"Kamu selalu sama aku kan? Temenin aku terus kan?"
---*---
"Langsung bawa ke ER aja, gue ke sana." Seokmin menutup sambungan telfonnya, melirik ke arah jam di atas nakas, pukul 1 dini hari dan akhirnya ia merasakan panggilan darurat lagi.
Meski telah ajukan resign, nyatanya tak semudah itu bagi Seokmin untuk sepenuhnya lepas dari rumah sakit tempatnya bekerja. Load pekerjaan yang luar biasa ditambah dengan permasalahan regenerasi dokter di rumah sakit swasta kenamaan Ibukota itu yang menjadi faktor Seokmin terus menerus 'ditahan' bahkan diiming-imingi kenaikan gaji dan tunjangan demi Seokmin mau tinggal lebih lama.
Tapi bagaimana ya, alasan utama Seokmin resign dari sana kan agar ia bisa fokus menjaga Jisoo dan bayinya. Bukan soal gaji semata.
"Sebenernya gak papa sih Beib kalo kamu sign contract soal itu, jam praktek kamu di klinik juga kan gak seharian. Load kerjanya kalo digabungin juga gak sepadet dulu pas kamu masih full di RS. Ambil aja."
Seokmin pernah mendiskusikan perkara tawaran ini dengan Jisoo. Mengingat RS masih kekurangan dokter, utamanya dengan pengalaman mumpuni dan usia yang masih relatif muda, Seokmin mendapat penawaran untuk praktek tiga kali seminggu dan hanya setengah hari saja. Jauh...jauh...memotong jam kerja (rodi)nya saat ia masih menjadi dokter di sana. Ditambah dengan jam praktek di kliniknya sendiri yang berakhir paling sore pukul 17.00, rasanya tak ada masalah.
Namun Seokmin lupa.
Bekerja di rumah sakit artinya ia tetap harus siap jika ada panggilan darurat, seperti sekarang.
"Kenapa Beib?" Jisoo masih berbaring dengan mata yang terbuka sedikit, agak kaget karena Seokmin buru-buru beranjak dari ranjang dan sekarang sibuk mengganti pakaian seolah mau pergi.
"Ara kumat, udah lemes katanya. Polusi lagi begini, khawatir ISPA. Dia ada asma juga. Beib, aku ke RS sebentar ya. Kwan aku suruh pindah sini." Seokmin berjalan menghampiri Jisoo yang masih tiduran di ranjang, mengusap surai lembut itu kemudian mengecup kening dan bibirnya cepat. Seokmin tak punya waktu!
"Hmmm? Iya, salam buat Cheol sama Han. Astaga Ara..." Jisoo senewen juga, duhhh Ara sakit itu pertanda bahaya!
"Ara kuat kok, gak papa. Sayang doain juga dari sini. Aku berangkat ya." Seokmin mendapat anggukan pelan meski disertai dengan raut khawatir yang tak bisa Jisoo sembunyikan, ia melesat cepat ke rumah sakit karena Ara yang asmanya kambuh adalah petaka.
"Kaaaakkkk...."
"Masuk sayang." Jisoo melirik ke arah pintu di mana Seungkwan masuk dengan guling kesayangannya dan wajah super mengantuk. Memanggil Jisoo sebentar dan hanya butuh beberapa detik saja untuk membuat adiknya itu kembali lelap.
Jisoo melirik ke arah jam dinding di kamarnya, lewat tengah malam dan melihat Seokmin begitu terburu-buru, nampaknya kasusnya cukup gawat.
"Adek, semoga Ara gak papa ya sayang..." Jisoo mengelus bayinya dari balik piyama satin yang ia kenakan. Ya, semoga Ara baik-baik saja.
Sampai di Emergency Room, keadaan Ara memang gawat. Bocah rambut mangkok itu sudah lemas dan beberapa kali tak meresponnya.
"Besok jam 7 bisa rontgen. Hmmmm takutnya bronkitis kalo liat polusi sama pancaroba gini." Seokmin menatap serius Seungcheol yang sudah terlihat stress berat. Ya Bapak mana yang tidak stress melihat anaknya yang biasa aktif, sekarang terbaring tak berdaya dengan selang di sana sini?
"Gue tetep ngawasin, tapi tetep Jun yang tanganin abis ini." Seokmin menyerahkan beberapa catatan pada perawat yang membantunya malam ini. Tangan Seokmin menepuk pelan lengan Seungcheol, berusaha memberi support.
KAMU SEDANG MEMBACA
With You (Seoksoo) - Second Life Universe
Fanfiction"Gak mungkin saya tinggalin kamu." "Gak ninggalin tapi nyakitin. Nyakitin Jisoo gak nanti?" "Gak akan. Gak akan pernah Jisoo. Aku gak bakal nyakitin kamu. Gak mungkin. Aku gak akan bisa kayak gitu. Gak bakal." mpreg, married life, bxb