandi menghela napas berat. Dengan terpaksa mengangguk, mengikuti nasihat teman-temannya.
Tidak lama setelah teman-temannya pergi. Sandi yang ditinggal sendirian di uks, memilih untuk tidur. Berharap, saat bangun nanti, dia akan punya lebih banyak energi.
Sandi dibangunkan kembali oleh bunyi bel istirahat. Tubuhnya merasa lebih bugar, serta rasa sakit kepalanya sudah hilang. Sandi bernapas legah. Tapi kemudian, Sandi menemukan sesuatu terletak di samping bantal.
Alisnya berkerut, Ia dilingkupi kebingungan karena keberadaan benda itu. Sebuah kelopak bunga anyelir.
To Be Continued
A/n
Jangan lupa vote dan komentar~

KAMU SEDANG MEMBACA
Dire Plight
ParanormalSerangkaian kasus kematian misterius terjadi di sekolah asrama Cartagana. Runa, sebagai murid baru yang menempati kamar lama dari korban pertama, mengalami rentetan penglihatan yang tertinggal di tempat kejadian. Sebuah tulisan "Know You Place" meni...