15. Tentang Sesuatu

429 44 7
                                    

🤫🤫 Ada yang baru nih xixixi... Btw partnya panjang ya readers sekalian ;))

📜Be enjoy guyss📜
====================================

Tap ... Tap ... Tap ....

Langkahnya menapak tangga menuju lantai satu. Gerakannya tak cepat, juga tak lambat. Sebisa mungkin, Ice menahan hatinya untuk tergesa menuju dapur. Kedua tangannya menyangga sebuah nampan yang membawa mangkok kosong beserta kedua garpu bekas buah mereka.

Kedua matanya lekat menatap anak tangga, takut kalau ia tak berhati-hati lalu terjatuh.

Sementara itu, Blaze mengikutinya dari belakang. Langkahnya disamakan dengan langkah Ice, meski raut wajahnya menunjukkan rasa penasaran yang hampir diluapkan. Namun, memandang kalau mereka belum berada di ruangan yang lebih tertutup, untuk meninggalkan keduanya saja, Blaze pun menutup mulut—enggan memaksa Ice untuk bicara padanya.

.
.

Sesampainya di dapur, Ice lantas meletakkan nampan sekaligus mangkok dan dua garpu itu ke dalam wastafel yang rupanya sudah kosong. Mengingat ia tak mau menyusahkan Blaze lagi untuk mencuci semua piring, ia memilih untuk mencuci nya sendiri seraya mendengarkan Blaze.

“Jadi, katakan. Kenapa mengungkit hal yang sama lagi, Ice? Kamu pun tahu kalau Gempa punya trauma sendiri tentang masa itu.“ Beruntung rumah hari ini lumayan sepi, apalagi dapur dan ruang makan. Jadi, ia bisa bicara sedikit keras pada Ice.

Blaze bicara dengan nada yang kesal. Dahinya mengerut lantaran bertanya-tanya alasan dibalik rasa nekat Ice itu.

“Aku tidak sengaja, Blaze. Aku tidak bermaksud untuk membuatnya kembali mengingat tentang kejadian itu lagi,“ jawabnya seraya mengoles sabun di mangkok kosong itu. Nada bicaranya terdengar gusar. Ice menyesal mengucap kejadian itu lagi pada Gempa yang masih menyimpan dengan rapi rantaian peristiwa mereka di masa lalu.

Blaze memijat pelipis dahinya mendengar kesecorobohan Ice yang hampir membuat kekacauan di antara mereka kembali muncul. Beruntungnya saat itu ia bisa menenangkan Gempa sehingga kejadian lama tak terulang lagi.

“Aku minta maaf. Aku tidak bermaksud untuk membuatnya mengingat lagi, Blaze. Aku ... aku hanya mengatakan apa yang ingin aku katakan padanya saat itu, tidak ada yang lain,“ ucap si mata biru itu lagi. Laki-laki berpostur tinggi itu masih mencuci peralatan makannya yang sudah kotor.

“Memang apa yang kamu katakan pada Gempa? Kamu bilang apa padanya sampai dia menangis seperti itu, huh?“ Blaze menatapnya tajam. Dia memeluk diri seraya menatap kesal pada Ice, lantaran mengatakan hal yang mengundang rasa cemas dalam dirinya terhadap Gempa untuk kesekian kali.

Ice diam sebentar. Dia menggigit bibirnya karena ragu untuk mengatakannya pada Blaze. Ia tahu kalau saja ia mengatakan yang sebenarnya, Blaze juga akan marah padanya. Namun, Ice tak bisa menahannya lebih lama lagi atau Blaze menjadi lebih marah dari yang sekarang padanya.

Mangkok, kedua garpu, dan nampan itu telah selesai ia cuci, lalu meletakkannya kembali ke tempat sebelumnya di dalam rak piring.

Blaze masih menunggu. “Kamu bilang apa padanya, Ice?“ celetuknya lagi.

Ice perlahan membalik badan pada Blaze yang berdiri di samping meja dapur.

Dengar perasaan ragu, dia perlahan menjawabnya. “Aku ... Aku bilang padanya kalau saja Halilintar melakukan hal buruk padanya, dia bisa mengatakannya padaku dan membiarkan aku yang menghadapi Halilintar.“

“Bohong. Bukan itu.“ Dengan cepat Blaze membalasnya. Suaranya datar, tapi terkesan tajam di telinga Ice.

Ice menunduk lagi. Ia berusaha tenang, namun nyatanya tak bisa karena merasa terpojok.

Bohongi Hati Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang