Bersembunyi di sebelah kotak sampah sembari mengatur napasnya yang terengah-tengah. Jika bukan karena mendesak, Ernan tidak sudi bersembunyi di tempat berbau tak sedap ini.
Beberapa saat lalu, Ernan mendapat tantangan dari salah satu rival yang ingin melihat kekalahannya. Dia yang tidak bodoh tentu tidak langsung menyetujui tantangan tersebut, namun setelah mendengar nominal yang begitu terdengar menggiurkan ia pun langsung mengiyakan. Lantas, ia bergegas ke tempat yang akan digunakan sebagai arena balap liar.
Namun, sepertinya Dewi Fortuna tidak berpihak padanya kali ini. Berpikir secepatnya sampai di tempat tujuan, ia malah bertemu sekawanan musuh yang menghadangnya dari arah berlawanan. Mau tak mau, Ernan pun menerobos mencari celah untuk lolos dari kejaran mereka.
Lagi dan lagi, kesialan menimpanya hari ini. Ia salah mengambil jalan dan alhasil motornya tidak dapat masuk karena jalan yang dilewatinya terlalu sempit.
Ernan sempat baku hantam dengan enam orang yang mengejarnya, tapi ia berhasil melarikan diri. Dan, di sinilah dia, bersembunyi di sebelah kotak sampah dengan luka lebam di wajahnya.
"Fuck!"
Ernan mengacak rambutnya frustrasi, merutuk atas keputusan bodohnya. Jika saja ia tidak memiliki ide mengambil jalan tikus hal ini pasti tidak akan terjadi.
"Bener-bener keliatan kayak anak pungut."
Ernan terhenyak kala rungunya mendengar kalimat kurang ajar itu secara tiba-tiba. Entah dari mana datangnya, seorang gadis kini berdiri tepat di depannya, menghalau terik matahari yang menerpa tubuhnya. Jangan lupakan juga gadis itu membawa sebuah kantong plastik putih kecil di genggaman tangannya, sementara tangan lainnya berada di saku rok bermodel ketat.
Gadis itu menatap anak lelaki yang berjongkok di sebelah kotak sampah. Matanya mengobservasi dari ujung kepala hingga kaki layaknya alat pemindai. Entah apa yang dipikirkan olehnya, tapi ia manggut-manggut seolah memahami situasi.
Lain halnya dengan Ernan tidak mengerti akan maksud gadis di depannya.
"Apa?" tanyanya to the point. Ernan paling tidak menyukai teka-teki atau hal-hal yang membuatnya penasaran.
Setelah pergi tanpa pamit dan meninggalkan Reo tadi. Venus berniat untuk kembali ke sekolah. Bolos sendirian ternyata tidak menyenangkan. Ia buta map, tidak tahu tempat mana yang akan dituju, dan malah luntang-lantung seperti orang bodoh. Di tambah, saat ini Venus tidak tahu di mana dirinya berada, dia hanya mengikuti jalan setapak dan berakhir di gang sempit ini.
Dua kali Venus kembali ke tempat yang sama, yang mana hampir membuatnya putus asa. Netranya tidak sengaja menangkap sosok yang tidak asing baginya, dan akhirnya memutuskan mendekati Ernan dan berniat ingin meminta bantuan.
Tapi, apa ini? Kenapa wajah paripurna tokoh kesayangannya penuh dengan lebam?
"Dua kali kita ketemu, sebanyak itu juga gue liat muka lo bonyok. Lo punya hobi nyakitin diri sendiri, ya?" Tidak hanya menjawab, Venus juga ikut melempar pertanyaan.
Ernan membalas tatapan Venus sebentar, kemudian mengalihkan perhatiannya ke segala arah. "Di sini bau. Mending lo pergi." usirnya disela-sela memantau situasi, tanpa menanggapi pertanyaan tidak masuk akal dari yang lebih tua.
Saat ini ia sedang dalam pelarian, jika Venus tidak segera pergi maka tidak menutup kemungkinan orang-orang yang mengejarnya akan menemukan dirinya. Jika hal itu terjadi, tidak hanya dirinya, tapi gadis itu juga pasti akan terkena masalah.
Bukannya mendengarkan. Venus malah lebih mendekat ke arah Ernan. Membuat Ernan tanpa sadar menautkan kedua alisnya, penasaran apa yang akan dilakukan oleh gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
ZENNUS: Zvezda
Teen FictionTidak pernah terlintas dalam pikiran Venus Arinka bahwa takdirnya mati tenggelam setelah mencoba menyelamatkan saudari tirinya. Tapi, siapa sangka jiwanya malah terlempar ke salah satu tokoh novel Je Te Veux, tokoh yang memiliki nama depan yang sama...