02. Musyawarah Sementara

852 54 8
                                    

"Halilintar dan Gempa?" Solar bertanya lagi pada Blaze. Suaranya melirih seolah tak percaya dengan nama elemen yang Blaze sebutkan. Tatapan matanya menatap Blaze dengan dugaan lain di dalam hatinya.

Blaze mengangguk, "Iya."

"Tapi, kenapa? Bukannya mereka ..., dilarang?"

Blaze menggelengkan kepalanya, lalu mendongak. Matanya melihat ke arah lain dengan perasaan bimbang.

"Aku juga tidak tahu. Kalau sudah begini, mau bagaimana? Aturan itu pasti datang pada kita juga, kan?" tanya Blaze.

Solar mengangguk, "Huh... Seharusnya begitu. Tapi, lanjutkan pembahasan ini di waktu makan malam saja nanti. Tak apa, kan?" katanya. 

"Iya."

.
.
.

Pukul 20.00

Tujuh laki-laki berkumpul di ruang makan. Mereka duduk di kursi makan dan menikmati hidangan makan malam mereka yang telah dimasak oleh Gempa.

"Hum~ seperti biasanya, masakan Gempa memang yang terbaik!! Semuanya enak~!" Thorn si mata hijau bulat itu menyeru. Dia mengangkat tinggi-tinggi sendok garpunya saat memuji masakan Gempa.

Sementara Gempa hanya memberinya anggukan dan senyum sebagai balasan.

"Hmm~ bilang saja mau tambah," sindir Taufan yang duduk di sebelah Gempa, berhadapan dengan Solar.

Sindirannya mendapat tatapan sinis dari Thorn yang masih mengangkat kedua tangannya. "Kalau iya memang kenapa? Toh, Gempa juga tidak melarang," katanya.

“Rakus,” balas Taufan dengan suara lirih yang masih bisa di dengar Thorn.

“Apa?!”

"Eh, sudah... Jangan bertengkar karena makanan. Siapa saja boleh tambah, oke?" Gempa melerai.

"Dengar, kan?" Ucap Thorn sambil berlagak menang. Senyum miring di bibirnya ditunjukkan pada Taufan.

Namun, Taufan hanya memutar malas bola matanya sebagai balasan.

Makan malam pun berlanjut dengan tenang. Namun, belum sempat Gempa mendiamkannya beberapa menit, matanya menangkap kejanggalan dari sikap Solar dan Blaze yang masih mengunyah pelan makanan dalam mulut mereka.

"Kalian berdua kenapa?" tanya nya berhasil mengambil perhatian semua yang duduk di kursi makan, termasuk Blaze dan Solar. Tak ada yang menjawab.

"Solar dan Blaze kenapa?" Gempa bertanya lagi. Dia menatap mata abu-abu solar yang tertutup visor jingga dan mata jingga Blaze bergantian, "Apa ada yang salah dengan makanannya? Kelihatannya kalian tidak menikmati makan malam," lanjutnya.

Lantas semua perhatian kini tertuju pada Solar dan Blaze, usai Gempa bertanya. Kedua sejoli itu langsung menggelengkan kepala mereka dan tersenyum canggung. Dengan isyarat tidak di kedua tangan mereka, Blaze mulai memberikan alasan.

"Tidak, bukan begitu, Gempa. Tak ada yang salah dengan masakanmu. Rasanya persis seperti apa yang Thorn katakan," katanya.

"Lalu, kenapa?" tanya Gempa.

"Cuma ... Kami sedang memikirkan sesuatu. Sesuatu yang sebenarnya ingin kami bicarakan dengan kalian semua sekarang," timpal Solar. Dia meletakkan sendoknya di atas piring, lalu memandang ke arah yang lainnya.

"Membicarakan sesuatu? Tentang apa? Tumben, biasanya tidak." Halilintar si mata merah yang duduk di antara Taufan dan Gempa menatap sinis Solar. Laki-laki yang menjadi rivalnya itu menarik perhatiannya saat makan malam.

Solar tak begitu menghiraukan tanggapan Halilintar pada dirinya. Meski ada sedikit amukan dalam hatinya karena sikap Halilintar, Solar berusaha menahan amarahnya.

"Tadi siang setelah Blaze kembali dari tempat barang-barang bekas itu, dia melihat ada kabar baru dari kepala desa di Mading yang terpajang di depan balai desa." Solar mulai menjelaskan. Suaranya tak begitu keras juga tak begitu kecil, tatapan matanya tertuju pada cangkir teh hangat di samping piringnya.

"Kabar apa, Solar?" Thorn bertanya. Dia ikut meletakkan sendok dan garpu makan yang sedang ia pegang ke atas piring. Matanya melihat ke arah Solar, mencoba mendengarkan lebih lanjut jawaban Solar.

"Katanya ada fusion baru yang muncul. Yah, awalnya aku mengira kalau itu adalah fusion dari elemenku, karena akhir-akhir ini data menyimpulkan kalau elemenku yang sedang naik daun. Tapi, ternyata bukan, dugaanku salah."

"Wah, fusion baru?! Itu kabar bagus, kan?! Kita jadi punya tambahan anggota keluarga, kan?!" Thorn lagi-lagi menyeru. Suaranya yang sedikit keras kala itu membuatnya menerima jitakan keras dari Halilintar di bahunya.

Thorn yang mendapat jitakan itu lantas terdiam. Dia tidak berani dengan Halilintar yang sedang serius.

"Thorn benar. Itu kabar bagus. Kenapa kalian malah murung?" Lain lagi dengan laki-laki ini. Dia yang sedari tadi diam, sekarang ikut bersuara. Ice, namanya. Laki-laki si mata biru muda yang mudah tidur.

Blaze melirik Ice, lalu melipat kedua tangannya di depan dada, "Iya, memang itu berita bagus. Tapi bukan itu masalahnya.”

"Lalu apa?"

"Tapi, tentang elemen yang bergabung."

"Siapa mereka selain Solar?"

"Halilintar dan Gempa."

DEGG!!  semuanya lantas terdiam. Tak ada dari mereka yang bersuara usai Blaze menyebutkan elemen yang kali ini bergabung.

Ada hal tersembunyi di balik elemen Gempa dan Halilintar. Hal yang membuat garis elemen mereka sedikit berbeda dari elemental yang lain. Dan bergabungnya elemen Halilintar dan elemen Gempa menjadi salah satu perbedaan yang ada.

"Halilintar dan Gempa? Mana mungkin...! Itu mustahil, kan? Kalian pasti menerima berita yang salah!" Taufan tiba-tiba menyangkal. Dia terkekeh tak percaya pada pernyataan Blaze. Tangannya masih sibuk menyuap buah semangka yang sudah dipotong dadu kecil ke dalam mulutnya.

"Benar, kalian pasti mendapat berita yang salah. Gempa dan Halilintar itu tidak boleh menggabungkan elemen mereka," timpal Ice menyetujui perkataan Taufan. Dia melipat kedua tangannya di depan dada, lalu bersandar pada sandaran kursi makan. Pandangan matanya tiba-tiba serius dan menatap tajam ke arah Halilintar.

"Apa?" Suara rendah Halilintar keluar saat menyadari tatapan tajam Ice padanya.

Sementara Ice hanya berdecak sambil memutar bola matanya seolah tak peduli. Dia mendorong piringnya kedepan dan memandang kearah lain, menandakan dia sudah kenyang dengan hidangan makan malamnya.

Solar memijat pelipisnya. Dia melirik jam tangannya, lalu mengalihkan perhatian kepada mereka yang masih duduk di kursi makan.

"Ya, ini yang mau aku bicarakan dengan kalian. Karena pastinya aturan itu harus dipenuhi oleh Halilintar dan Gempa, sementara pada dasarnya mereka tidak boleh menyatu atau bergabung,” ucap Solar.

Solar menggaruk kepalanya. Dirinya dibuat bingung dengan keadaan.

"Huh, ini sulit. Gempa, kamu bagaimana?" Solar menatap Gempa. Matanya mengisyaratkan kalimat tanya yang membutuhkan jawaban langsung dari elemen yang berhubungan.

Gempa mengetap bibirnya. Dalam hatinya timbul kerisauan tentang kabar baru yang ia dengar. Pandangannya menunduk ke arah lantai sembari memainkan jari tangannya. Sedangkan yang lain masih menunggu jawabannya.

Gempa mendongakkan kepalanya lagi. Usai memikirkan jawabannya beberapa menit, ia akhirnya memutuskan untuk menjawab.

“Aku—”

“Aku dan Gempa akan melakukan aturannya!”

—————
To be continue
Jangan lupa vote dan komen, ya?
Terima kasih!!! <⁠(⁠ ̄⁠︶⁠ ̄⁠)⁠>

Bohongi Hati Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang