6

318 66 36
                                    

Suara detik jam dinding begitu mengganggu Mahesa malam ini, waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam, namun sejak sore tadi atensi pikirannya masih saja berkutat pada Binar.

Mahesa dibuat seolah pria itu tidak bisa menghirup udara bebas sedikitpun, seluruh pikirannya tertuju pada gadis cantik pemilik rambut panjang bergelombang yang begitu indah itu.

Melihat jam yang ada di ponselnya, Mahesa kemudian menggigit bibirnya dengan gusar.

Setelah melalui perang antara hati dan otaknya, Mahesa memutuskan untuk membuang semua gengsinya dan berusaha menelpon Binar.

Mahesa memejamkan matanya, bersamaan dengan nada sambung telepon Binar, sampai pria itu tiba-tiba terduduk dari posisi awalnya yang sedang rebahan.

Binar mengangkat teleponnya, terdengar suara grasak grusuk sebelum akhirnya suara jernih yang terdengar sangat ceria dan membuat candu itu menyapa telinga Mahesa.

"Halo Mahesa! Wah kayaknya ada yang penting nih sampe nelpon, gue nggak salah lihat kan? Ini beneran Mahesa Rajendra yang nelpon gue?" tanya Binar dengan riang.

Mahesa mengulum senyumnya, syukurlah Binar sudah jauh lebih baik dari keadaannya yang terakhir Mahesa lihat sore tadi.

"Ha-hai Bi, iya ini aku Mahesa."

"Widih, ada apa ya nih kira-kira lo nelpon. Nggak mau ngajak gue ngedate malem-malem gini kan?" tanya Binar disertai kekehan kecil di akhir bicaranya.

"Kamu baik-baik aja kan Binar? Maksud aku tadi aku lihat—aku denger—Maksudku—"

"Gue nggak apa-apa kok Mahesa, tenang aja sih, lagian nggak sekali dua kali juga gue lihat mereka kayak gitu. No need to say apologize to me. Oh ya, keapa nelpon gue, Sa? Setau gue lo bukan tipikal cowok yang demen modusin cewek dengan ngajak deeptalk sampe sleepcall malem-malem deh, pasti urusan penting nih." 

Mahesa terdiam sejenak, rasanya seperti mimpi bisa menghubungi Binar lewat telepon seperti ini, mendengar suara Binar dalam telepon adalah hal yang selama ini selalu Mahesa dambakan,

"Baru jam delapan malem nih, sibuk nggak, Sa?" Binar kali ini kembali berkata, seolah tak membiarkan Mahesa meredakan degup jantungnya jang berdebar begitu cepat dan keras.

"Enggak, kenapa?" tanya Mahesa dengan bersusah payah, pasalnya saat ini Mahesa ingin sekali berteriak senang, Euphoria yang Binar berikan sungguh membuatnya ingin meledak ke angkasa saat ini juga.

"Rumah lo di mana sih?" tanya Binar.

"Perum Puri Alam Cempaka," jawab Mahesa.

"Lumayan, tadinya gue mau ngajak jalan-jalan malem sih, tapi nggak jadi deh, takut ngerepotin lo soalnya," ujar Binar.

"Nggak kok, aku jemput di Rumah kamu ya, Bi. Tunggu, i'll be arrived as soon as possible, see you!"—Tuut.

Mahesa buru-buru menutup sambungan telepon tersebut, kemudian langsung bergegas menyambar jaket dan kunci motor hitam miliknya. Bersiap menjemput tuan putri.

Binar sendiri saat ini masih bengong sambil pegangin hapenya, masih berbalut piyama tidur dan rambut yang dicepol asal, serta wajahnya yang sudah bersih dari makeup.

"Mahesa ngajak gue jalan?" tanya Binar pada dirinya sendiri.

Ia menatap pantulan dirinya di cermin lalu memekik keras, bersenandung kencang seolah dirinya adalah orang yang paling bahagia di seluruh penjuru dunia. Kesedihan apapun bisa hilang dalam sekejap mata saat Mahesa secara tiba-tiba mengajaknya untuk keluar malam ini.

Bukannya bersiap, Binar malah langsung menelpon Natasha. Hendak memberi tahu gadis itu bahwa salah satu misinya berjalan tanpa gerak tangannya sendiri alias semesta mendukung.

EuphoriaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang