14

176 27 22
                                    

"Aidan? Gila! Lo berangkat sama Bibi?!" Natasha memekik kaget setelah gadis itu menangkap bayangan Binar yang berjalan bersama Aidan.

"Cowok ganteng memang ditakdirkan buat cewek cantik, Nat." Aidan hanya membalas pekikan kaget Natasha dengan gurauan khasnya.

"Ini gue curiga deh, Binar diapain sama lo?! Lo pelet ya?!" Seru Natasha.

"Ikan kali di pelet," seolah tidak mau kalah, Aidan malah terus menerus mempermainkan Natasha.

"Bi, gue ke sana ya? Mau nyamperin Dewa sama si Chandra, takut kangen mereka." Aidan melambaikan tangannya pada Binar.

Sejak kedua anak muda yang selalu menjadi pusat perbincangan itu memasuki ballroom hotel yang menjadi tempat diselenggarakannya pesta ulang tahun sekolah itu, hampir seluruh pasang mata menatap mereka berdua.

Aidan, si cowok usil sekolahan yang ngejar-ngejar Binar sejak kelas sepuluh, ganteng, friendly, dan tentunya anak orang kaya. Popularitas Aidan ini bukan main, hampir seantero kota mengenal pria dengan senyum manis tersebut.

Dan Binar, gadis cantik yang memikat banyak orang sejak menginjakkan kaki di sekolah untuk pertama kali, terkenal jutek dan selalu bersikap semaunya, namun juga friendly dan tentunya juga, anak orang berada.

What a couple.

"Nggak usah balik lagi aja, Dan." ujar Binar, sementara Natasha tergelak.

Aidan hanya terkekeh kecil seraya mengedipkan sebelah matanya, kemudian berjalan membelah kerumunan orang untuk menghampiri Chandra dan Dewa.

"Lo beneran jadinya sama Aidan?" tanya Natasha, sementara Binar mendelik.

"Lo pura-pura buta apa gimana sih? Udah jelas gue berangkat barengan sama dia," jawab Binar dengan kesal.

"Ini sih sewot karena belum ketemu kecengannya pasti, tuh tadi doi udah masuk. Sama si pick me girl, tapi nggak tau deh di mana sekarang," ujar Natasha setelah membaca kekesalan di wajah Binar.

"Engga elah," malah ngelak anaknya.

"Udah kelihatan banget Bi, lo udah nggak bisa bohongin gue nggak sih?" tanya Natasha, Binar hanya mengendikan bahu.

"I dont give a fuck, terserah dia mau gimanapun, gue nggak peduli." Ujar Binar seraya berjalan menuju salah satu table di sana.

Natasha berjalan tergopoh demi menyamakan langkahnya dengan Binar, tumben sekali hari ini gadis itu tidak bersikap agresif.

"Lo serius? Diem aja gitu? Lihat tuh!" Natasha menunjuk pada salah satu meja di mana terdapat Mahesa dan Kesya di sana.

"Lo mau diem aja dan biarin those annoying girl merasa menang di atas lo? Serius? Lo kenapa deh anjrit ini gue curiga banget?" tanya Natasha dengan penuh selidik.

"Terus lo maunya gue gimana? Harus dateng sama Mahesa kayak cinderella dan dapet ratusan perhatian dari seluruh orang di sini, gitu?" Binar masih menjawab dengan Kesal.

Sejujurnya Binar merasa gundah dan tidak mood untuk datang pada hari ini.

Pertama, karena pada akhirnya Mahesa datang dengan Kesya yang saat ini terus mencuri pandang ke arah Binar dengan senyuman mengejek.

Kedua, karena Binar terus mengkhawatirkan kondisi Mamanya. Ia merasa tidak tenang, walaupun Dirga terus meyakinkannya untuk tetap datang dan menghadiri acara tersebut.

"Dih anying, lo lagi dapet apa gimana si sewot mulu perasaan," ujar Natasha seraya menepuk pelan pipi Binar.

"Gue nggak tau, nggak enak hati sih ini."

Sesungguhnya gairah Binar sudah hilang, yang pertama karena Mahesa pada akhirnya berangkat bersama Kesya, yang kedua karena ia begitu mencemaskan kondisi Mamanya.

"Ih kok jadi badmood gini sih lo? Kenapaaa?" tanya Natasha.

"Ya gimana, gue kepikiran nyokap nih."

"Loh, Tante Debbi sakit? Papa lo lembur lagi? Tante sama siapa di Rumah?" tanya Natasha, Binar hanya menatap sahabatnya ini dengan lekat.

"Nat, actually gue banyak banget utang cerita sama lo, termasuk dua hal ini. First, Bokap gue punya istri ke dua, dan tebak? Mereka punya  dua orang anak. Kayaknya Nyokap sama Bokap bakalan divorce deh. Yang kedua, Nyokap gue sekarang ada di penjara, gara-gara ga sengaja lempar vas terus kena ke tetangga, ribut lah." 

"For real? Dan lo sama sekali nggak cerita sama gue? Bibi? Gue ini masih sahabat lo, kan?" Tanya Natasha dengan penuh drama.

"You do, gue terlalu bingung aja mau mulai dari mana." 

Percakapan mereka berdua teralihkan oleh sang kepala sekolah yang mengambil alih pengeras suara, memberikan sambutan-sambutan yang garing dan kata-katanya seperti menyontek dari google.

***

"Widih, ini sih kayaknya bakalan ada yang ngasih pajak jadian sama kita sih, Chan. Udah mulai tabrak-trabrak masuk nih ye," ujar Dewa setengah berbisik, pria itu tak henti menggoda Aidan sedari tadi.

"Motor beat nggak sih pajaknya?" Ujar Chandra.

Dewa mengernyit, "Beat banget? Minimal Kawasaki Ninja ZX-25R, lah Chan. Beat buat apaan anying? Lo mau nge-grab apa gimana?" 

"Takut kemahalan anjir kalo minta Ninja," jawab Chandra dengan polos.

"Gue kasih jajan bakso di kantin selama setahun, kalo gue pacaran sama Binar." Kali ini Aidan ikut buka suara.

"Setahun gimana sih monyet? Kita aja ini udah mau lulus, gue slepet juga muka lo," sambung Dewa kesal.

"Ya kalo kalian sekampus sama gue ntar, gue traktir dua semester penuh," ujar Aidan.

"Gue? Rakyat biasa kayak kita? Kuliah di kampus yang sama kayak lo?" 

"Sakit nih Wa, si Aidan."

"Lah kenapa?" tanya Aidan.

"Tanpa gue jelasin kenapa, harusnya lo udah tau sih Dan, bokap lo emang bakalan ngasih izin lo buat kuliah di Indonesia? Pewaris tahta minimal Columbia University," jelas Dewa.

"Gue sebenernya tetep mau di sini," Aidan bergumam.

Chandra menghela napasnya dalam.

"Di manapun, lo tetep sahabat gue sama Dewa. Lo anak tunggal, Dan. Lo mau gitu, seluruh harta bokap lo jatuh di tangan ibu tiri lo yang kayak nenek lampir itu? C'mon bro," tutur Chandra.

"Udah kayak drama korea aja gue, perebutan tahta." Aidan malah becanda.

"Terus cewek yang lo taksir malah naksir sama cowok yang financial unstable," sambung Dewa.

"Hapal banget lo?" tanya Chandra.

"Karisa suka nonton drama korea model begituan, ya makanya gue jadi ikut nonton. Mau nggak mau," jawab Dewa.

Bukan rahasia lagi bila Dewa begitu menyayangi Karisa, adik perempuan satu-satunya yang saat ini berusia 14 tahun.

"Kalo sayang sama Karisa, lo jangan main-main sama cewek. Karmanya ntar malah ke dia," ujar Aidan.

Dewa menjulurkan lidahnya mengejek. "Siap, kapolsek!"

Kekehan kecil Dewa dan Aidan sedikit buyar saat Chandra menyikut lengan  Aidan.

"Apa sih anjrit?" tanya Aidan kesal.

"Binar kenapa tuh?" ujar Chandra tanpa memutus tatapan matanya pada Binar.

Aidan dan Dewa sontak menatap Binar yang saat ini terlihat panik, dengan Natasha yang tiba-tiba memeluk gadis itu. Punggung mereka berdua terlihat bergetar, Aidan menangkap sinyal tidak baik-baik saja.

"Gue kesana dulu," Aidan langsung meninggalkan meja tempat ia dengan teman-temannya untuk menghampiri Binar.

"Hey, kenapa?" tanya Aidan, pria itu berlutut di hadapan Binar yang saat ini masih menangis dalam pelukan Natasha yang ikut terisak.

Ini Aidan bingung, nanya juga nggak ada yang jawab satupun.

"Bi?" Aidan menyentuh pundak Binar, membuat Binar melepaskan pelukannya dengan Natasha, sedikit luntur make up di wajahnya, namun bukan itu yang menjadi pertanyaan bagi Aidan.

"Hey? Is everything okay?" tanya Aidan, Binar sebenarnya mau jawab tapi nggak bisa, lidahnya seolah kelu. Tubuhnya seperti mati rasa dan tidak berfungsi lagi.

Natasha mengusap air matanya, kemudian menatap Aidan yang menatapnya seolah memberikan banyak pertanyaan yang tidak diucapkan.

"Dan, kalo gue minta tolong buat anterin Bibi sama gue pulang, boleh?" tanya Natasha dengan air mata yang terus mengalir.

"Why? bahkan inti acaranya ini belum—"

"—Nyokapnya Binar meninggal, Dan. Please," Natasha langsung memotong ucapan Aidan.

Terlihat Aidan begitu terkejut, namun hanya bertahan selama beberapa detik sebelum pria itu akhirnya memapah Binar untuk mengantarkan mereka ke Rumah Binar.

Mahesa juga ada di sana, tidak jauh dari mereka, namun Mahesa sama sekali tidak tahu apa yang terjadi sampai Binar menangis dengan hebat.

Setelah Aidan, Binar, dan Natasha meninggalkan meja tersebut, Mahesa berjalan mendekati beberapa teman-teman yang ada di sana.

"Kenapa tadi?" tanya Mahesa.

Beberapa orang di sekitar sana memberikan sorot sendu, "Mamanya Binar, meninggal. Sa," 

Mahesa langsung berlari, tidak peduli sekeras apa Kesya memanggilnya dari dalam sana, Mahesa hanya mengkhawatirkan kondisi Binar saat ini.


EuphoriaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang