10 : Teflon Keramat

2.2K 270 76
                                    

-Happy Reading Y'all-

***

"Dari mana aja lo? Udah gue tungguin dari tadi gak nongol-nongol. Chat gue gak dibales, gue telepon juga gak diangkat. Hebat lo begitu?" cerocos Kiana melihat kedatangan Venus yang kini mendudukkan diri di kursi depannya.

Tadi, setelah mengembalikan buku di perpustakaan ia langsung bergegas menuju ke kantin karena takut kejadian kemarin terulang lagi, mengingat tingkah Venus yang berubah drastis. Namun, ketika dirinya sudah sampai di kantin dia sama sekali tak menemukan di mana Venus berada.

Kiana awalnya masih berpikir positif, mungkin saja Venus memiliki urusan lain. Tapi, sampai baksonya habis pun batang hidung Venus tak kunjung muncul. Dia sudah berulang kali mengirim pesan dan melakukan panggilan, tapi tak ada tanda-tanda jika Venus akan membalas atau menjawab panggilan.

Dia sudah ingin beranjak dari kantin untuk mencari Venus, tapi berselang 10 detik kemudian Venus muncul di hadapannya dengan wajah tak berdosa.

"Dari toilet bentar tadi." Venus memeriksa ponselnya, dan benar, di sana tertera 23 pesan belum di baca dan 9 panggilan tak terjawab.

"Bentar, palak lo, bentar! Ini 10 menit lagi masuk kelas, asal lo tau!" sungut Kiana.

Venus hanya menyengir menampilkan sederetan giginya yang rapi. "Ini biasanya kantin rame begini, ya?" tanyanya mencoba mengalihkan topik pembicaraan. 

"Enggak. Ini rame karena ada Zen," jawab Kiana. "Tuh, orangnya di sana."

Kiana menunjuk dengan dagu ke salah satu meja kantin dekat tembok. Di sana ada pemuda yang duduk seorang diri sedang bermain ponselnya.

Venus mengikuti arah pandang Kiana. "Buset, tu orang kapan sampainya? Perasaan duluan gue yang dateng ke sini. Teleport, kah?"  Venus membatin dengan dahi berkerut melihat Zen yang sedang bersantai di kursi kantin.

"Indah banget ya, Ven, ciptaan Tuhan. Gue juga mau satu yang kayak dia." Kiana kembali bersuara memandang ke arah pemuda yang dipujanya dengan mata berbinar. 

"Lo juga kan, Ven?" imbuhnya dengan menoleh ke arah Venus.

"Lah, Ven?" 

Ternyata Venus sudah tidak ada di tempat. Gadis itu berjalan ke arah di mana Zen berada, yang mana membuat Kiana langsung mengumpat di tempatnya.

"Si anjing, itu anak malah nyamperin!" Kiana menepok jidatnya sendiri melihat kelakuan sahabatnya.

Venus menarik kursi di depan Zen, mendudukkan dirinya di sana tanpa permisi. Zen yang merasakan keberadaan orang tak di undang pun melirik ke depan.

"Lo yang nabrak gue tadi, kan?" tukas Venus tanpa basa-basi.

Zen memperhatikan wajah gadis itu sebentar. "Terus, kenapa? Mau gue minta maaf?" tanyanya seraya memasukkan ponselnya ke saku celana, masih dengan posisinya yang bersandar pada kursi.

Angkuh.

Apakah begini sikap orang yang diangung-agungkan seperti malaikat?

Batin Venus.

"Gak juga," jawabnya. "Gue denger, lo yang nyelametin gue malem itu. Benar?" 

Zen tidak menjawab, menunggu Venus melanjutkan ucapannya.

"Thanks, karena lo gue bisa hidup," untuk kedua kalinya. Venus melanjutkan ucapannya dalam hati.

"Cuma itu?" tanya si pemuda dengan tatapan tanpa minat menatap manik kelam di hadapannya. 

ZENNUS: ZvezdaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang