14. Baskara dan Segara

25 3 0
                                    

"Bandung sekarang ketat banget, di mana kita mau balapan?"

"Kebon kopi."

Gelak tawa kembali terdengar di warung surabi pinggir jalan Burangrang, terparkir lima sepeda motor dengan masing-masing penumpangnya berisi dua orang. Usut punya usut warung tersebut milik ibu Yanti, ibu dari Jaka; teman Sagara.

Mereka berteman dari sejak duduk di bangku sekolah menengah atas, beberapa orang satu sekolah dengan Sagara, sisa nya sekolah tetangga yang tidak terlalu jauh. Di mulai dari sering bertemu di warung bu Yanti setiap pagi, kemudian menjadi teman ngopi satu frekuensi.

"Nih ya aing denger--"

"Wah ek ngagosip ieu mah."

Hendra memotong kalimat Alvin.

"Dengekeun heula." Alvin melanjutkan kalimatnya. "Tiga sesepuh komplotan sebelah udah ngundurin diri."

"Saha?" Tanya Jaka yang datang dengan sepiring gorengan.

"Nah ini.." Sagara menyambut gorengan dengan sumringah.

"Urang tau— anjir panas!" Gorengan tersebut di simpan kembali pada piring oleh Hendra. "Mang Parta, Pipit, jeung Ujang. Heeuh teu?"

"Bener!" seru Alvin.

"Terus ketuanya siapa?" tanya Sagara.

"Haidar." 

Jawaban Alvin membuat semua orang yang berkumpul itu bergeming, bahkan gigi yang sedang mengunyah gorengan pun menghentikan kegiatannya— jadilah pipi tempat gorengan tersebut di kunya mengembang sebelah.

"Jangan ngarang maneh Vin." Jaka bersuara.

"Gak ngarang, urang juga kata mamang Gilang pedagang cimol itu."

Setiap alis menaut karena heran dengan jawaban Alvin.

"Kenapa jadi mang Gilang?" 

"Nih ya, kemaren kan urang beli cimol pulang jemput si adek sekolah. Pas urang lagi nunggu, si mamang itu liatin motor urang terus. Terus dia nanya kemaren urang ikut konvoi apa engga kok dia gak liat. Ya urang bingung—konvoi apa?"

Dengan hikmat— mereka menyimak cerita Alvin.

"Terus kata si mamang nya— itu loh yang motor-motor kayak gini, sambil nunjuk motor urang. Ya kata urang nggak, lagi kuliah." Alvin berhenti sejenak untuk menyeruput kopinya yang mulai mendingin.

"Urang penasaran kan nya, di tanya lah sama urang ada acara apa? Dia jawab katanya ada pemilihan ketua, terus ketua barunya mimpin konvoi."

"Terus darimana tau ketuanya Haidar?" tanya Jaka.

"Mereka mampir buat beli cimol, pasti mamang itu nanya-nanya sampe bisa tau ketuanya yang mana. Terus katanya dia masih kuliah, fakultas seni pertunjukan— satu kampus sama maneh Sagara. Siapa lagi kalu bukan Haidar? Kalo si Tama gak mungkin kata urang."

Semuanya mengangguk paham, namun alis mereka tetap bertaut karena memikirkan—kenapa tiba-tiba Haidar yang menjadi ketua?

"Menurut kalian, mereka ada rencana balas dendam ke kita gak sih?" pertanyaan Hendra semakin membuat alis itu semakin menaut.

"Udah cukup lama dari kita nyerang Haidar sama Fajar, tapi mereka diem aja." sambungnya.

"Gak mungkin mereka diem aja, pasti lagi nyusun rencana.." ucap Sagara sambil memperhatikan kopi dalam gelas yang bergetar sebab truk besar melintas.

Jarum sudah berputar selama tiga jam dari saat matahari mulai tenggelam, digantikan dengan bulan sabit yang bersinar— ditemani satu bintang kecil. Kedai kopi milik Parta tutup lebih cepat, namun parkiran penuh dengan motor yang berjajar dengan helm di masing-masing joknya.

SkyscraperTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang