Matahari pagi menyelusup masuk kedalam celah jendela kamar Morgan, angin pagi yang menyapu gorden, kicauan burung, dan udara di pagi hari, dengan tanah dan jalanan yang masih basah akibat hujan semalam.
Agnes, mengerjapkan matanya, terbangun dari tidurnya, wajahnya ia arahkan ke wajah netral Morgan, melihat wajah tampan Morgan, yang masih terlelap tidur.
Gadis itu ingin bangun dan duduk, namun tangan kekar Morgan, senantiasa memeluknya dari semalam, membuat gadis itu tidak bisa bergerak kemana-mana.
"Abang, bangun. Ini sudah pagi, aku harus sekolah." panggil Agnes, menggoyang lengan sang kakak.
Morgan, bangun dia meleguh, menggeliatkan tubuhnya, mengucek matanya, dan duduk menyenderkan punggungnya di kepala ranjang bersama dengan Agnes.
"Mandi bareng." ajak Morgan, setelah dia sadar dari rasa ngantuknya.
"Abang, gila. Gak mau, aku ingin kekamarku saja." tolak Agnes, ingin bangkit turun dari ranjang.
Namun dengan sigap dan cekatan tangan Morgan, langsung membawa tubuh Agnes, masuk kedalam dekapannya.
"Aku, gila itu karenamu," ucap seksual Morgan, di telinga Agnes.
"Siapa suruh menggilaiku, sudahlah cepat lepaskan." tolak Agnes.
"Tidak ada penolakan." ucap Morgan, yang bangun dari tempat tidurnya, membawa tubuh Agnes masuk kedalam kamar mandi.
"Abang, kalo gini caranya, mandi kita bakal lama." elak Agnes, berusaha membujuk agar tidak mandi bareng.
"Tidak akan." jawab Morgan, tersenyum menggoda.
Morgan, mengunci pintu kamar mandi, membuka seluruh bajunya menyisakan cdnya. Agnes, yang melihat tubuh kekar Morgan, dia terpaku dengan roti sobek milik Morgan.
Selama hampir 1thn mereka bersama dan sering melakukan hal itu, baru kali ini Agnes, melihat full body Morgan, sungguh indah di pandang.
Morgan, menarik tubuh Agnes, mencium bibir gadis itu dengan lembut, tangannya membuka kancing piyama Agnes, melemparkan bajunya di sembarangan tempat.
"Eumm." desah Agnes, kala tangan Morgan, meremas dadanya.
Morgan, mengangkat tubuh Agnes, di tempatkan di bathtub, membuka seluruh baju Agnes, tidak menyisahkan sehelai benang pun di sana.
Di dalam bathtub tidak ada air sedikitpun dengan leluasa Morgan, bisa bermain panas di sana, ciuman lelaki itu turun ke leher, kemudian ke telinga, lalu ke bagian dada Agnes.
"Akhh. Eumhh." desah Agnes, tubuhnya tidak bisa diam karena nikmat.
Tangan Agnes, meremas rambut Morgan, tangan satunya lagi mengait ke leher Morgan, lelaki itu kini bermain liar menghisap, menjilati, dan membuat tanda merah di dada gadis itu.
Morgan, menciumi setiap inti tubuh Agnes, hingga pada bagian bawah, Morgan, membuka kedua paha Agnes, mengangkat kedua kaki Agnes, memperlihatkan keindahan yang membuat Morgan, semakin liar.
"A-abang akhh. Ce-cepat sedikit." pinta Agnes, kepada Morgan.
Morgan, hanya tersenyum mendengar permintaan dari gadisnya, lelaki itu lantas menjilati, dan menghisap milik Agnes, memainkannya menggunakan bibir serta tangan.
"Akhhh. Eumhhh." desah Agnes, tubuhnya menggeliat, kepala mendengong ke atas, pikirannya melayang.
Morgan, terus bermain di bawah sana tanpa sadar miliknya sudah mengeluarkan cairan di dalam Cd sana, kini tinggal menunggu Agnes, pelepasan.
"Sebut namaku baby," pinta Morgan, menghentikan aksinya.
"Morgan, akhh. Eumhhh." desah Agnes, menuruti permintaan Morgan.
Lelaki itu terus menghisap, menjilati, dan bermain hingga cairan putih hangat keluar dari dalam surgawi Agnes.
Morgan, sangat puas melihat tubuh Agnes, yang terlentang di bathtub, milik Agnes, dan tubuhnya selalu membuat dia candu, walaupun belum mencoba milik Agnes, sepenuhnya tapi Morgan, benar-benar puas.
"I Love you baby." ungkap Morgan, menciumi pipi Agnes, yang terlihat lemas.
*****
Seperti biasa Agnes, akan menunggu Morgan, di dekat gerbang sekolah untuk menjemputnya, namun kali ini berbeda sudah 1jam dia menunggu, bahkan pesannya pun tidak di balas oleh Morgan, entah berapa kali Agnes, menelpon namun nomor sang kakak tidak aktif.
"Bang Morgan, kemana sih?" khawatir Agnes, mondar mandir bak setrikaan.
Sebuah motor hitam bercorak merah mendarat di hadapan Agnes, gadis itu mengetahui siapa pemilik motor itu. Ya lelaki itu Zarel anggara putra, teman sekelas Agnes, sekaligus crush dambaan nya.
"Zarel," panggil Agnes, menatap wajah Zarel.
"Aku, anterin aja pulang ya? Udah satu jam kamu disini." tawar Zarel, tanpa membuka helmnya.
"Tapi... Gimana ya." bingung Agnes.
Hati Agnes, agak risih, dan khawatir, takut kejadian ini seperti kemarin, dia mengiyakan tawaran Zarel, eh malah Morgan, datang dengan wajah sinis nya.
"Udah gak papa ayok, kakak kamu gak bakal datang." ucap Zarel, menyakinkan Agnes.
"Ya udah deh." setuju Agnes, menaiki motor lalu Zarel, menyalakan mesin kemudian pergi dari sana.
Tidak memakan waktu banyak Zarel, dan Agnes, sampai di depan gerbang rumah, gadis itu turun dari motor, membuka helm, mengembalikannya pada Zarel.
"Thanks ya Rel," ungkap Agnes, sambil tersenyum.
"Ya, sama-sama. Ya udah aku, pulang ya?" pamit Zarel.
"Iya hati-hati." jawab Agnes, melambaikan tangan menatap punggung Zarel, yang kian jauh dan semakin tidak terlihat.
Agnes, masuk kedalam rumah setelah mengunci gerbang, dan menutup pintu utama, gadis itu celingukan melihat setiap isi rumah, begitu sepi tak berpenghuni.
"Sebenarnya bang Morgan, kemana sih? Apa masih di kantor?" pikiran khawatir begitu menggerogoti hati Agnes, saat ini.
Entah kenapa perasaannya saat ini tidak enak jika mengingat nama Morgan, entahlah Agnes pun bingung dengan situasi sekarang ini.
Bingung mengenai hatinya yang kada juga khawatir pada Morgan, tapi kadang-kadang benci, apa lagi jika Morgan, selalu meminta jatah, dia sangat muak.
Tidak ingin berpikir terlalu jauh gadis itu berjalan menyusuri anak tangga, dengan tubuh lemas karena capek.
Cek-lek.
Bughh.
Agnes, menghentikan langkah kakinya, kepalanya dia ririkan ke belakang di mana pintu utama terbuka, dan Morgan, terjatuh di ambang pintu.
"Bang Morgan," panik Agnes, melepaskan tas sekolahnya di tangga, kemudian kakinya dengan cepat turun menghampiri Morgan.
"Akhhh." ringis Morgan, kesakitan.
Terlihat wajah Morgan, babak belur biru di bagian sudut mata, dan berdarah di ujung bibirnya, lelaki itu terlukai lemas di lantai dengan tangan memegangi perutnya.
Agnes, menyibakan tangan Morgan, yang menutupi perutnya, alangkah kagetnya Agnes, melihat darah segar keluar dari balik baju yang masih melekat di tubuh Morgan.
"Abang. Kenapa ini? Kenapa seperti ini?" panik Agnes, tanpa sadar air matanya jatuh.
Morgan, tidak menjawab apapun, bibirnya pucat pasi, giginya berderet menandakan jika dia sedang menahan sakit yang amat luar biasa sakit.
.
.
.
#TBC.
KAMU SEDANG MEMBACA
TUBUHMU MILIKKU!
Teen Fictionmengandung cerita dewasa 18 sampai 21++ mau lanjut baca ya udah tanggung sendiri. jangan lupa setelah membaca tinggalkan ⭐, follow, dan komen ya guys. ****** punya abang lelaki itu emang menyebalkan apa lagi jika abang tiri seperti Morgan, selalu m...