"Situasi macam apa tadi?"
Saat ini Agnes, dan Morgan, sedang di dalam mobil menuju kantor. Rupanya Agnes, masih memikirkan kejadian tadi pagi.
Hati dan pikirannya masih tidak percaya jika Gansa, sama sekali tidak panik ataupun marah melihat Agnes, seranjang bersama dengan Morgan.
"Kenapa harus jadi pikiran?" tanya Morgan, santai.
"Bagaimana tidak jadi pikiran tuan Morgan, saya sangat kaget dengan kejadian tadi pagi." cibir Agnes, menekan kata 'tuan' dan kata 'saya'.
"Apa masalahnya? Papah, emang udah tau sejak awal kalo kita saling mencintai, dan bahkan papah, tau aku sering main di kamar bareng kamu." jelas Morgan, membuat Agnes, termohok melotot.
"Apa masalahnya? Kenapa abang malah bertanya apa masalahnya? Santai banget! Gimana kalo sampai mamah, tau?"
"Gak papa, bagus dong kalo sampai mamah, tau! Jadinya aku, tinggal mempersiapkan diri untuk jadi suami kamu." pede Morgan, dengan hanyalah di awang-awang.
"Dih gaco."
"Kok ngaco? Papah, sudah memberikan lampu hijau, tinggal mamah, yang belum."
"Apa? Gilanya! Bisa-bisanya."
Kenapa Morgan, berpikir terlalu jauh? Apa kata dia menikah? Apa dia kira menikah itu mudah, tidak semudah itu! Lagian Agnes, rasa hatinya tidak ada sedikitpun untuk lelaki itu.
Untuk saat ini! Memang hatinya tidak ada untuk Morgan, entah nanti?.
Agnes, menggelengkan kepalanya tidak sangka papahnya dengan kakaknya, ternyata sama saja. Bukannya menggubris kelakuan anaknya, ini malah dengan tenang membiarkannya.
"Tidak ada kata cinta dalam hubungan ini." celetuk Agnes, sesaat setelah meresapi ucapan Morgan.
"Yakin gak ada cinta?"
"Gak ada."
"Kok aku, gak yakin ya? Oke, jika begitu akan aku buat kamu jatuh cinta sama aku." tantang Morgan.
Agnes, memutarkan kedua bola matanya secara jengah. Terlalu sebal sebenarnya dengan sikap Morgan, yang seenaknya memperlakukan Agnes, seperti sudah jadi miliknya sendiri.
Apa lagi jika melihat Agnes, bersama dengan laki-laki lain udah jelas bakal ngambek, posesif, dan tubuh Agnes, jadi sasaran liar nafsu Morgan, di ranjang.
"Terserlah. Coba saja kalo bisa." pungkas Agnes, tanpa menatap Morgan.
"Kalo aku bisa, gimana?" tanya Morgan, sedikit ada candaan.
"Tidak mungkin bisa." pasti Agnes.
Ingin memiliki hatinya? Agnes, rasa Morgan, terlalu percaya diri bakal memenangkan hatinya yang sudah beku karena tertutup oleh rasa kesal, dan mungkin benci.
"Aku percaya dengan hal itu." pede Morgan.
"Aku, sebaliknya. Kau, bukan lelaki idamanku!"
ucapan Agnes, mampu membuat hati Morgan, sedikit sakit but, itu tidak begitu terpengaruh dihatinya.
Lelaki itu diam tak bergeming setelah mendengar ucapan dari Agnes, barusan. Kemudian dia berpikir, apakah benar tidak ada cinta di hati Agnes, untuknya? Lantas pelukan waktu malam kemarin apa? Bukannya dia sangat khawatir? Bukannya rasa khawatir itu ada atas dasar cinta yang dia bina di hatinya? Kemudian, malam kemarin apa dia resah dengan kejadian yang menimpa dirinya karena perbuatan ayahnya sendiri, sungguh sulit mengartikan semuanya.
"Bagaimanapun caranya aku akan mendapatkan kamu." batin Morgan.
*****
Agnes dan Morgan, kini sudah sampai di kantor milik Gansa, keduanya masuk di sambut hangat oleh pegawai di sana. Hanya ada senyuman hangat dan manis dari bibir Agnes, ketika semua karyawan membungkuk hormat kearah mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
TUBUHMU MILIKKU!
Jugendliteraturmengandung cerita dewasa 18 sampai 21++ mau lanjut baca ya udah tanggung sendiri. jangan lupa setelah membaca tinggalkan ⭐, follow, dan komen ya guys. ****** punya abang lelaki itu emang menyebalkan apa lagi jika abang tiri seperti Morgan, selalu m...