BM - 1

57.8K 773 28
                                    

Hallo guys, aku kembali membawa cerita baru untuk kalian.

Setelah kisah Bian dan Zinnia selesai, sekarang aku bawakan cerita tentang Aruna dan sosok yang akan menjadi pasangannya.

Penasaran dengan kisahnya?

Yuk langsung baca aja
Jangan lupa masukin ke perpustakaannya ya ...

Happy Reading !!!

****

Katanya level tertinggi dalam mencintai itu adalah mengikhlaskan. Tapi bukankah cinta itu memberi kebahagiaan? Lalu kenapa yang terjadi justru sebaliknya?

Aruna sudah belajar merelakan, Aruna sudah belajar menerima kenyataan. Tapi kenapa sesak yang malah dirasakan? Apalagi saat melihat sosok itu tertawa bahagia, namun bukan dengannya.

Aruna tidak mengerti kenapa kisah cintanya harus berakhir seperti ini. Padahal Aruna sudah teramat bahagia ketika di hari ulang tahunnya pria itu melamarnya. Meminta agar ia mau menjadi masa depannya. Aruna sadar hubungannya dengan Bian belum terjalin lama. Belum banyak cerita yang mereka rajut bersama. Tapi apa salah jika dirinya jatuh cinta dalam waktu singkat? Salahkah ia jatuh cinta terlalu cepat?

Di matanya Bian tak memiliki celah. Pria itu sempurna untuk menjadi idamannya. Tak hanya rupa, sikapnya pun manis kepadanya. Wajar ‘kan jika Aruna jatuh cinta? Tapi mungkin tidak mengenal baik pria itu dan masa lalunya yang menjadi kesalahannya.

Aruna terlalu fokus pada apa yang sedang dijalani, hingga ketika masa lalu itu terungkap, Aruna tidak bisa menyelamatkan hatinya. Aruna terlalu yakin pada kalimat ‘masa lalu akan tetap menjadi masa lalu’ sampai lupa bahwa itu bisa saja diulang atau mungkin diperbaiki.

Seperti yang Bian lakukan. Pria itu memilih untuk memperbaiki dari pada mengganti. Padahal mereka tinggal selangkah lagi. Tapi Aruna bisa apa ketika Bian sendiri memilih berjuang untuk masa lalunya dibandingkan bertahan dengan ia yang telah menjadi tunangannya? Tidak ada yang bisa Aruna lakukan selain menyerah.

Jujur, Aruna tidak terima. Ia menolak menjadi yang terbuang setelah Bian sendiri mengutarakan keseriusannya dihadapan orang tua serta teman-temannya. Aruna menolak menjadi yang dikorbankan setelah Bian berjanji akan mengarungi masa depan dengannya.

Namun, apa Aruna harus tetap bertahan di saat Bian sendiri bahkan tidak lagi peduli? Pria itu tetap pada keputusannya, melepas Aruna untuk kembali meraih masa lalunya.

Dan itu sungguh menyakitkan.

Tapi Aruna tahu mempertahankan pun belum tentu memberi akhir menyenangkan. Maka, demi tidak membuat hatinya semakin sengsara, Aruna memilih untuk berhenti dan mengalah.

Tidak mudah.

Bahkan sampai sekarang Aruna masih sulit menerimanya. Hingga alkohol menjadi pelarian untuk setidaknya ia lupa pada permasalahan hatinya. Walau Aruna tahu bahwa tindakannya ini salah. Tapi Aruna tidak tahu lagi bagaimana cara agar ia tetap pada kewarasannya, karena ternyata kehilangan Bian adalah patah hati terberat untuknya.

“Andai saja perempuan itu bukan dia,” racau Aruna dengan kesadaran yang mulai menipis.

“Kenapa memangnya?” sosok yang sejak beberapa menit lalu mengisi kursi kosong di samping Aruna menanggapi kalimat perempuan itu. Sebelah alisnya terangkat, menunjukkan rasa penasaran.

“Dia terlalu lemah. Gue jadi gak tega.”

“Zinnia bukan lemah, dia cuma terlalu baik.”

“Ya itu. Saking baiknya gue sampai gak bisa terus-terusan mempertahankan ego gue,” desahnya pelan. “Kenapa gak yang lain aja, sih? Kenapa harus dia?” karena jika bukan Zinnia mungkin Aruna akan egois sedikit lagi.

Aruna memang tidak begitu mengenal Zinnia, tapi dari pertemuan singkat mereka Aruna cukup bisa menilai perempuan seperti apa masa lalu mantan tunangannya itu. Dan seperti yang diucapkan laki-laki di sampingnya, Zinnia terlalu baik. Aruna sampai merasa tak tenang kala ia berusaha mempertahankan hubungannya dengan meminta Zinnia untuk menjauh dan tetap menjadi masa lalu Bian. Padahal seharusnya Aruna senang. Sial, yang terjadi malah justru sebaliknya.

Bed MateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang