17

765 82 6
                                    

Hyunjin kembali mengunjungi kafe orang yang ia sukai, dan sekali lagi ia mampir tanpa Minho. Dirinya merasa gugup, sebab malam ini ia ingin lebih mendekatkan diri pada Jisung, pemuda yang berhasil meraih hatinya. Malam ini ia ingin menunjukkan perasaannya tanpa mengungkapkannya dengan terlalu jelas.

Ketika Jisung melihat Hyunjin berjalan ke arahnya, matanya menyala dengan keceriaan, "selamat datang, Hyunjin! Senang melihatmu lagi."

Hey, jujur saja ia sedikit sedih karena Minho tak mengunjunginya hari ini. Padahal ia sudah menantikan kehadiran pemuda itu.

Hyunjin menunjukkan senyuman tampannya, "hai, Jisung-ah! Rasanya selalu baik berada di sini." Ia melihat-lihat menu dengan tidak sabar. "Apa yang kau rekomendasikan malam ini?"

Sedikit bingung karena tak biasanya Hyunjin meminta rekomendasi, namun Jisung mulai menunjukkan sebuah minuman yang belakangan ini ramai dipesan, dan Hyunjin memutuskan untuk memesan kopi yang disarankan olehnya.

Hyunjin tidak bisa menahan diri untuk tidak memainkan permainan gombalnya ketika berdekatan dengan pemuda Han itu, "Jisung-ah, kau tahu, kau seperti secangkir kopi yang sempurna. Menyegarkan dan manis."

"Tetapi kopi yang kau pesan itu pahit, Hyunjin," ucap Jisung sembari terkekeh kecil.

Sial, Hyunjin malu sekarang.

Mana ia tahu? Ia tak pernah memesan kopi itu sebelumnya.

Jisung menahan tawa begitu melihat ekspresi konyol Hyunjin, meskipun ia merasa bahwa ada sesuatu yang tidak biasa dalam pujian itu. "Terima kasih, Hyunjin. Kau juga selalu membuat hari-hari di sini menjadi lebih cerah."

"Tapi malam itu gelap, Jisung."

Baiklah, apakah ini ajang menyangkal gombalan? Karena sepertinya Hyunjin baru saja balas dendam.

Yah, pada akhirnya keduanya sama-sama tertawa begitu menyadari kebodohan masing-masing. Konyol sekali percakapan malam ini.


"Jisung, kau tahu kalau hatiku serasa seperti puzzle yang belum lengkap. Mungkin kau bisa menjadi potongan terakhir yang hilang."

"Apa kau punya peta? Aku tersesat di matamu."

"Jisung, aku rasa tadi aku melihat bintang jatuh. Mungkin itu hanya matahari yang bersinar terang di matamu."


Jujur saja Hyunjin ini berisik sekali dengan segala macam gombalan bapak-bapak yang ia temukan di internet.

Malam berlanjut dengan guyonan dan tawa. Hyunjin terus memainkan permainan gombal ringannya, tetapi dia merasa bahwa Jisung mulai menyadari pesan di balik kata-katanya. Sementara itu, Jisung merasa tidak nyaman karena ia merasa Hyunjin menyimpan perasaan yang lebih dalam.

Malam ini begitu berarti bagi Hyunjin, namun sangat konyol bagi Jisung.

Ketika Jisung dan Hyunjin mendekati akhir pertemuan mereka --karena Minho mulai menelepon sang penyanyi dengan tidak sabaran--, Hyunjin merasa perlu untuk menegaskan sesuatu. "Jisung, aku sangat menikmati waktu yang kita habiskan bersama. Kau tahu, kapan pun aku ingin mengobrol atau bertemu, aku akan kemari, hehe."

Jisung tertegun oleh kata-kata itu, meskipun ia tahu bahwa ia harus menjadi jujur dengan perasaannya. "Terima kasih, Hyunjin. Aku sangat menghargainya. Kau adalah teman yang istimewa bagiku. Datanglah kapan pun."

Teman ya?

Mereka berpisah dengan senyuman, meskipun perasaan yang lebih dalam tetap tak terungkapkan. Jisung masih dengan pikiran yang rumit, tahu bahwa ada seseorang yang tertarik padanya, tetapi perasaannya begitu kuat untuk Minho. Hyunjin, sementara itu, merasa puas bahwa dia telah menunjukkan perasaannya dengan cara yang halus dan tidak mengganggu, yah meskipun dirinya sedikit kecewa karena hanya dianggap sebatas teman.

STALKER [Han Jisung X ???] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang