25

151 20 27
                                    

Saat ini sudah menunjukan pukul enam pagi, tetapi Mahesa sudah duduk manis di meja makan keluarga Ilham seraya tersenyum canggung.

Ya bagaimana tidak, Binar saat ini belum turun dari kamarnya, sementara sejak tadi Mahesa merasa terintimidasi dengan tatapan Dirga padanya. Berulang kali Dirga menatapnya dengan tatapan aneh dari atas kepala sampai ujung kakinya.

"Kamu satu kelas sama Bibi?" tanya Ilham memecah suasana, kemudian tersenyum manis dan mengucap terima kasih pada Mira yang baru saja menyodorkan piring berisi nasi goreng.

"Satu sekolah dan satu angkatan, Om. Binar di IPS, kalau saya di MIPA," jawab Mahesa.

"Pacaran?" tanya Dirga seraya berdiri menyiapkan makanannya sendiri, sambil memberikan kode agar nasi goreng yang baru saja Mira tata di atas nasi, diberikan pada Mahesa.

Dengan sopan Mahesa menerima piring yang Mira sodorkan, "Terima kasih, Tante."

"Iya Kak, izin ya."

"Habis ini mau lanjut ke mana, Mahesa?" tanya Ilham.

Mahesa terlihat berpikir sejenak. "Kalau saya sih om, gimana rezekinya aja. Soalnya kalau pilihan pertama sih di Kedokteran UI, untuk pilihan kedua saya ambil di Kedokteran UGM. Tapi kembali lagi, saya sih gimana rezekinya aja," jawab Mahesa.

"Buset UGM dijadiin second choise apa nggak gila lo?!" Dirga menyamber kaget.

"Ya Esa mah Pinter, emangnya lo?!" sebuah suara menginterupsi mereka semua, Binar berjalan menuruni tangga dibantu oleh Mbok Jum.

"Kayak pinter aja, lo."

"Esa tuh pinter tau, Mas. Sering ikut lomba juga, mana udah internasional lagi. Jadi nggak heran kalau pilihan keduanya aja UGM," ujar Binar menjelaskan setelah gadis itu sampai di meja makan.

Mahesa membantu menyiapkan kursi yang akan diduduki oleh Binar, kemudian menyodorkan nasi goreng yang belum ia sentuh.

Binar menggeleng, kemudian celingukan mencari Mbok Jum.

"Kenapa?" tanya Mahesa.

"Mau roti selai aja," jawab Binar.

"Ada makanan di depan kamu, Bi. Mami Mira yang masak, masa malah pengen roti?" suara Ilham terdengar menyambar di tengah percakapan Binar dan Mahesa.

"Bule dia, Pa. Makanya sarapannya pengen sama roti, biar makin cas cis cus bahasa inggrisnya," ujar Dirga ikut menengahi.

"Nggak mau nasi goreng?" tanya Mahesa, Binar menggelengkan kepalanya.

"Mbok Jum, tolong dong pengen roti gandum sama selai coklat."

"Oh ya, kalau Kakak mau lanjut ke mana?" tanya Mira.

Binar hanya diam, seolah ucapan barusan tidak pernah terdengar di telinganya. Mahesa mengelus punggung tangannya di balik meja makan tersebut, membuat Binar menoleh. Sementara Mahesa tersenyum penuh arti, seraya melirik ke arah Mira yang menunggu jawaban dari Binar.

"Nggak tau," ketus Binar.

"Di ITB aja sama Mas, jadi anak Teknik." Ajak Dirga.

"Nggak lah, cakep gini masa mainannya mesin?!"

"Teknik ga melulu mesin ya, Bi."

"Mau nyoba ke UI?" tanya Mahesa lembut, Binar menoleh seraya tersenyum riang, membuat Dirga berdecak kesal.

Giliran sama Mahesa apa-apa juga mau.

"Kayak pinter aja lo mau ke UI?" sindir Dirga. "Kalo kekeh mau ke sana, yaudah. Harusnya sih lo ikutan bimbel gitu sejak kelas sepuluh, Bi. Tapi kayaknya sekarang pun nggak akan telat, kan bisa dibantu dibimbing juga sama kekasih hati, iya nggak Sa?"

"Yaudah, ikut bimbel online aja. Nanti aku usahakan setiap pulang sekolah kita belajar bareng," ujar Mahesa.

"Nggak ah, mending pacaran."

"Kalau nggak keterima, swasta aja di Singapore. Bagus itu," ujar Ilham.

"Kalo gitu, ntar aku nambah beban buat Papa, udah kuliah ambil swasta, di luar negeri pula. Anak Papa kan sekarang banyak. Berangkat yuk, Sa!" Ajak Binar setelah menyelesaikan suapan terakhir roti isi selai yang ia makan.

Mahesa mau tidak mau berdiri, sedikit bersyukur karena akhirnya ia bebas dari meja makan tersebut. Bukan karena tidak mau, hanya saja Mahesa sudah makan Nasi goreng buatan Ibu, lalu ditambah Nasi goreng di Rumah Binar. Apa nggak kekenyangan perut Mahesa?!

***

Hari ini, Mahesa sudah cukup kebal dengan beberapa obrolan orang lain tentang dirinya, dia memilih untuk bersama Binar, tentu dia juga harus menerima segala konsekuensinya, kan? Lagian, berpacaran dengan Binar dan ikut menjadi perbincangan di Sekolah setiap hari, tidak buruk. Mahesa justru sedikit senang karena beberapa orang mengenalinya sebagai siswa berprestasi yang pada awalnya tidak banyak dikenal orang.

"Padahal kalo misalnya masih sakit gini, nggak usah masuk dulu." 

Binar menggelengkan kepalanya, "Di Rumah suntuk," jawab Binar. Mahesa mengerti, pria itu hanya mengangguk sambil masih membantu Binar berjalan menaiki anak tangga.

Satu kelas heboh, cewek-ceweknya pada ngereog pas lihat Binar dianterin sampe depan mejanya, tolong dicatat baik-baik ya teman. Diantar sampai depan meja, bukan depan pintu lagi.

"Aduuuh ini couple Hits Cendrawasih, pagi-pagi udah bikin kaum jones ngiri aja," ujar Ares begitu melihat Mahesa sampai membantu Binar duduk.

Mahesa sendiri hanya tersenyum canggung, pria itu kemudian mengangguk sopan, "Duluan, semuanya."

Sepeninggalan Mahesa, banyak orang yang langsung menghampiri Binar. 

"Gue dapet gossip, lo habis kucing-kucingan lagi sama si Genta ya?" Karina mengawali obrolan pagi ini, disusul beberapa orang yang ikutan kepo setelah Karina menyebut nama Genta.

"Iya anjing, gue dikepung!" Binar bersungut kesal.

"Bajingan emang tuh cowok!" Evelyn menggebrak meja, malah lebih galak dan marah dibandingkan Binar.

"I've told you.

"Ngomong-ngomong, tau Kesya nggak? Anak MIPA yang sering ikutan olimpiade sama cowok lo?" tanya Ares.

"Masih idup?" tanya Binar. Teman-temannya melotot.

"So, that's true?" tanya Karina hati-hati.

"Hah? Apaan?" tanya Binar, sepertinya ada mis komunikasi antara apa yang ia pikirkan, dengan teman-temannya.

"Sorry, gue denger gossip tadi. Katanya dia ada percobaan buat suicide, karena lo pacaran sama Mahesa." ujar Evelyn. 

"Hah?"

"Gue nggak mau percaya gitu aja makanya gue sama yang lainnya langsung ngomong ke lo buat nanyain ini," ujar Evelyn.

"First of all, gue nggak pernah rebut cowok orang. You guys knows me damn well. Kedua, i've heard about that, tapi itu sebelum gue pacaran sama Mahesa. Nggak make sense kalo dia bilang mau suicide karena gue pacaran sama Mahesa. Gila tu cewek beneran medusa!" Jelas Binar dengan kesal.

"Stress kali, fall in love with people she can't have." Ujar Ares.

"Well, kita nggak bisa judge dia juga sih. Issue suicidenya soalnya udah agak parah kelihatannya." ujar Binar. "Lagian, haters gonna hate. Yaudah nggak usah diladenin, gue percaya sama lo semua, dan lo semua juga knows me so well,"

"Sejak pacaran sama si Mahesa-Mahesa ini, lo kelihatan pinteran dikit ya?" ujar Edwin.

"Anjing gue gebug dada lo!" Masih keluar khodamnya.


EuphoriaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang