Chapter 24

2.4K 58 3
                                    

WARNING!

graphic birth scene!

.

"Terima kasih sayang-sayangnya Bapak."


---*--- 

"Nnggghhhh....hhhh...." Jisoo mengejan sedikit saat dirasakannya kepala bayi begitu menekan lubangnya. Jam menunjukkan pukul setengah 6 sore dan Jihoon bilang ia masih bukaan tujuh. Gila.

"Jangan ngeden dulu sayang." Seokmin begitu awas memperhatikan Jisoonya. Posisi Jisoo yang berlutut di atas ranjang, dengan kepala ranjang yang sedikit ditegakkan, tubuhnya menghadap ke sandaran ranjang dan kepalanya ia tekan kuat-kuat di sana. Cukup membuat ia merasakan si bayi seolah berusaha merangsek keluar dari jalur lahirnya.

"Haaahhh...haaahhh...udah pengen ngeden banget. Sakit Pak." seluruh tubuhnya berkeringat. Bajunya kuyup dan Seokmin hanya bisa berdiri di sebelah ranjang dengan tangan kanan mengelus punggung Jisoo hingga ke tulang ekor.

"Kwan, bajunya tolong." Seokmin mengulurkan tangan pada adiknya yang siap siaga, duduk tegap di sofa agar ia bisa cekatan membantu sang kakak mendampingi Jisoo yang kondisinya makin mengkhawatirkan.

"Mules banget!" Jisoo menegakkan tubuhnya, tangan kirinya meremas tangan Seokmin kuat-kuat. Sedikit darah keluar dari infusannya.

"Gia, ayo keluar Nak..." tangan kanannya yang bebas, menekan perutnya hingga ke bawah. Merasakan kepala si kecil sudah benar-benar turun dan celana dalamnya terasa basah berlendir oleh cairan.

"Ganti baju dulu." selain kata-kata cinta, Seokmin bersikap bak robot yang harus selalu sigap. Memberi instruksi singkat agar Jisoo bisa cepat mengerti maksudnya. Tangannya cekatan membuka ikatan pada pakaian rumah sakit Jisoo, membuka kancing depannya kemudian santai mengelap leher, dada, hingga perut besarnya dengan handuk kecil yang ada di ranjang.

"Celana dalemnya sekalian ganti ya?" Seokmin memperhatikan Jisoo yang sedikit-sedikit bergerak tak nyaman. Pasti basah sekali di sana, padahal air ketubannya belum pecah.

"Shhhhhh....nngghhhh....aaarrggghhh..." belum sempat Jisoo membuka dengan benar bajunya, kontraksi itu kembali datang. Mesin pencatat kontraksi menunjukkan grafik yang tinggi, kuat sekali.

"Beib mau ngeden. Mau ngeden nnggghhhhhh...." tangan kiri Jisoo meremas lengan suaminya kuat, sementara tangan kanannya menekan bawah perut, pusat di mana segala nyerinya berasal.

"Jangan ngeden dulu sayang." badannya ia majukan, setengah memeluk Jisoo dari samping. Berapa kali sudah Jisoo kelepasan mengejan?

Jisoo menggeleng kuat. Membiarkan Seokmin mengelap wajahnya yang juga basah oleh keringat. Nyerinya makin menggila, ia pun heran kenapa epiduralnya terasa makin pudar. Perlukah ditambahkan dosisnya?

Tekanan di bawah tubuhnya begitu kuat sekali hingga ia merasa perutnya ditarik begitu kencang, urat-urat keunguan tercetak jelas di perut putihnya yang membesar. Gia sedang berjuang mencari jalan keluar.

Seokmin membuka pakaian Jisoo cepat. Menaruhnya di atas ranjang kemudian memakaikan terusan baru yang kering dan bersih agar Jisoo lebih nyaman. Jarinya cekatan mengancingkan terusan itu sebelum kontraksi selanjutnya menyerang lebih kuat.

"Sini, peluk aku aja sini..." Seokmin membantu Jisoo berlutut dan menghadap ke arahnya. Jisoo cepat-cepat memeluk leher suaminya saat tekanan kuat itu kembali datang.

"Aaahhh....huhhhhh...huhhh....nnnnggghhhh...sshhhh..."

"Hufff...hufff...hufff...sayang. Buang nafasnya." kedua tangan Seokmin memijat area punggung dan pinggangnya. Sesekali mengelus samping perut Jisoo, merasakan betapa kuat kontraksinya.

With You (Seoksoo) - Second Life UniverseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang