Happy Reading!!!
****
“Untuk malam ini cukup sampai di sini,” ucap Mario menyudahi ciumannya. “Besok siang gue jemput,” lanjutnya sebelum Aruna berhasil meloloskan protesan yang membuat Mario terkekeh geli melihat reaksi perempuan itu.
Aruna terlihat tidak sabaran.
Sejujurnya ia pun tak sabar, membayangkan Aruna berada di ranjangnya sukses menghadirkan gelenyar hebat dalam dirinya. Tapi Mario ingin memberi satu kesempatan lagi untuk Aruna berpikir ulang, siapa tahu ‘kan malam ini perempuan itu terlalu terbebani oleh patah hatinya hingga membuatnya mengambil keputusan sembarangan. Sekali lagi, Mario hanya tidak ingin setelahnya Aruna menyesal.
“Mau ke mana?”
“Hotel mungkin,” jawab Mario sembari mengedik santai. Jauh berbeda dengan reaksi Aruna yang sontak memerah wajahnya. “Tapi sebelum itu, lo harus kabarin gue kalau tiba-tiba lo berubah pikiran,” kata Mario menambahkan, di susul kedipan genit yang menambah semburat merah di wajah Aruna.
Menggemaskan, itulah yang ada dalam benak Mario sekarang.
“Kalau gue benar-benar berubah pikiran gimana?” tanya Aruna penasaran.
“Gak gimana-gimana. Cewek gue banyak kalau lo mau tahu."
Aruna memutar bola mata mendengar nada sombong laki-laki di hadapannya itu. Namun satu yang Aruna sadari, Mario player sejati. Jatuh cinta pada laki-laki seperti Mario pasti akan membuatnya makan hati setiap hari. Tapi tenang saja, Aruna sudah membentengi diri untuk tidak jatuh hati semudah yang dulu-dulu. Kali ini Aruna benar-benar ingin bersenang-senang, urusan hati biarlah nanti ia pikirkan lagi.
Sudah cukup luka yang selama ini dirinya terima, sudah cukup kecewa yang selama ini dirinya dapatkan, sekarang Aruna hanya butuh senang-senang, dan Mario sepertinya memang pilihan yang tepat.
Kenapa Mario? Karena dari matanya sendiri ia menilai bahwa Mario bukan tipe laki-laki berengsek kebanyakan. Mario masih memiliki hati. Buktinya Mario tidak kesenangan mengambil kesempatan kala dirinya mabuk dua minggu lalu. Padahal terang-terangan Aruna pun menawarkan diri. Tapi Mario tetap pergi. Itu membuat Aruna sadar bahwa Mario sebenarnya adalah laki-laki baik. Mario hanya tidak suka komitmen, itu yang membuatnya memiliki banyak wanita.
Setidaknya itu dari pengakuannya beberapa waktu lalu.
Entahlah, Aruna sendiri belum tahu pastinya. Ia belum mengenal bagaimana kehidupan laki-laki itu sebenarnya. Saat ini yang Aruna tahu hanya Mario adalah si pemilik kelab. Tapi Aruna tidak bisa menilai dari itu saja ‘kan? Karena faktanya banyak orang baik yang ternyata adalah penjahatnya, atau sebaliknya.
Zaman sekarang manusia tidak bisa dinilai hanya dengan mata telanjang. Apa lagi hanya mendengar dari mulut orang-orang. Ya, sekalipun Aruna mendengar langsung dari orangnya, tapi ‘kan semua pasti ada sebabnya. Namun untuk sekadar bersenang-senang Aruna tidak perlu tahu semua itu ‘kan?
“Kalau begitu sampai ketemu besok,” ucap Aruna seraya memberi kecupan singkat di pipi Mario sebelum kemudian keluar dari mobil pria itu.
Hari sudah semakin malam, dan mereka juga sudah terlalu lama tertahan di dalam mobil. Aruna tidak ingin ada siapa pun yang datang dan memergokinya. Meskipun sebenarnya harus Aruna akui bahwa ciuman Mario masih dirinya inginkan. Padahal untuk malam ini itu sudah terjadi berkali-kali, mulai dari lift di bar Mario, lalu di baseman, dan kemudian barusan, sesaat setelah mobil yang Mario kendarai tiba di depan rumahnya. Namun Aruna belum juga merasa puas. Entahlah, pria itu membuatnya candu.
Jujur, bersama Mario bukanlah ciuman pertamanya, karena nyatanya sebelum Mario dan Bian hadir, Aruna sudah pernah memiliki kekasih, dan ia aktif melakukan itu. Tapi perlu Aruna akui bahwa dengan Mario lah rasa yang menggebu itu ada, ia jadi seakan menemukan sisi lain dirinya yang liar hingga membuatnya menginginkan ciuman itu lagi dan lagi. Bahkan Aruna kini tak sabar untuk menunggu hari esok. Aruna penasaran, apa saja kiranya yang akan Mario lakukan padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bed Mate
General FictionAndai yang mabuk-mabukan di barnya bukan Aruna, Mario tidak akan peduli. Namun karena yang berada di depannya adalah mantan tunangan dari sahabatnya, mau tak mau Mario akhirnya memutuskan untuk menemani. Niatnya tak lebih dari itu, tapi siapa yang m...