Hi!
Selamat datang di cerita bertema transmigrasi pertama gue.
Ini adalah karya fiksi. Selain yang disebutkan di antaranya adalah nama, tempat, peristiwa, dan insiden dalam cerita ini merupakan imajinasi penulis. Kemiripan dengan orang sebenarnya, hidup atau mati, atau kejadian sebenarnya adalah murni kebetulan.
Cerita ini mengandung adegan yang mungkin memicu seperti konten sensitif (kekerasan), konten menyinggung, bahasa kasar, atau lainnya, dan mungkin tidak cocok untuk semua pembaca.
Zvezda sendiri udah gue rancang di draft dari 2021 akhir tahun, tapi baru terlaksana sekarang karena beberapa hal. Oke, gitu aja.
Be wise, darling♡
-Happy Reading Y'all-
***
Terik sang surya menyapa bumi dengan sinarnya yang terang. Angin berhembus hingga melesak masuk ke dalam pori-pori. Terdengar ombak berdebur berulang berlomba-lomba menjilat bibir pantai.
Suara riuh nan heboh dari sekelompok remaja terdengar di sekitar pantai. Merayakan liburan musim panas yang baru saja di mulai.
"Ven, ke tengah dikit, yuk?" gadis bersurai panjang bernama Laura Belinda bersuara dari atas ban pelampung, mengajak sang saudari tiri untuk sedikit jauh dari bibir pantai.
"Jangan. Lo gak berenang."
Gadis yang duduk di sisi lebih dalam dengan membelakangi lautan bernama Venus Arinka itu menolak, takut terjadi hal yang tak diinginkan. Sebab, saudaranya itu sama sekali tak bisa berenang.
Sebelumnya, Venus hanya bermalas-malasan di bawah pohon dengan wajah yang ditutupi buku novel yang baru dibaca setengah olehnya. Tak lama kemudian, Laura menghampiri dan mengajaknya untuk menaiki ban pelampung yang saat ini keduanya gunakan. Awalnya, Venus menolak, tapi karena Laura memaksa dan merengek, mau tak mau Venus menyetujui permintaannya.
"Tapi 'kan, kamu bisa berenang," balas Laura.
"Gue bisa dan lo gak bisa."
"Ayolah, Ven. Kamu tau 'kan aku gak pernah se-excited ini? Dikit aja, kok!" pinta Laura membujuk Venus. Bisa dibilang, Laura adalah tipe orang jika dia menginginkan sesuatu maka harus didapatkannya pada saat itu juga.
Venus akui bahwa ia tidak pernah sekalipun melihat Laura sesemangat ini, karena untuk kali pertamanya Laura mengunjungi pantai.
Ibu Laura sekaligus ibu sambung Venus memang termasuk orang tua yang ketat terhadap putrinya. Beliau selalu melarang Laura untuk pergi ke mana pun yang sekiranya keluar dari pengawasannya. Mungkin, karena Laura putri semata wayangnya, di tambah 10 tahun lalu suaminya yang bekerja sebagai perwira laut wafat akibat tenggelamnya kapal yang dikemudikannya, sehingga membuat beliau menjaga Laura dengan sedikit berlebihan.
Laura bisa datang ke sini pun berkat kepercayaan ibunya pada Venus.
"Jangan ngeyel, Laura. Gue bilang jangan, ya, jangan."
Tentu, jawaban Venus masih sama.
Mendengar jawaban mutlak Venus membuat Laura terdiam. Laura tampak berpikir dalam diamnya, sementara Venus merasa lega dengan keterdiaman gadis di depannya.
Sayang, perasaan lega Venus tidak berlangsung lama. Laura malah membicarakan yang tidak ingin didengar olehnya.
"Ven, kamu suka 'kan sama Abian?" tanya Laura pada Venus, membuat Venus seketika menoleh padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ZENNUS: Zvezda
Teen FictionTidak pernah terlintas dalam pikiran Venus Arinka bahwa takdirnya mati tenggelam setelah mencoba menyelamatkan saudari tirinya. Tapi, siapa sangka jiwanya malah terlempar ke salah satu tokoh novel Je Te Veux, tokoh yang memiliki nama depan yang sama...