Morgan, melotot kearah Aiden, setelah mendengar ucapan apa saja yang di ucapkan Aiden, pada Agnes minggu lalu, jelas saja saat ini Agnes, tidak ada di rumah semua itu ulah Aiden.
"Kenapa berbicaralah seperti itu, kepada gadis yang sedang rapuh seperti dia?"
"Bukannya sebaliknya? Kau, yang rapuh! Bukan dia. Gue, lihat dia baik-baik aja tuh?" julid Aiden.
"Baik-baik aja apanya? Seinget gue, sebelum gue, pingsan dia nangis sesenggukan, dan dia chat Lo,kan? Lo, bilang dia baik-baik aja? Bahkan saat dia liat gue, terluka parah dia langsung nangis, Gila Lo! di tambah ucapan Lo, yang ngebuat dia semakin down! Ingat, mental cewek, hati cewek, gak sekuat yang kita lihat, cewek itu hatinya rapuh, dan sensitif."
Ujung-ujungnya Morgan, jadi ceramah tentang cewek pada Aiden. Kesal rasanya seenaknya saja Aiden, berucap pada Agnes, jelas saja gadis itu bakal lebih sakit.
Aiden, kembali berpikir dan memutarkan otak ke 1minggu yang lalu. Di mana Agnes, menangis dan meminta tolong agar Aiden, menyadarkan Morgan, bahkan saat dokter tibapun Agnes, terus saja menangis meminta pada dokter cepat-cepat menangani Morgan.
"Lo, gak bakal ngerti sampai kesana Den, sekarang hari sudah malam dia belum pulang, menurut Lo, kenapa dia belum pulang?" tanya Morgan, dan Aiden, hanya menggelengkan kepalanya. "Karena dia takut sama Lo! Dia, takut Lo, ngomong yang ngebuat dia sakit hati, dan dia takut Lo, gak ngijinin dia buat liat Gue." lanjut Morgan.
"Udah terlanjur juga. Tunggu aja, nanti juga dia pulang." elak Aiden, tak ingin masalah panjang, dan tak ingin mendengar cerocosan lagi dari mulut Morgan.
"Tetap saja semua ini salah Lo!" tekan Morgan, tak mau ngalah dan kesal pada Aiden.
*****
"Kejar dia. Jangan sampai lolos!" perintah Zartin.
Setelah tau jika Zarel, dan Zartin, melihatnya Agnes, buru-buru lari sekuat mungkin. Dengan tangan memegangi perutnya yang sangat sakit? Entah kenapa Agnespun, tidak mengerti? Padahal hanya terbentur meja saja? memang lumayan hebat benturan itu, tapi kenapa harus sesakit ini, bahkan ada darah mengalir dari paha hingga betis.
"Aww. Sakit sekali. Hiks! Tuhan tolong aku." rintih Agnes, tubuhnya terjatuh di tanah dekat mobil.
Agnes, menyenderkan kepalanya di mobil entah milik siapa, kepalanya jadi pusing, bibirnya sudah pucat pasi, kedua tangannya terus meremas perut yang begitu sakit.
"Kenapa sesakit ini?" rintih Agnes, suaranya melemas.
"Agnes..." teriak Zartin.
Mendengar suara sang ayah, Agnes buru-buru membenarkan dirinya di balik mobil itu agar tidak terlihat oleh kedua orang itu.
"Gila tuh cewek, larinya cepat juga." puji Zarel.
"Cepat cari dia. Sebelum dia, pulang ke rumah dan mengadu pada Morgan."
"Kenapa kalo dia mengadu pada lelaki itu? Takut sama dia?" ejek Zarel, dengan senyum miring.
Zartin, mencengkram erat kerah baju Zarel, matanya melotot, wajahnya merah karena emosi, mendengar Zarel, seolah-olah meremehkannya.
"Siapa yang takut sama bocah kaya dia? Bahkan dia udah babak belur sama tangan gue, sendiri!"
"Slow. Kalo emang gak takut, ya gak papa dong Agnes, kerumah dan ngadu sama Morgan. Permainan akan semakin seru." tukas Zarel, dengan senyuman liciknya.
"Biadab!" umpat Agnes, tak habis pikir pada sang ayah yang ingin menjual putrinya sendiri.
Padahal Agnes, itu darah daging Zartin, sendiri. Dengan keadaan dia seorang gadis, namun entah kenapa Zartin, rela menjual putrinya sendiri hanya demi uang. Sungguh Agnes, hingga detik ini tidak mengerti dengan jalan pikir sang ayah.
KAMU SEDANG MEMBACA
TUBUHMU MILIKKU!
Teen Fictionmengandung cerita dewasa 18 sampai 21++ mau lanjut baca ya udah tanggung sendiri. jangan lupa setelah membaca tinggalkan ⭐, follow, dan komen ya guys. ****** punya abang lelaki itu emang menyebalkan apa lagi jika abang tiri seperti Morgan, selalu m...