penyesalan.

6K 43 0
                                    

"Hallo mah? Mamah, kapan pulang sih? Aku, udah kangen mamah, sama papah."

Agnes, sangat antusias mengobrol dengan sang ibu lewat telpon, sudah 1bulan Zelita dan Gansa, berada di Kanada untuk urusan bisnis mereka.

"Iya, sayang. Mamah, juga sama udah kangen banget sama kamu."

"Terus kapan mamah, pulang?" tanya Agnes, dengan wajah di buat buat.

"Kayanya 1bulanan lagi. Soalnya bisnis papah kamu, makin panjang. Dan lagi banyak yang ingin bergabung dengan bisnis papah. Jadinya bisa 1bulanan lagi mamah, di kanada." jelas Zelita.

"Ya udah deh mah. Mamah, sehat-sehat di sana ya, jangan lupa minum vitamin, bilang sama papah, jaga kesehatan, jangan terlalu capek." ucap Agnes, begitu care terhadap sang ayah.

"Iya sayang. Papah, pasti jaga kesehatan! Kamu, juga sehat-sehat di sana. Morgan, jagain kamu teruskan?" teriak Gansa, dari balik telpon sana.

Mendengar kata Morgan, membuat wajah Agnes, murung dan sedih. Sudah beberapa hari ini Morgan, benar-benar menepati ucapannya. Dia tidak lagi peduli dengan Agnes, seperti kemarin-kemarin, dia tidak lagi mengejar Agnes, tidak lagi memperjuangkan Agnes, bahkan saat hujan petir, Morgan tidak lagi jadi pelindung Agnes.

"Sayang kamu baik-baik ajakan sama Morgan? Gak ada yang ganggu kamukan?" khawatir Gansa, melihat wajah Agnes, yang sedih dan tidak menjawab apapun darinya.

"Iya. Baik-baik aja ko pah, semuanya aman." jawab Agnes, dengan senyuman di paksa.

"Baguslah kalo begitu. Ya sudah papah, harus kembali bekerja." pamit Gansa.

"Mamah, tutup telponnya ya sayang. Ingat jaga kesehatan."

"Iya mah."

Sambungan telpon terputus Agnes, menghela nafas berat, dia kembali murung mengingat Morgan, sudah 2malam tidak pulang kerumah, apa ini sebenarnya? Agnes, bingung dengan hati dan pikirannya? Sungguh membingungkan.

Di sisi lain bukannya dia tidak mencintai Morgan, sama sekali? Bahkan saat ini Agnes, sudah memiliki pacar yaitu Zarel, namun entah kenapa ketika berpacaran dengan Zarel, hatinya biasa saja, bahkan otaknya terus saja mengingat Morgan.

"Akh... Kenapa hatiku jadi plin-plan ginisih?" teriak Agnes, menjatuhkan tubuhnya ke kasur.

Krek!

Brugh!

"Hah!" kaget Agnes.

Gadis itu kembali bangun karena mendengar suara pintu terbuka, dan seperti ada yang terjatuh. Agnes, buru-buru keluar dari kamarnya mengendap pelan menuruni tangga, melihat pintu utama terbuka dan seperti seseorang tengah kesakitan di bawah lantai sana.

"Si-siapa itu?" tanya Agnes, dengan rasa takut terus menuruni tangga, karena situasi gelap.

Hingga pada dasar lantai Agnes, menghampiri seseorang yang tergeletak bersimpuh darah, sungguh panik dan takut, kemudian gadis itu berjongkok membalikkan tubuh orang itu agar bisa melihat wajahnya.

"Hah. Bang Morgan?" panik Agnes, matanya membulat kaget melihat Morgan, dengan badan penuh dengan luka.

Agnes, kembali berdiri menghidupkan lampu agar bisa dengan jelas melihat Morgan, dan lukanya. Lalu sebisa mungkin Agnes, mengangkat tubuh Morgan, memapah nya ke sofa.

"Kenapa bisa seperti ini? Apa kamu, berantem lagi sama anak buah ayahku? Hikss gak pulang beberapa malam, pulang-pulang malah kaya gini hiks." cerocos Agnes, bersama dengan isak tangis.

Morgan, hanya tersenyum lemas, bibirnya tidak dapat berbicara apapun karena rasa sakit, dan darah yang begitu banyak keluar. Bagian pinggang kembali terluka parah, tangan ada sayatan pisau, wajah babak belur tak berbentuk, bagian paha celananya sobek dan ada sayatan pisau juga, sungguh saat ini Morgan, terluka lebih parah.

TUBUHMU MILIKKU!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang