15

161 26 22
                                    

Saat masih mendengarkan beragam sambutan dari beberapa guru yang berebut untuk tampil di podium, Binar memilih untuk selfie dan membuat boomerang bersama Natasha untuk ia unggah di sosial media.

"Kinda bored. Kayaknya bakalan lebih bagus kalo Bu Inggrid ngedance kayak Baby monster deh di depan sana, Sheesh!" ujar Natasha seraya berbisik pada Binar.

"If he danced now, it would be the most ridiculous thing. I could have sworn that this would be a class joke for years," Binar terkekeh seraya mengarahkan kamera ponselnya pada Bu Inggrid yang saat ini sedang memberikan sambutan seraya karaoke tipis-tipis.

"That's cool, Ey-Yo Ingrid baby monster from YG entertainment right here," Natasha malah semakin menjadi, membuat Binar tertawa.

"Kualat lo bedua!" kali ini Edwin yang menyerukan, sementara teman-teman sekelas mereka yang berada di table yang tidak jauh, terkekeh.

"Kualat dari mana sih Ed? Besides, she will really like his new nickname. Inggrid Baby Monster," ujar Natasha.

"Inggrid Aespa aja," Adimas, salah satu teman sekelas mereka ikut nimbrung.

"Sounds nice, Ini beliau kalo dibiarin bakalan besar kepala nih. Bisa-bisa malem ini karaoke separuh albumnya Nike Ardila," ujar Edwin.

Binar yang hendak menimbrung lagi keseruan itu, mendadak harus buyar karena ponselnya bergetar, menandakan panggilan masuk dari Dirga.

"Ha—"

"—Mas nelponin kamu dari tadi! Kemana aja sih Bi? Kok nggak di angkat?!" 

Baru saja Binar hendak mengucapkan 'Halo', tetapi cerocosan Dirga membuat Binar tersentak, sepanjang hidup baru kali ini Dirga berbicara dengan nada tinggi pada Binar.

"Ya aku kan lagi di hotel, Mas." cicit Binar.

"Bi, Mas ngirimin kamu banyak pesan dan dari tadi nelponin kamu, Papa juga, baru sekarang kamu angkat? Kamu baca chat dari Mas nggak?" tanya Dirga.

"Dih, gajelas malah marah-marah. Tadi Binar lupa kalo  HP nya di DnD. Makanya ga bisa lihat chat dari Mas," jawab Binar dengan sedikit kesal.

"Bi, pulang sekarang bisa?" tanya Dirga.

"Mama kenapa?" Binar refleks menanyakan Mamanya.

"Pulang dulu, nanti mas jelasin. Mau mas jemput?" 

"Nggak usah, Mas jagain Mama dulu. Bibi bisa pulang sendiri—"

"—No, jangan pulang sendiri. Mas aja—"

"—Bibi bareng Natasha, Mas tolong jagain mama buat Bibi ya." 

Setelah sambungan telepon terputus, Binar dengan tangan yang gemetar berusaha membuka roomchatnya.

"Bi, kenapa?" tanya Natasha, Binar tidak menjawab.

Sampai Binar melihat chat dari Papanya.

Papa: Bi, pulang. Mamamu udah nggak ada.

Singkat, tapi dunia Binar seolah direnggut paksa setelah membaca pesan tersebut. Ratusan tetes air mata langsung berkumpul, berdesakan memaksa untuk keluar.

"Bi? Kok nangis?" tanya Natasha seraya memutar tubuh Binar agar sejajar dengannya.

"Nat, Mama gue, katanya udah nggak ada anjir? Ini dunia pada ngajak becanda sama gue apa gimana sih?" tanya Binar dengan air mata yang terus menerus turun dengan deras.

Natasha langsung memeluk sahabatnya, ikut merasa terpukul dengan kepergian Debbi.

Sampai akhirnya Aidan yang bersedia mengantarkan Binar dan Natasha untuk pulang, menemui Debbi untuk terakhir kalinya. Disusul dengan Mahesa yang berlari tergesa menuju parkiran khusus motor yang berada di basement hotel ini.

"Sialan! Jauh banget!" Umpat Mahesa. 

Mahesa memilih untuk berlari dibandingkan menggunakan lift, manusia memang ada saja ide anehnya kalau lagi kalut dan kacau kayak Mahesa ini.

Dengan cepat Mahesa menancap gas, membelah jalanan Ibukota yang ramai karena saat ini bertepatan dengan jam pulang kerja para karyawan yang melakukan overtime.

"Bi, please be strong." Bisik Mahesa dengan cemas.

***

Rumah Binar yang biasanya sepi, kini dipenuhi oleh para tetangga, kerabat kerja Papanya, sanak saudara, dan juga beberapa orang anggota kepolisian yang saat ini sedang berbicang dengan Ilham.

"Bi, mau gue bantu buat turun?" tanya Aidan saat melihat Binar hanya menatap kosong ke arah Rumahnya seraya mencengkram sabuk pengaman yang gadis itu pasang.

Natasha udah nggak usah ditanya lagi, lagi nangis kejer banget.

"Bi," panggil Aidan dengan lembut, malam ini kalian hanya melihat Aidan sebagai gentle man, tidak ada Aidan cowok usil yang hobi cengcengin cewek, tidak ada Aidan dan wajahnya yang ngeselin.

Naluri lelakinya mulai keluar.

Aidan kemudian turun dari mobilnya, disusul oleh Natasha. Tak sampai di sana, Aidan membuka pintu mobil sebelah kirinya, membujuk Binar secara langsung.

"Yuk, Mama lo udah nunggu." Setelah Aidan mengatakan hal tersebut, kesadaran Binar perlahan mulai kembali. Binar menatap Aidan yang juga sedang menatapnya dengan tatapan teduh.

Binar perlahan mau diajak keluar, gadis itu bersikap seperti biasanya, menganggap bahwa Mamanya masih ada. Sejenak Aidan dan Natasha merasa sedih, apalagi Natasha yang malah semakin kencang menangis.

"Gue bantu," ujar Aidan. Binar menepis pelan lengan Aidan.

"Gue bisa, Dan." Ujar Binar seraya tersenyum, senyuman Binar bukannya membuat Aidan lega, malah membuat Aidan semakin sedih.

"Mas Dirga?" Binar mulai mencari keberadaan sang kakak.

Semuanya masih terasa tidak nyata, Binar bahkan masih bertemu dengan Mamanya kemarin. 
Suara motor membuat langkah Aidan dan Natasha terhenti, terlihat Mahesa yang begitu panik.

"Mamanya Binar beneran meninggal?" tanya Mahesa spontan saat melihat Aidan dan Natasha.

"Ya lo pikir aja masa dibecandain?" Aidan yang sewot.

"MAS DIRGA!" Kini Binar mulai berteriak histeris ditengah semua orang yang berlalu lalang memberikannya ucapan bela sungkawa, atau hanya mengusap pipi Binar seolah memberikan kekuatan.

Mahesa berlari, mencuri start dari Aidan. 

"Bi?" Suara yang begitu Binar tunggu sejak tadi untuk menyapanya, Binar menatap Mahesa.

Tanpa mengizinkan Binar untuk berbicara, Mahesa langsung membawa Binar ke dalam dekapannya, memberikan ruang untuk Binar menumpahkan rasa sedihnya saat ini.

"It's okay, kalau kamu mau nangis." Bisik Mahesa.

Adegan berpelukan itu tidak lama karena setelahnya Dirga datang setelah disusul oleh salah seorang sepupu Binar.

"Bibi?" panggil Dirga dengan suara serak. Binar menoleh, tatapan kakak beradik itu beradu, Binar bahkan melihat dengan jelas bagaimana kacaunya Dirga saat ini. 

"Mas Dirga!" Binar berhambur ke pelukan kakaknya, mereka menangis bersama. Menangisi kepergian Debbi, yang membawa sejuta luka di hati.

Melihat keadaan kedua anaknya, Ilham langsung berjalan menghampiri.

"Bi, Mas. Sudah dulu nangisnya," ujar Ilham.

Binar melepas pelukannya bersama Dirga, kemudian menatap tajam pada Ilham. Menurutnya, jika ia harus menunjuk salah satu orang penyebab kematian Mamanya, Binar tak segan menunjuk Papanya. Orang yang sudah membuat Debbi menjadi seperti saat ini.

"Kalau gitu, bikin Mama bangun lagi sekarang! Bangunin Mama sekarang! Bibi cuma butuh Mama! Bibi nggak butuh Papa!" Teriak Binar.

Melihat Dirga yang juga masih menangis, Mahesa kemudian menarik Binar dengan lembut.

Mata pria yang berusia empat puluh lima tahun tersebut berkaca-kaca setelah mendengar apa yang keluar dari mulut anak kesayangannya.

"Bibi sayang, ini tante Anggun. Udah ya sayang, kita ke Mama aja sekarang, Mama udah nunggu Bibi dari tadi." Anggun, tetangga sebelah mereka yang sangat baik hati itu berusaha melerai, tidak ingin permasalahan keluarga Ilham dan mendiang Debbi menjadi gunjingan di komplek atau di luar sana.

"Mama," panggil Binar lirih saat melihat jasad Mamanya yang saat ini ditutup oleh kain putih.

"Kalau mau cium Mama, air matanya jangan sampai netes ya, sayang." Bisik Anggun seraya mengelus punggung Binar.

"Mama," Binar menangis terisak saat melihat sebuah luka lebam yang begitu mengerikan di sepanjang leher Mamanya.

"Mas? Mama kenapa?" tanya Binar dengan suaranya yang payau.

Dirga mengusap air matanya yang terus menerus jatuh, "Mama..."

"Suicide," 

Runtuh semua, dunia Binar benar-benar hancur sekarang.


EuphoriaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang