Ariel berkecak pinggang sembari menggeleng pelan. Diri nya menatap heran pemuda bertaring itu, "Gila, kau sungguh gila Allen. Kau tidak mau minum darah hewan selama berhari-hari, namun kau hampir membunuh gadis tak bersalah ini?"
Allen Archer, mata merah nya kembali menggelap dengan taring yang mulai menumpul. Sedangkan di samping nya ada Daniel yang memijit pelipisnya lelah.
Allen memutar bola matanya malas, "Sudah kubilang, darah hewan itu tidak enak. Aku bosan dengan darah tak jelas itu." ucap nya tegas.
Daniel yang geram akhirnya menoyor kepala Allen, membuat sang empu meringis pelan. Daniel menatap tajam teman nya itu, "Menurut mu, selama beratus-ratus tahun ini kau minum apa, hah?"
Allen mendelik tak suka, "Ya ya, terserah. Tapi kenyataannya sekarang, darah manusia itu sangat manis bagaikan madu." ucap nya lagi.
"Setelah beratus-ratus tahun, kau bahkan belum pernah meminum madu, dasar bodoh." sarkas Ariel. Allen jadi cemberut, bisa tidak sih tidak usah di ingatkan.
Daniel menepuk jidatnya. Mengapa diri nya berteman dengan dua orang aneh ini? Seketika semua kembali serius,
"Kau tahu, perbuatan mu tadi bisa menjadikan gadis itu seorang vampire. Atau mungkin saja, dia bisa tiada, dan hanya karena kecerobohan mu." ucap Daniel.
Allen mengedikkan bahu tak acuh, "Lagian, siapa suruh punya darah sangat manis. Aku 'kan jadi kecanduan." ucap nya dengan kekehan di akhir.
"Pokoknya, setelah dia bangun, kau harus minta maaf. Setidaknya berperikemanusiaan lah, Allen." ujar Ariel lantang.
Allen tertawa keras, "Aku vampire, bukan manusia. Jadi buat apa berperikemanusiaan? Lagipula, bukan tugas ku juga untuk menahan rasa lapar. Kalian tahu sendiri, aku ini sudah tak minum selama tiga hari." ucap nya dengan wajah meremehkan.
"Itu salah mu sendiri, dasar tidak waras." balas Daniel memalingkan wajahnya karena kesal.
"Kami akan pergi, kau jaga gadis itu sampai diri nya sadar. Dan jangan lupa untuk minta maaf, ah dan satu lagi, jangan minum darah nya lagi." Ariel kembali berucap dengan penekanan di setiap kata nya.
"Antar dia pulang kerumahnya dengan selamat." timpal Daniel.
Dua pemuda itu perlahan menghilang, meninggalkan Allen sendirian. Hening, Allen hanya menatap gadis yang terbaring di kasur itu dengan seringaian.
"Dari pada melepaskan seekor burung, akan lebih baik kita memelihara nya kan? Ssst.. Siapa yang menyuruhmu untuk datang ke gubuk ini; tidak ada kan? Jadi bukan salah ku, dong." gumam Allen dengan tangan membelai pipi si gadis.
"Pixy Anjani? Ah, namamu sangat manis, semanis darah mu." sambung nya ketika melihat nametag pakaian gadis itu. Tak lama kemudian dia tertawa keras, tak peduli jika gadis itu akan terusik ataupun bangun.
.
.Gadis itu melenguh pelan. Mata nya kembali terbuka. Dia mencoba untuk duduk, namun dia merasakan pusing di kepala dan sakit di bagian lehernya.
Gadis itu mencoba mengingat apa yang terjadi. Dia mengerjab pelan, melihat sekeliling. Ini masih di gubuk itu, pikir nya. Mata nya kembali mengelilingi ruangan itu,
"Boo!"
Gadis itu sontak berteriak kaget. Sedangkan Allen terkekeh pelan melihat wajah putih gadis itu mulai menjadi merah padam, "Oh, kau marah? Maaf~"
"Kau?! Kau yang- akh!" gadis itu ingin marah namun pusing kembali melanda nya. Gadis itu menggeram tertahan, sesekali meringis. Jari nya mulai memijit pelipis kepala nya.
"Aku? Iya, aku yang menggigit mu tadi." jujur Allen. Gadis itu terkejut, "Kenapa? Kau tak percaya? Mau aku buktikan lagi? Akan kulakukan dengan senang hati loh, kalau mau." sambung Allen.
"Kau- kau seorang-" ucapan sang gadis lagi-lagi terpotong ketika mendengar tawaan sarkas yang terdengar meremehkan itu.
Allen berpura-pura menyeka air mata nya, "Kupikir kau bodoh, tapi ternyata kau pintar juga. Iya, aku seorang vampire. Ah, maafkan aku karena telah meminum darah mu ya~"
"Walaupun sepatutnya aku tak minta maaf." sambung Allen di akhir.
Tubuh gadis itu gemetar. Dia mengepalkan erat tangan nya, bersiap untuk meninju orang menyebalkan didepannya ini.
Gadis itu berkesiap ketika wajah pemuda itu mendekati wajah nya, hanya tersisa beberapa centi saja. Bahkan gadis itu bisa merasakan harum nya wajah itu.
"Ngomong-ngomong, darah mu manis juga ya, Pixy~ Aku jadi mau lagi." goda Allen. Sontak gadis yang di sebut Pixy itu mendorong kuat dada bidang si pemuda.
"Kasar sekali sih." ucap Allen dengan nada sedih. Sedetik kemudian dia merubah raut wajah nya menjadi dingin, membuat Pixy menelan ludah nya kasar. Apakah dia membuat pemuda tak waras ini marah?
"Aku ingin merasakan darah mu setiap hari."
"Dasar gila! Aku bisa mati, tidak-tidak! Aku hanya tak sengaja berurusan dengan mu, maafkan aku. Aku janji tak akan memberitahukan keberadaan mu kepada pemburu." tolak gadis itu dengan air mata yang mulai turun membasahi pipinya.
Kilat mata Allen kembali menjadi merah. Dengan kasar dia meraih dagu si gadis agar bertatapan dengan nya, "Jadilah minuman ku setiap hari, maka aku tak akan pernah membunuhmu dan kau juga tak akan mati."
"Jika kau menurut, maka hanya aku yang akan meminum darah mu. Namun jika kau tidak mau, maka kau akan di habisi oleh beberapa vampire lain nya." lanjut nya.
Allen menghempaskan dagu sang gadis, membuat Pixy menolehkan wajah nya ke samping. Netra merah itu kembali menjadi hitam, dan kini wajahnya tak lagi dingin. Allen menampakkan senyum nya,
"Bagaimana? Tawaran ku itu menarik loh. Aku dapat untung, dan kau juga akan selamat. Jika kau tidak mau, aku bisa saja membunuhmu sekarang, atau tidak menjual mu pada vampire lain~"
To be continued..
.
.Jangan lupa vote ya
KAMU SEDANG MEMBACA
My Mate Blood is Truly Sweet [END]
FantasyTerkadang takdir seseorang itu tidak ada yang tahu.. contohnya siswi ini, dia awalnya mau pulang sekolah dan apesnya justru dia bertemu dengan para preman gang dan dia pun berlari untuk selamatkan dirinya, dari kejauhan dia melihat ada tempat untuk...