12

181 41 27
                                    

Selama di perjalanan pulang menuju Rumahnya, Binar sama sekali tidak bersuara sepatah kata pun. Motor sport miliknya berderu kencang membelah jalanan Ibukota.

Aidan menatap tajam setiap kendaraan yang menurutnya menghalangi perjalanan, bujug buneng serasa jalanan milik nenek moyang ya wak.

Mereka berdua sama-sama bungkam, Binar perlu me-recharge energinya saat ini, pertemuan dengan Genta sangat menguras energinya saat ini. Sementara Aidan, pria itu berusaha meredam amarahnya.

Juga ia marah pada dirinya sendiri, jika saja ia, Dewa dan Chandra tidak membolos jam pelajaran terakhir dan nongkrong di Warung Kopi, mungkin Aidan bisa menghadiahkan Genta sebuah bogem mentah sebagai peringatan untuk tidak mengganggu Binar.

"Bi, mau langsung pulang?" tanya Aidan.

"Langsung pulang aja, Dan. Mama gue sendirian di Rumah, kasihan kalo gue kesorean," jawab Binar. Aidan mengangguk, kemudian kembali melajukan motornya menuju kediaman Binar.

"Oke, telpon gue aja Bi kalo lo butuh apa-apa. Atau kalo si cowok brengsek itu gangguin lo lagi," ujar Aidan, rahangnya otomatis mengeras saat ia secara bersamaan membayangkan wajah Genta.

"Thanks, Dan." Binar masuk dan menutup gerbang, sesaat ia melambaikan tangannya pada Aidan, pria itu tersenyum kecil seraya membalas lambaian tangan Binar.

Saat Binar memasuki Rumah, ia melihat keadaan Rumah sudah seperti kapal pecah.

Semuanya berantakan. Gadis itu berjalan seraya memunguti beberapa barang yang bisa ia gapai. Namun sayangnya guci kesayangan Papanya dulu tidak ada yang bisa ia selamatkan satupun. Semua hancur dan bercerai berai. Seperti rumah Binar saat ini.

"Mama?" Panggil Binar.

"Ma?" Binar sedikit bergegas mencari Mamanya saat tidak ada yang menyauti panggilannya.

"Mama? Mama di mana?" Binar terus berusaha memanggil dan mencari keberadaan sang Mama.

Dengan mata yang berkaca-kaca Binar berusaha menelpon Dirga.

"Mas Dirga please angkat teleponnya mas!" Binar bermonolog, gadis itu kini berjongkok seraya menjambak surainya pelan.

Telepon masih belum terhubung, air mata Binar satu per satu mulai berjatuhan. Gadis itu kembali mencari keberadaan Mamanya dalam seisi rumah.

Pada percobaan ketiga, akhirnya Binar berhasil menghubungi Dirga.

"Kenapa Bi? Mas tadi masih ada kelas, malam ini mas pu—"

"—Mama ilang, Mas. Bibi nggak bisa nemuin Mama, Rumah dalam keadaan berantakan. Bibi baru pulang. Bibi takut, Bibi takut Mama kenapa-napa," Potong Binar dengan isak tangis yang tak dapat lagi dibendung.

Sungguh, segala hal di dunia ini, bisa Binar hadapi. Asal tidak kehilangan sang Mama.

"Bibi di mana sekarang?" tanya Dirga dengan cemas.

"Di Rumah, pas Bibi pulang, Rumah udah berantakan banget. Bibi nyari Mama tapi nggak ada di dalem Rumah," jawab Binar seraya berusaha untuk menghentikan isak tangisnya.

"Oke, Mas pulang sekarang juga. Mas cuma ke kost-an buat bawa barang yang udah di packing. Bibi, adik bungsu Mas. Tolong bantu Mas ya, cari Mama dulu di sekitar komplek, tanya ke tetangga deket siapa tau ada yang lihat Mama. Mas tutup ya," ujar Dirga kemudian menutup sambungan telepon.

Binar mengusap pipinya, kemudian tanpa berganti pakaian gadis itu bergegas mencari Debbi. Seisi Rumah sudah ia sasar, tidak ada keberadaan Mamanya.

Binar kemudian berlari ke luar. Menanyakan perihal keberadaan Mamanya pada tetangga sekitar.

EuphoriaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang