BM - 15

15.5K 490 17
                                    

Happy Reading!!!

****

Mendengarkan celotehan Ashlyn adalah hal yang paling menyenangkan untuk Mario. Ia tidak pernah bosan, karena di setiap harinya ada saja cerita menarik yang gadis kecil itu kisahkan. Dan cara Ashlyn menyampaikannya tak jarang membuat Mario tertawa. Putri Bian itu benar-benar menggemaskan. Mario selalu terhibur di buatnya. Itu lah alasan Mario kerap datang mengunjungi keponakannya, tidak peduli Bian selalunya misuh-misuh karena ia selalu dapat mengambil perhatian putrinya.

Tapi tenang saja, saat ini sahabatnya itu masih berada di kantor, berkutat dengan dokumen-dokumen penting yang tidak pernah ada habisnya. Mario bebas berada di toko bunga Zinnia yang beberapa bulan lalu merangkap menjadi kediaman perempuan itu, tapi karena sekarang sudah menikah, Zinnia dan Ashlyn sudah Bian bopong ke rumah orang tuanya. Dua wanita beda generasi itu hanya akan ada di toko bunganya hingga sore saja.

Dulu, saat pertama kali datang ke tempat ini, cerita sedih lah yang Mario dengar dari Zinnia. Wajah sedih perempuan itu yang Mario dapatkan, dan senyum di paksakan yang kerap wanita itu loloskan. Tapi sekarang kebahagiaanlah yang memancar, membuat kerap Mario ikut menyunggingkan bibir. Merasa senang karena akhirnya sosok yang telah dirinya anggap sebagai adik itu menyudahi penderitaan panjangnya.

Jujur, Mario memang sempat suka pada Zinnia, tapi bukan suka yang mengarah pada rasa cinta, Mario suka karena perempuan itu terlihat ceria, lembut, juga manja. Namun meski begitu, Zinnia tidak terlihat lemah, dia berani walaupun rengekan tak jarang menjadi jurus andalannya. Tapi, ketika kemudian Zinnia menghilang tiba-tiba, Mario mulai hilang respek padanya. Entahlah, Mario tak suka. Apalagi ketika ia melihat sahabatnya yang mulai menjadi gila. Ingin sekali Mario mengutuk Zinnia. Beruntung saja ia tidak benar-benar melakukannya.

Sekarang, keadaan sudah kembali normal. Dan Mario senang melihatnya.

“Rencananya kapan lo sama Bian mau launching bayi? Ashlyn udah terlalu besar untuk di timang-timang,” mata Mario melirik Ashlyn yang katanya ingin belajar merangkai bunga, setelah sebelumnya bosan dengan aktivitas menggambarnya.

“Gimana dikasihnya sama Tuhan aja sih gue mah,” jawab Zinnia diiringi kedikan singkat.

“Tapi Si Bian usahanya tiap malam ‘kan?” goda Mario dengan sebelah mata mengedip penuh arti. Sontak membuat wajah Zinnia merona, namun dengusan menjadi pengalihan perempuan itu.

“Lo sendiri kapan launching istri?” balas Zinnia tidak ingin kalah. Dan ketika sebuah umpatan diloloskan Mario, tawa Zinnia berderai puas. Sampai akhirnya berhenti ketika toko bunganya kedatangan pelanggan. Zinnia sempat terkejut, tapi cepat-cepat menyapa pelanggannya yang ternyata adalah Aruna.

Waktu itu Zinnia pernah sampai tak sadar dengan pesanan atas nama Aruna, tapi sekarang sepenuhnya Zinnia tahu. Bahkan sudah sejak tadi Zinnia menunggu, walaupun tidak tahu harus bersikap seperti apa kala mereka bertemu untuk pertama kalinya lagi setelah pernikahannya hari itu. Jujur saja Zinnia masih merasa tak enak hati.

Berbeda dengan Zinnia yang terlihat canggung, Mario diam-diam justru memberikan kedipan genit pada sosok cantik Aruna yang kini sudah berdiri dihadapan etalase bunga. Tidak jauh dari posisinya. Dan Mario dapat menemukan semburat merah di wajah Aruna, meskipun perempuan itu cepat-cepat membuang muka meski gerakannya di buat agar tidak terlalu ketara.

Itu benar-benar terlihat menggemaskan.

Mario akui, ada rindu yang dirinya punya untuk wanita itu, mengingat lebih dari satu minggu mereka tidak bertemu sejak terakhir kali dirinya menjemput Aruna di tempat kerjanya. Itu pun mereka tidak bisa menghabiskan waktu lama. Mario tidak tega saat melihat wajah lelah Aruna yang begitu ketara, jadilah saat itu Mario hanya mengajak Aruna makan malam saja, di tambah dengan ciuman panjang sebelum kemudian mereka berpisah. Sekarang Mario tidak menyangka akan bertemu wanita itu di sini. Di toko bunga Zinnia.

Bed MateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang