04. Celana Persib..

39 4 0
                                    

Sagara Raha Atmadja, dia murid pindahan saat Tama duduk dibangku sekolah menengah. Pertama melihat wajahnya, Tama merasa tidak asing dengan anak itu. Dia pernah melihatnya sekali, tapi dia tidak ingat di mana.

Perjalanan menuntut ilmu pada saat itu masih sama seperti biasanya, tidak ada yang istimewa meski kelas Tama bertambah satu murid. Dari mulai yang paling dia benci adalah Matematika, dan kegemarannya adalah penjaskes, tentu saja.

Hingga datanglah suatu masa di mana anak baru itu mulai menunjukkan rasa kurang suka pada Tama. Mendorong saat bermain bola, menumpahkan minuman di meja, menempelkan kata-kata tidak senonoh di baju. Dan yang membuat Tama berpikir keras adalah saat ia membaca coretan tangan Sagara di bukunya, gambar sebuah mobil berisi tiga orang dengan keterangan 'pembunuh'.

Dari saat itu, Sagara mulai terang-terangan membenci Tama. Dia tidak segan menyakiti. Teman-teman Tama yang lain merasa iba dengannya, namun ia selalu mencegah mereka untuk memberitahukan itu pada guru ataupun nenek dan kakeknya.

Sampai pada masanya Tama lelah dengan semua itu, ia berani bertanya mengapa Sagara sangat membencinya dan selalu menyakitinya.

Dengan tegas dan amarah yang memburu, Sagara dengan lantang mengatakan, "Keluarga kamu pembunuh!"

Tama terdiam, dia tidak tahu sama sekali apa maksud Sagara.

"Ayah, ibu, dan kamu adalah pembunuh di hari kecelakaan itu!" pekik Sagara sekali lagi.

Seketika memori di otak memutar kejadian yang membuat Tama sangat trauma, "Tapi ayah dan ibu aku meninggal sebab itu.." 

"Sagara nganggap Tama pembunuh, sebab itu dia benci sama Tama sampai sekarang."

Haidar benar-benar tidak berkutik selama menyimak cerita panjang Tama tentang Sagara. Pembunuhan, kecelakaan, dia tidak menyangka akan terlibat sejauh ini dengan seseorang. 

Laki-laki dengan kakinya yang dibalut perban itu menyimpan banyak kisah pahit dalam hidupnya selama duapuluh tahun. Dia memendamnya sendiri selama ini, namun ajaib dia masih bertahan hidup sampai sekarang.

"Gue belum kenal lo sepenuhnya Tam.." 

Anak itu tersebyum lebar, "Gapapa a, Tama seneng."

Haidar semakin tidak mengerti dengan anak itu.

"Tama seneng sebab ada orang yang mau temenan sama Tama, meski udah tau masalalu Tama yang kurang bagus." Anak itu masih dengan senyumnya yang merekah, "Bukan masalalu, karena itu masih berlanjut sampai sekarang.."

Haidar rasanya ingin keluar dari perasaan kasihan ini, jujur dia tidak ingin ikut campur terlalu dalam. Tapi anak itu sudah terlanjur mengambil rasa empati yang dimilikinya. Dia tahu jika ikut campur lebih dalam akan turut membahayakan dirinya, namun ia tidak sanggup jika harus meninggalkan Tama sendiri dengan masalahnya.

"Arjuna, gue mau debat soal jumlah pantat aja sama lo. Aidan, gue mau kok tiap hari diajak ke jpo. Jhean, gue siap diktein catatan fisika lo."

Ia melanjutkan monolog dengan keadaan masih terlentang menghadap langit-langit.

.

Tiba saatnya Haidar untuk menempati kost miliknya, kamar yang cukup untuk dirinya dan segala prabotannya untuk kuliah. Semoga saja selama melangsungkan perkuliahan dia akan bertahan pada satu tempat. 

Ia diantar oleh ibu dan kakak perempuannya, dia bilang dia bisa sendiri, namun tetap saja ibu dan Hayra ingin ikut. Jaraknya ideal, tidak terlalu dekat atau terlalu jauh dari kampus, toko-toko penunjang tugas dekat di persekitaran.

Mata itu beredar ke sana kemari, mulutnya sedikit menganga. Ini adalah kedai kopi dari gerombolan pemotor itu. Tak lama pria tinggi muncul dari balik pintu, dan dia si ketua geng. Haidar dan pria tinggi itu saling bertatapan.

SkyscraperTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang