BM - 8

17.7K 545 13
                                    

Happy Reading!!!

****

Di tengah kegelisahan yang belakangan menghantui, Mario kemudian menemukan kembali sosok Aruna di kelabnya, hanya saja kali ini perempuan itu tidak sendiri, ada beberapa orang yang turut datang bersamanya.

Mario menebak itu teman-teman Aruna. Mereka terlihat cukup akrab dengan obrolan yang sepertinya menyenangkan. Ada tawa kecil yang Aruna loloskan, dan itu membuat Mario sedikit merasa lega.

Setidaknya ia tahu keadaan Aruna tidak seburuk dua minggu lalu. Tapi tak urung keberadaannya sekarang membuat Mario penasaran mengenai apa alasan yang membawa Aruna datang ke bar.

Menggeleng pelan, Mario mengenyahkan rasa penasarannya, memilih untuk mengabaikan meski hati berkeinginan untuk menghampiri perempuan itu. Tapi kemudian Mario sadar, tidak ada alasan untuknya menyapa. Mereka tidak sedekat itu. Dan apa yang terjadi dua minggu lalu, itu di luar rencana dan kendalinya. Aruna mabuk, dan kebetulan Mario memang sulit menghindari godaan sampai ciuman mereka akhirnya terjadi berkali-kali. Tapi setelah itu mereka selesai.
Layaknya dengan teman-teman kencannya yang lain, antara dirinya dan Aruna pun kembali asing.

Ya, meskipun harus Mario akui bahwa dalam kepalanya nama Aruna terus saja terngiang.

Entah yang terjadi pada Aruna sendiri.

“Di lihat-lihat kayaknya belakangan ini lo kesepian ya, Bos?” tegur Ari selaku bartender kebanggaan bar milik Mario. Pria itu bekerja sejak awal bar ini berdiri, sekitar enam tahun yang lalu. Membuatnya tak segan lagi menegur dengan akrab seperti ini. Dan Mario tidak sama sekali keberatan.

Baginya Ari sama seperti Bian dan kedua teman kembarnya, meskipun pria itu tak selalu ikut berkumpul dengan mereka. Tapi Ari yang hampir setiap hari bersamanya, walau dalam status atasan dan karyawan.

“Ya gimana enggak, gue kehilangan satu pelanggan setia gue,” ucap Mario dengan nada serupa keluhan. Namun raut wajahnya tak sama sekali menampilkan kelesuan. Mario Masih bertahan dengan ekspresinya yang datar. Membuat siapa pun tidak akan tahu apa yang sebanarnya sedang pria itu rasakan. Tapi Ari cukup memahaminya. Karena itu Ari memilih tertawa saja.

“Jadi si Bian beneran udah tobat nih?” tanyanya memastikan. Dan Mario menjawab lewat anggukan pelan. “Yah sayang banget. Padahal gue senang setiap kali dia datang,”

Bagaimana tidak, Bian selalu minta gelasnya di isi, dan itu tak hanya sekali dua kali. Selain itu ia juga selalu mendapatkan hiburan kala sahabat dari bos-nya itu sudah mulai meracau, mengumpati perempuan yang kini Ari tahu telah menjadi istri pria itu.

Kabar itu pernah sempat membuatnya takjub, namun kemudian ia turut bahagia karena akhirnya kegalauan yang selalu dirinya saksikan di tampang Bian telah berakhir. Tapi sama seperti Mario, ia juga merasa kehilangan satu pelanggan setianya.

“Tenang Ri, gue rasa kita bakalan punya penggantinya, deh,”

“Siapa?” sahut Ari penasaran.

“Si EL,” jawabnya singkat.

“Lah, dia galau juga?”

“Dia di tinggal nikah dua kali sama cewek yang disukainya. Yang satu lagi hamil. Gak sampai tiga bulan lagi bakalan lahiran. Dia masih suka sama cewek itu. Gue yakin sih, dia bakalan galau parah,” dan Mario sudah dapat memastikan bahwa bar-nya lah yang akan dijadikan sahabatnya pelarian. Tidak percaya? Mari kita tunggu dan buktikan.

Ari hanya mengangguk-anggukan kepalanya paham sebelum kemudian netranya menemukan satu sosok yang terasa tak asing dalam ingatannya. “Bos, itu cewek yang waktu itu lo temenin mabuk ‘kan?” tunjuknya pada sosok yang tadi juga sempat menjadi perhatian Mario.

Bed MateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang