Tengah hari, kala mentari sibuk mengganas-kan sinarnya. Panas teriknya hampir membuat semua penduduk yang ia kawal enggan keluar dari rumah.
Namun, seolah tak acuh pada panas sinarnya, seorang laki-laki tampak dengan santai menyirami tanaman-tanaman hias di pekarangan depan rumahnya. Dia bersenandung sembari menyirami bunga-bunga yang sebentar lagi akan bermekaran itu.
Berbekal sebuah selang panjang yang baru dibelinya beberapa hari yang lalu, Thorn bisa dengan mudah menjangkau tanaman hias yang letaknya cukup jauh dari tempatnya berdiri. Selang panjang khusus penyiram tanaman dibelinya secara langsung dari uang hasil tabungannya selama satu bulan. Ia sudah terbiasa dalam menabung. Berkat bantuan dan nasehat dari Gempa, tiap uang yang ia dapat akan di kelompokkan. Sebagian akan tabung, sementara bagian yang lain dipakainya secara cuma-cuma.
"Tumbuh, tumbuh, tumbuh bungaku~"
"Cepatlah mekar, sebelum hujan~"
"Tumbuh, tumbuh, tumbuh bungaku~"
"Bunga yang cantik, indah dipandang~"
Dia bernyanyi santai sambil menyirami mereka, tanpa peduli pada keadaan sekitar. Baginya, menyanyikan lagu kepada tumbuhan bisa mempersingkat masa mereka untuk tumbuh. Jadi, mendengar suara Thorn yang sedang bernyanyi di kebun belakang maupun di halaman rumah menjadi hal yang sudah biasa bagi elemental yang lain. Namun, tak jarang dari mereka yang sering menganggapnya sebagai hal yang lucu.
Sama seperti sekarang, dari kejauhan Taufan hanya memandang gelagat Thorn yang terus bernyanyi di hadapan semua tanaman hiasnya itu. Bahkan tak jarang ia melihat Thorn menggerakan anggota badannya ke sana-sini seperti orang yang sedang menyemangati sambil menari.
"Pfft—" Taufan menahan tawa. Ia tak mau ketahuan walau jaraknya dengan Thorn cukup jauh.
"Kenapa lah dia terus-terusan melakukannya. Bernyanyi di hadapan semua tanamannya, dan percaya pada mitos itu, membuatnya jadi anak-anak lagi," ucapnya sembari menyantap biskuit coklat berbentuk hati dengan selai buah stroberi di atasnya.
Taufan masih mengamati Thorn dari jauh. Melihat bagaimana elemen termuda keenam itu memperlakukan kesemua tanaman hiasnya yang di tanam rapi sepanjang pekarangan depan rumah.
"Tumbuh, tumbuh, tumbuh bungaku~"
"Cepatlah mekar, sebelum hujan~"
"Tumbuh, tumbuh, tumbuh bungaku~"
"Bunga yang cantik, indah dipandang~"
"Cepatlah mekar, bunga yang cantik~ Huooooo— Uhuk uhuk uhuk!!"
"Pfft— AHAHAHAHAHAHAHAHAHA!! AHAHAHAHAHA!!" Habis sudah kesabaran Taufan untuk menahan tawanya.
Mendadak remahan biskuit yang sudah dimasukkan ke dalam mulutnya tersembur keluar saat Taufan mulai tertawa terbahak-bahak. Bahkan tubuhnya sampai membungkuk menyentuh lantai karena saking lucunya kecerobohan yang dilakukan oleh Thorn saat itu.
Mungkin kesadaran Thorn ada pada lagunya saat itu, jadi ia tak menyadari bahwa yang ia pegang masih selang baru yang mengalirkan air dengan deras. Jadi, dengan kecerobohannya yang ia tak sadari, Thorn nekat mengangkat selang panjang itu ke depan wajahnya. Alhasil, ia tersedak karena beberapa debit air menerobos paksa ke dalam mulutnya.
"AHAHAHAHAHAHAHA!! AHAHAHAHAHA, THORN!" Taufan masih lanjut dengan tawanya. Ia tak peduli lagi apabila ketahuan oleh Thorn yang mulai mencarinya kanan-kiri.
"Taufan, apa yang kamu lakukan di sana, hah?!" tanya Thorn geram. Pipinya lantas memerah padam usai mengetahui ada yang melihat kejadian memalukan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bohongi Hati
Hayran KurguHadirnya aturan kuno menjijikan berhasil mengikatku untuk kesekian kali. Membuatku harus masuk dalam hubungan hitam yang mengundang sanksi apabila dilanggar. Kepercayaan mereka begitu kuat, hingga tak ada yang berani melanggar aturan. . . WARNING! ...