01. Awal Dari Semuanya

1.4K 57 0
                                    

DRAP! DRAP! DRAP!

Langkahnya tergesa-gesa menuju rumah. Raut wajahnya panik seiring ia mengayunkan tangannya. Deru napasnya cepat, keringat meluncur dari dahinya. Ada berita yang ia bawa untuk orang rumah.

Blaze, namanya. Pemuda bermata jingga yang baru saja mengantar barang-barang bekas ke tempat pembuangan sampah, atas perintah dari sang kakak. Dia mendapat kabar bahagia sekaligus buruk dalam perjalanan pulang. Blaze tak sengaja melihat berita baru dari kepala desa yang terpajang di Mading di depan balai desa.

“Mereka harus tau... Entah apa lagi yang akan terjadi setelah pengumuman ini,” ucapnya dalam hati.

.
.

BRAK!

Sesampainya di rumah, Blaze langsung membuka pintu dengan kencang membuat Taufan yang sedang bersantai di ruang tamu hampir melempar cangkir teh manis yang sedang dinikmatinya.

Taufan meringis kesal. Dia meletakkan cangkir tehnya di atas meja lalu melirik Blaze yang nampak mencari sesuatu.

"Blaze, kamu tidak melihatku, atau apa? Beruntung tehnya tidak tumpah," katanya dengan rasa kesal. Taufan berdiri dari duduknya, lalu melipat kedua tangannya di depan dada.

"Maaf! Tapi, di mana Solar?”  tanya Blaze sembari menghampiri Taufan dengan larian kecil.

Taufan menatap sikap aneh Blaze dengan raut wajah yang keheranan. Matanya memerhatikan Blaze dari ujung kepala hingga ujung kaki berulang kali, lalu melirik ke lantai dua, "Solar ada di kamarnya.” Taufan menjawab dengan suara yang sengaja dibuat lirih.

Mata Blaze berbinar seketika. Dia menepuk kedua pundak Taufan, lalu mengangguk, “Terima kasih!” balasnya sebelum mengambil langkah lari menaiki tangga menuju lantai dua.

Di lantai dasar, Taufan masih memasang pandangan aneh pada Blaze yang menaiki anak tangga menuju lantai dua. Gelagat Blaze yang tiba-tiba mencari Solar membuatnya kebingungan, atau terdapat sesuatu yang dia sembunyikan.

“Tidak biasanya dia mencari Solar,” gerutunya, kembali duduk di atas sofa ruang tamu.

.
.
.

Sementara di lantai dua, usai Blaze sampai dihadapan pintu kamar Solar, ia lantas mengetuk pintu tersebut sedikit kuat dan kencang. Blaze juga menyerukan nama Solar sehingga tanpa sadar mengganggu laki-laki itu yang sedang meneliti sebuah teori kimia di buku yang ia pinjam dari perpustakaan.

BRAK!  pintu pun terbuka. Solar menunjukkan dirinya dengan raut wajah yang kesal. Kedua tangannya dilipat di depan dada dan badannya bersandar pada pintu kamar.

“Sekarang kenapa?! Kamu menggangguku tau tak? Padahal sebentar lagi teoriku selesai, tapi kamu malah datang kemari.” Solar menggerutu kesal.

Namun, bukannya meminta maaf atau menjelaskan alasannya melakukan beberapa hal tersebut, Blaze malah mendorong Solar masuk kembali ke dalam kamarnya. Setelah itu, dia menutup dan mengunci pintu kamar dengan rapat.

“Apa ini? Kenapa pintuku sampai dikunci begini, hah?! Kamu mau melakukan apa?” Solar seketika menjadi waspada. Matanya tiba-tiba membulat lebar saat ia melihat Blaze mengunci rapat pintunya.

“Aku punya berita, berita ini sangat penting!” Blaze menyeru sambil memegang kedua pundak Solar—tak menghiraukan pertanyaan Solar sebelumnya.

Solar mengetap bibirnya. Melihat wajah Blaze yang serius, membuatnya yakin kalau ada kabar yang serius yang mau Blaze sampaikan padanya. Solar mengembuskan napas pelan, lalu menurunkan kedua tangan Blaze dari kedua pundaknya dan mengambil beberapa langkah mundur dari Blaze.

“Baiklah, katakan kabar apa yang kamu bawa sekarang?” Solar ikut bersikap serius. Dia melipat kedua tangannya di depan dada.

“Barusan. Setelah aku mengantar barang-barang bekas itu, aku melewati Mading di depan balai desa. Banyak orang berkerumun di sana dan membicarakan berita baru dari kepala desa.”

“Berita apa?”

“Ada fusion baru.”

Lagi-lagi Solar terdiam. Kabar yang Blaze sampaikan padanya membuat senyum merekah di bibirnya. Matanya berbinar usai mendengarnya.

“Sungguh?! Bukannya itu kabar baik?! Aku harap fusion itu dariku~” Solar memejamkan matanya dan membusungkan dadanya dengan yakin akan fusion yang kembali muncul berasal dari elemennya.

“Bukan, Solar... Kali ini ..., bukan dari elemenmu.” Blaze berujar lirih. Suaranya sedikit merendah karena suasana murung yang tiba-tiba muncul di dalam hatinya.

Solar tersentak. Dia lantas memandang Blaze dan berjalan mendekatinya, “Huh? Lalu, kalau bukan elemenku, siapa?”

“Halilintar dan Gempa.”

DEGG! 

Solar melebarkan matanya. Mendengar nama elemen yang mencipta fusion kali ini membuatnya terdiam kehilangan kata-kata.

“Namanya adalah ..., Gentar.”

.
.
.

“Halilintar ..., ini kesalahan yang sama.” Dia membisik pada angin. Bisikannya gemetaran seperti menahan amarah. Tangannya mengepal kuat. Pandangan matanya menunduk melihat kelantai usai menyimpan dendam dan amarah di hatinya.

Tubuhnya bersembunyi di depan kamar Solar. Bersandar pada dinding, dan tak ada yang menyadari keberadaannya.

—————
To be continue
Jangan lupa vote dan komen, ya?
Terima kasih!!! (⁠人⁠*⁠´⁠∀⁠`⁠)⁠。⁠*゚⁠+

Bohongi Hati Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang