Happy Reading!!!
****
“Gue gak mau pulang ke rumah,” tolak Aruna kala Mario bertanya alamat rumahnya setelah mobil pria itu melaju tak seberapa jauh dari kelab malam.
“Terus lo mau ke mana?” tanya Mario sedikit jengah.
Tentu saja. Saat ini seharusnya ia bekerja, memantau kelabnya yang sedang ramai-ramainya. Tapi yang Mario lakukan malah mengurusi Aruna yang enggan diajak pulang.
Ini menyebalkan. Sungguh! Ia tidak begitu mengenal Aruna, tapi gara-gara Bian, ia malah jadi yang direpotkan.
Kenapa juga Aruna harus datang ke kelabnya, jika tidak, ‘kan Mario tidak harus melakukan ini.
“Anterin gue ke hotel aja. Bisa di gorok gue kalau bokap tahu gue mabuk,” ucapnya diakhiri kekehan pelan.
“Tahu gitu kenapa masih mabuk?!” mendelik, Mario menanggapi Aruna yang dalam keadaan setengah sadar.
Beruntung saja pengendalian diri Aruna baik, hingga meskipun dalam keadaan mabuk perempuan itu masih dapat di ajak bicara dengan benar, tidak melantur seperti perempuan-perempuan mabuk kebanyakan yang selalu Mario temui di kelabnya.
“Gara-gara teman lo,” kekehan kembali di loloskan, sebelum kemudian diganti dengan isak tangis yang memilukan, lalu tawa sumbang yang menghadirkan iba.
Mario tidak tahu seberapa terluka Aruna akibat ditinggalkan Bian menikahi Zinnia, namun Mario yakin perempuan itu tidak baik-baik saja.
Di pernikahan Zinnia dan Bian minggu lalu Mario lihat Aruna berusaha ikhlas, perempuan itu berusaha menerima kisah cintanya yang kandas, tapi Mario tahu tidak mudah untuk melupakannya begitu saja. Seperti yang tadi sempat Aruna akui, perempuan itu mencintai Bian. Dan Mario tidak menemukan kebohongan ketika perempuan itu mengatakannya. Sejak awal Bian mengenalkannya, Mario sudah dapat menebak. Alasan itulah yang semakin membuatnya tidak suka dengan keputusan Bian kala itu.
Tak ingin lagi menanggapi, Mario memilih untuk fokus pada kemudinya sambil berpikir ke hotel mana ia harus membawa Aruna. Hingga akhirnya hotel yang tak jauh dari kawasan apartemennya lah yang menjadi pilihan.
Aruna tertidur kala mobil yang Mario kendarai tiba di hotel, membuat Mario mendesah pelan dan akhirnya memilih keluar lebih dulu untuk memesan kamar hotel yang akan Aruna tempati malam ini. Baru, setelah kunci di terima Mario kembali ke mobil yang terparkir di depan lobi untuk membangunkan Aruna. Sialnya perempuan itu tak menggubris, membuat Mario terpaksa harus menggendong Aruna menuju kamarnya.
Dengan bantuan satpam, Mario memarkirkan mobilnya. Dan sepanjang perjalanan menuju kamar, gerutuan tak henti Mario loloskan walau dalam suara pelan.
“Ck, nyusahin!” ujarnya begitu berhasil menjatuhkan Aruna di ranjang.
Mario berniat untuk langsung pergi setelah berhasil menidurkan Aruna, tapi belum sempat dirinya pergi, sebuah tarikan didapatkannya dari Aruna. Membuatnya jatuh, tepat di atas tubuh perempuan itu.
"Aruna—” Belum tuntas kalimatnya terucap, bibirnya lebih dulu di bungkam oleh ciuman Aruna yang entah sadar atau tidak perempuan itu lakukan. Mario terkejut, tentu saja. Bahkan Mario langsung menarik diri dan melepaskan ciuman Aruna, menatap perempuan itu protes. Sialnya tatapan Aruna membuat Mario gila. Ia frustrasi.
Satu sisi Mario enggan menjadi bajingan dengan memanfaatkan keadaan Aruna yang mabuk. Namun di sisi lain ia tidak bisa mengabaikan perempuan itu begitu saja. Aruna dan tatapannya yang sendu berhasil membangkitkan sesuatu dalam dirinya. Belum lagi ciumannya barusan. Di tambah cicitannya yang meminta untuk tinggal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bed Mate
General FictionAndai yang mabuk-mabukan di barnya bukan Aruna, Mario tidak akan peduli. Namun karena yang berada di depannya adalah mantan tunangan dari sahabatnya, mau tak mau Mario akhirnya memutuskan untuk menemani. Niatnya tak lebih dari itu, tapi siapa yang m...