Happy Reading!!
***
“Lo mau turun gitu aja?” Aruna menaikan sebelah alisnya, menatap Mario yang hendak membuka pintu mobil setibanya mereka di depan gedung apartemen. Dan Mario lantas menghentikan gerakannya, lalu menoleh pada Aruna.
“Maksud lo?” tanya Mario tak paham. Hal itu membuat Aruna memutar bola matanya, namun kemudian mengutarakan maksudnya.
“Lo gak mau nyium gue dulu gitu? Hitung-hitung tanda terima kasih karena udah nganterin lo pulang,” ucapnya tanpa sama sekali merasa malu. Sukses membuat Mario tercengang, namun itu hanya berlangsung beberapa detik saja, sebab selanjutnya tatapan jahil lah yang Mario berikan. Meski kepalanya tetap saja melontarkan rasa tak percaya. Aruna benar-benar gila. Sangat gila. Tapi jujur saja Mario suka.
“Lo ketagihan?”
“Kayaknya,” jawab Aruna ringan. “Ciuman lo bikin gue lupa sama patah hati gue.” Aruna tidak membual, itu memang kenyataannya. Aruna tak lagi kepikiran tentang Bian yang meninggalkannya menikah dengan Zinnia di saat pertunangan sudah mereka langsungkan. Ciuman Mario berhasil menggantikan isi kepalanya seharian ini. Dan Aruna tidak ingin munafik, ia menginginkan ciuman Mario lagi.
“Jadi lo manfaatin gue?” ujar Mario dengan nada seolah tak terima.
“Kalau bisa, ya, kenapa enggak,” ucapnya tanpa beban, membikin Mario nyaris menjatuhkan rahang saking takjubnya pada Aruna yang begitu blak-blakan.
Mario jadi penasaran seperti apa sih sebenarnya Aruna ini? Kenapa tidak sama sekali merasa malu terang-terangan mengakui menginginkan ciumannya lagi? Padahal yang Mario tahu perempuan itu bisanya malu-malu, mau tapi gengsi untuk meminta lebih dulu. Sementara Aruna … ck, Mario tidak bisa menebaknya dengan mudah. Aruna tidak terlihat seperti wanita murahan, tapi pengakuannya barusan sukses membuat Mario berpikir ulang.
Berdecak pelan, Mario kemudian memilih untuk memberikan yang Aruna inginkan. Mencium perempuan itu dengan cukup liar. Ia gemas sekaligus tak mengerti dengan isi kepalanya sendiri.
Aruna sempat terkejut karena Mario menyerangnya tiba-tiba, tapi kemudian perempuan itu membalasnya dengan suka cita. Mario sampai menggeram dan semakin memperdalam ciumannya, menyalurkan nafsu sekaligus kesal yang entah diakibatkan oleh apa. yang jelas mulai detik ini Mario tak akan lagi merasa sungkan jika diantara mereka memang ada kesempatan.
“Jangan sampai lo benar-benar jatuh cinta sama gue, Run,” peringat Mario kala ciuman mereka terlepas akibat kehabisan nafas.
“Gak usah mimpi! Sampai saat ini Mas Bian masih yang gue cintai,” sahutnya masih dengan nafas yang berantakan. Tatapannya mendelik tak senang, sementara bibirnya mencebik menanggapi kepercayaan diri laki-laki yang masih berada begitu dekat dengannya itu.
“Bagus kalau gitu,” setidaknya itu sedikit membuat Mario lega. “Tapi, awas aja lo! jangan pernah coba-coba berpikir untuk ganggu Bian dan Zinnia,” lanjutnya kembali memberi peringatan.
“Ck, gue bukan perempuan kayak gitu!” seru Aruna kesal kala paham maksud dari peringatan Mario.
Aruna akui ia masih begitu mencintai mantan tunangannya, tapi menjadi pengganggu dalam hubungan orang lain, terlebih sudah berada dalam status pernikahan itu bukan gayanya. Ia masih memiliki nurani, sekalipun saat itu pernah berniat meminta Zinnia pergi sejauh mungkin dari Bian yang adalah tunangannya. Tapi perlu di ketahui bahwa Aruna bukan tipe perempuan yang akan melakukan berbagai cara demi memiliki laki-laki yang dicintainya. Ia masih punya harga diri. Jadi jelas saja ia tidak akan mungkin mengganggu pernikahan Bian dan Zinnia. Aruna hanya belum bisa mengenyahkan pria itu dari hatinya. Namun seiring berjalannya waktu Aruna yakin dirinya bisa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bed Mate
General FictionAndai yang mabuk-mabukan di barnya bukan Aruna, Mario tidak akan peduli. Namun karena yang berada di depannya adalah mantan tunangan dari sahabatnya, mau tak mau Mario akhirnya memutuskan untuk menemani. Niatnya tak lebih dari itu, tapi siapa yang m...