Venus dan Kiana berjalan bersebelahan di koridor seraya bincang-bincang seperti biasanya.
"Semalem lo bilang mau berangkat pake sepeda ke sekolah, gue kira cuma bercandaan doang, anjir! Taunya beneran."
Seperti kebanyakan hubungan persahabatan lainnya dan sudah menjadi rutinitas harian, semalam Venus dan Kiana sempat berbincang melalui panggilan video. Venus mengatakan mulai besok pagi dia akan menggunakan sepeda ke sekolah, tapi Kiana hanya menganggapnya sebagai lelucon.
Ketika Kiana sedang memarkirkan kendaraannya di area parkir, betapa terkejutnya dia melihat Venus yang benar-benar membawa sepeda ke sekolah.
"Kan, udah gue bilang berulang kali kalo gue mulai sekarang mau pake sepeda aja. Lo-nya malah ketawa." ucap Venus sambil memutar bola matanya malas.
"Ya, siapa sangka coba," balas Kiana.
Venus hanya mendengus menanggapi ucapan sang teman.
"Oh, iya. Lo udah ngomong sama Vanca?"
"Soal?" Venus melirik sekilas.
"Katanya lo mau masuk ke markas Rex untuk nyari barang lo yang ketinggalan 'kan? Seharusnya kalo Vanca yang minta izin pasti langsung dikasih izin sama Reo."
"Gue belum ngomong apa-apa sama Vanca."
"Kenapa?"
"Gue gak mau ngebebanin Vanca dalam hal ini," kilahnya.
Venus dengan jelas mengingat bagaimana sikap dan gelagat aneh dari Vanca kemarin. Diceritanya memang sang protagonis peduli pada adik kembarnya, tapi tidak sampai titik di mana dia meminta Electra untuk bergantung padanya. Itu sama saja secara tidak langsung Vanca meminta dirinya untuk menghabiskan masa hidupnya seperti orang bodoh yang tidak memiliki kemampuan apa-apa dan akan terus bergantung padanya.
Sehingga untuk saat ini Venus memilih untuk menghindari Vanca sebanyak mungkin.
"Berarti lo harus izin ke Reo langsung, dong?"
"Udah."
"Hah? Kapan? Kok bisa? Diizinin?" tanya Kiana beruntun.
"Pelan-pelan, oy!" cecar Venus.
Mendapat toyoran di kepalanya membuat Kiana mengaduh dengan tubuh sedikit terhuyung ke samping.
Venus kembali bersuara, "Tadi pagi gue izin, tapi dia gak ngizinin gue untuk masuk ke sana."
"Terus, gimana?"
"Mungkin gue akan minta izin ke Zen." Venus menjeda ucapannya, sorot matanya berubah menajam. Kiana yang kebetulan menoleh tentu melihat perubahan itu.
"Kalo gue gak dapet izin juga dari Zen. Masih banyak cara yang bisa gue lakukan untuk bisa masuk ke sana," sambungnya.
Tidak lama setelah Venus mengatakan hal tersebut, secara tiba-tiba seseorang menumpahkan cairan berwarna oranye di atas kepalanya. Hal itu tentu membuat semua orang yang sedang berlalu lalang dan melihatnya langsung terkejut bukan main. Terlebih Kiana yang sudah melotot marah, tidak terima jika sahabatnya disiram jus jeruk.
"LO APA-APAAN, SIH?!" teriak Kiana penuh amarah.
Gadis bersurai panjang sedikit bergelombang yang semula melewati Venus dan Kiana tanpa rasa bersalah itu menoleh. Memandang keduanya secara bergantian dengan tatapan merendahkan.
"Kenapa? Ada yang salah?" tanya gadis berpapan nama Ellen Clarabelle. Tangannya bahkan bersedekap dada menandakan bahwa ia sedang meremehkan lawannya.
"'Kenapa?' lo bilang! Lo buta, ya?!"
"Engga, tuh. Gue tepat sasaran," jawabnya enteng.
Belum sempat Kiana kembali meledak-ledak, Ellen dengan santainya berbalik melenggang pergi dari sana. Namun, sebelum gadis itu benar-benar jauh, tiba-tiba sesuatu melayang di udara membuat fokus semua orang tertuju pada benda itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
ZENNUS: Zvezda
Teen FictionTidak pernah terlintas dalam pikiran Venus Arinka bahwa takdirnya mati tenggelam setelah mencoba menyelamatkan saudari tirinya. Tapi, siapa sangka jiwanya malah terlempar ke salah satu tokoh novel Je Te Veux, tokoh yang memiliki nama depan yang sama...