"The one tuh when I think that I can handle him. Segede-gedenya berantem, gue cuma mau balik sama dia aja. Berantem sekalian aja tapi abis itu gue cuma mau balikannya sama dia. Gue gak bisa kalo gak ada dia."
Warning!
mention of mental illness, relationship abuse---*---
"The one tuh when I think that I can handle him. Segede-gedenya berantem, gue cuma mau balik sama dia aja. Berantem sekalian aja tapi abis itu gue cuma mau balikannya sama dia. Gue gak bisa kalo gak ada dia."Jisoo mengelus pelan perut berisi janin 20 minggunya. Matanya menerawang ke arah jendela. Menatap gedung-gedung tinggi dengan langit cerah berwarna biru bersih sekali dalam jarak pandangnya. Kepalanya memutar lagi kalimat yang ia ucapkan pada Jeonghan bertahun-tahun silam saat sahabatnya bertanya, "Lo yakin Seokmin The One lo tuh kenapa?"
Itu dia jawabannya.
Jisoo merasa, ia selalu bisa dan mampu menghadapi Seokmin dalam keadaan apapun. Meski di tahun-tahun pertama tentu ada saja cekcok dan ribut-ribut, tapi Jisoo selalu yakin bahwa Seokmin adalah orangnya. Pelabuhan terakhirnya. Dan Jisoo mau hidup bersama Seokmin selamanya, apapun keadaan dan masalah yang menimpa mereka.
Jisoo lelah. Itu benar.
Jujur saja, 20 minggu kehamilannya ia tak benar-benar menikmatinya.
"Ayo makan dulu." Seokmin menghampiri Jisoo yang sibuk mengamati langit siang dan bagaimana bisa laki-laki itu ada di rumah di tengah hari bolong begini?
Seokmin cuti. Mungkin ia bahkan akan resign dari rumah sakit dan fokus untuk praktek di kliniknya sendiri agar lebih mudah menjaga Jisoo nanti. Seokmin sedang memikirkan masak-masak soal ini.
"Antepartum depression. Jisoo punya trigger dengan depresi sebelumnya, sempat minum obat ditambah dengan hormon kehamilan dan suasana di rumah juga tentu support systemnya yang nihil, mudah buat Jisoo untuk mengalami depresi di masa kehamilan. Support systemnya harus hadir. Kamu harus hadir Seokmin."
Harusnya tak ada lagi yang perlu Seokmin pertimbangkan saat dokter Joyce memberinya kartu merah setelah sesi psikoterapi Jisoo waktu itu. Harusnya Seokmin sadar dan tau bahwa menjalani kehamilan bukan sesuatu yang mudah dan sangat wajar bagi Jisoo untuk bingung dengan perubahan fisik serta hormon yang bergejolak.
Jisoo berjalan pelan dengan Seokmin yang menuntun ke meja makan. Sayur bayam, daging panggang, juga beberapa potong melon dan buah naga, terhidang menggiurkan di atas meja.
"Nutrisinya harus makin diperhatikan. Zat besi terutama. Ini hasil pemeriksaannya kacau sekali Seokmin. Kamu itu kenapa?"
Agak emosi dokter Joyce 'mendamprat' Seokmin saat mengetahui Jisoo benar-benar 'kosong' di sesi pertama psikoterapinya. Sejauh apa Seokmin bertindak sampai Jisoo separah ini?
"Makan yang banyak sayang. Nanti kalo mau sesuatu, bilang aja." Seokmin pun lupa jika mungkin Jisoo menginginkan sesuatu yang spesifik dan bisa saja bukan masakan rumah. Sama seperti ia mendengar cerita Seungcheol soal Jeonghan yang hanya mau makan pho saja selama hamil Rayya. Jisoo mungkin juga begitu dan Seokmin menunggu saat-saat itu tiba.
Apapun, apapun akan Seokmin kabulkan.
"Nutrisnya harus cukup but other than that dia harus happy. Harus smile lagi. Jisoo itu ceria sekali Seokmin. Gila kamu sampe bikin dia kayak gini!"
Bak dimarahi kakak sendiri, Seokmin hanya bisa terdiam dan memijat kening. Benar, Seokmin sudah sinting.
Tak hanya Jisoo yang mendapatkan 'perawatan intensif' tapi Seokmin pun masih rutin mengunjungi psikiaternya sekadar bercerita segala hal yang mungkin mengganjal hatinya dan tak bisa ia bagi pada Jisoo karena memang kondisi Jisoo yang tak memungkinkan untuk mendengarkan segala keluh kesah Seokmin.
KAMU SEDANG MEMBACA
With You (Seoksoo) - Second Life Universe
Fanfic"Gak mungkin saya tinggalin kamu." "Gak ninggalin tapi nyakitin. Nyakitin Jisoo gak nanti?" "Gak akan. Gak akan pernah Jisoo. Aku gak bakal nyakitin kamu. Gak mungkin. Aku gak akan bisa kayak gitu. Gak bakal." mpreg, married life, bxb