Chapter thirty two

137 15 0
                                    

Semuanya bekerja. Allen dan Pixy yang bertugas untuk membakar daging. Lalu Eileen yang menyiapkan bahan serta bumbunya. Tak lupa juga Ariel yang terlihat mencoba untuk mendekati Amora. Dan Daniel yang kini hanya berdiam diri karena Nadine duduk di depannya.

Elkaero? Entahlah, pemuda itu menghilang sejak tadi. Namun tak lama kemudian, ia datang, membawa beberapa mimuman, lalu bersiap untuk menghampiri Allen yang sedang melakukan bagiannya.

"El? Kau dari mana saja?" Eileen bertanya.

Elkaero menoleh ke arahnya. Ia tersenyum, "menyiapkan air minum, tak mungkin kita makan tanpa minum 'kan?" katanya. Eileen ber-oh ria lalu mengangguk singkat.

Lantas Eileen melihat ke arah Pixy dan Allen. "Kalian sudah selesai? Dagingnya belum matang juga?" tanyanya.

"Sebentar lagi," sahut Pixy.

"Bagaimana sih cara membedakan yang matang atau belum? Pixy-pixy, apakah ini sudah matang?" tanya Allen dengan tangan menunjukkan ke arah daging yang ia bolak-balikkan.

"Lihat daging itu, apakah warnanya sudah berubah dari saat ia mentah?" tanya Pixy. Allen mengangguk. "Nah, artinya itu sudah matang, ayo angkat." lagi-lagi Allen mengangguk dan melakukan apa yang dikatakan oleh Pixy.

Setelah semuanya siap, merekapun akhirnya makan. Allen mengerjap pelan ketika ia melihat ada satu minuman bersoda di meja itu. Dia menoleh ke arah Elkaero. "Soda? kau membelinya?" tanyanya.

Elkaero mengangguk. "Kau ini ada-ada saja. Pixy dan Eileen tak bisa meminum ini," ungkap Allen.

"Benar, lagipula aku tau hal itu. Makanya aku membeli minuman lain. Itu untuk kita saja, jika kau tak mau ya tidak apa sih." kata Elkaero enteng.

Allen menghela nafasnya. "Tidak, terimakasih tawarannya. Kau saja yang minum," ujarnya. Elkaero mengangguk, buat apa juga ia memaksa Allen untuk meminum itu.

.
.

"El, apa yang kau minum?" tanya Eileen yang dari tadi melihat Elkaero meneguk minuman yang berbeda darinya. "Apakah aku boleh minta?" tanyanya, lagi

Elkaero menjauhkan cangkirnya, "tidak. kau minum saja yang ada di meja itu Eileen." Eileen menatapnya kesal, "cih, pelit sekali!" semburnya kemudian. Sebenarnya gadis itu cukup curiga dengan Elkaero, namun bodo amat lah, batinnya.

Sedangkan pixy disini mengamati gerak-gerik kedua sahabatnya dengan sahabat Allen. Ia dapat lihat jika Ariel dan Amora sudah cukup dekat. Namun berbeda dengan Daniel dan Nadine, mereka terlihat canggung dan tak berbicara satu sama lain.

Sekarang Pixy mengerti, benar kata Allen, Daniel memiliki sifat yang cuek terhadap orang lain. Dan Nadine terlalu memliki sifat yang pemalu. Akan sulit untuk menyatukan keduanya.

Tapi bukan itu yg sebenarnya terjadi. Sejujurnya saja, Daniel itu juga berniat untuk mendekati sahabat nya Pixy. namun ia mau melihat dahulu, sejauh mana Nadine bisa bertahan dengan sifatnya yang kelewat cuek.

"Nadine dan Daniel akan mencuci piring!" putus Pixy tiba-tiba. Nadine awalnya ingin protes, namun melihat wajah Pixy, ia jadi mengiyakan permintaan tak masuk akal temannya itu.

Dan berakhirlah keduanya di sini. Canggung, itu yang mereka rasakan. "Eum, kau temannya Allen, ya?" tanya Nadine memulai pembicaraan. ia pikir Daniel akan membalasnya dan ia akan bisa mencari topik lain.

Namun sayangnya Daniel hanya menjawabnya dengan deheman singkat. Membuat keduanya kembali menjadi diam. Hening, dan tenang. Hanya ada suara air yang mengalir di antara mereka.

.
.

"Pixy sepertinya kami harus pulang, maaf ya. Orang tua kami menelepon." kata Amora tak enak hati.

Pixy tersenyum. "Tidak apa-apa, ngomong-ngomong terimakasih sudah berkenan untuk datang. Hati-hati di jalan ya!" jawabnya.

Kedua sahabatnya mengangguk lalu pergi dari sana. Dan akhirnya, tinggalah mereka berenam. "Hilangkan gengsi mu itu Niel, padahal kau sudah memiliki kesempatan untuk berbicara dengan Nadine." kata Ariel.

"Kau seperti tak tahu Daniel saja" celetuk Allen

"Aku masih trauma dengan yang kemarin." Allen mendelik kesal. "Jangan samakan Nadine dengan dirinya bodoh. Tak semua orang itu sama," katanya.

Disini, Pixy dan Eileen sedang berbincang. "Bagaimana? Enak dagingnya?" tanya Pixy.

Eileen mengangguk. "Enak. Namun ada beberapa yang sedikit pahit.'' ucapnya. Pixy mengangguk, "hm benar, kurasa karena Allen terlalu lama membakarnya." jelasnya.

"Kau mengantuk, ayo tidur." ajak Eileen ketika melihat Pixy menguap berkali-kali. Gadis itupun mengangguk mengikuti perkataan eileen.

"kalian akan menginap disini?" tanya Eileen kepada kedua sahabat Allen. Mereka menggeleng, "tidak, kami akan pulang" kata Ariel.

"kami pulang ya, terimakasih atas makanannya." sahut Daniel.

Mereka berempat pun akhirnya masuk ke dalam rumah. Dan disini Elkaero terlihat seperti pusing, ia kelimpungan sendiri sampai Allen harus membopongnya. "Kalau tak kuat, jangan memaksa, dasar." bisik Allen.

"Kami ke kamar ya. Pixy sudah sangat mengantuk." kata Eileen. Allen mengangguk, "selamat beristirahat" ucapnya dengan senyuman manis.

To be continued..

.
.

Jangan lupa vote ya

My Mate Blood is Truly Sweet [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang