04. Persiapan Malam

802 50 4
                                    

Malam pun tiba. Bulan dan bintang segera datang menghias langit malam yang gelap. Kelibat awan-awan mendung pun masih tampak menetap di atas sana. Mereka berjalan beriring dengan arah angin yang terbang di langit.

Angin sepoi-sepoi menerbangkan beberapa helaian rambutnya. Mengusiknya sejenak dari persiapan yang sedang ia jalankan sebelum menjalankan tugas wajibnya malam ini.

Matanya berseri saat memandang pemandangan indah yang langit persembahkan untuknya. Bibirnya mengulas senyum tipis, pipinya pun merona melihat kelap-kelip bintang. Baginya, langit malam dan penduduknya sangat indah, mengalahkan pelangi setelah hujan.

“Gempa,“

Namun, tingkah anteng-nya yang tak mengusik perasannya dan hanya fokus pada ribuan bintang itu rupanya membuat orang lain kesusahan. Panggilan yang sedari tadi memanggil namanya itu tak kunjung ia jawab, sehingga si pemanggil terpaksa menggelitik kecil pinggangnya.

Gempa terperanjat kaget. Kepalanya lantas menoleh ke arah laki-laki bermata jingga yang tengah sibuk memegang beberapa kain renda untuk pelengkap pakaiannya. Gempa meringis. Dia menunjukkan deretan giginya sembari menggaruk tengkuk yang tak gatal.

“Iya, Blaze? Maaf, aku lupa kalau ada kamu di sini,“ ucapnya malu-malu. Ada rona merah di sekitar pipinya saat bicara.

Blaze mengembungkan kedua pipinya. Raut wajahnya memerah seperti menahan rasa kesal, “Hmp-! Padahal aku dari tadi di sini, dan kamu malah melupakanku. Sepertinya lebih baik mereka yang meriasmu, Gempa,“ ucap Blaze sembari menunjuk ke luar jendela, tepatnya pada langit malam itu.

“Aku lupa, sungguh. Mereka menarik perhatianku. Bintang-bintang itu sangat banyak, ditambah dengan bulan purnama ditengah-tengah mereka. Cantik!“ jawab Gempa dengan nada girang di akhir katanya. Sesekali kepalanya kembali menoleh ke luar jendela untuk melihat indahnya pemandangan langit malam itu.

Blaze mendengus kasar. Kedua tangannya lantas menarik Gempa untuk berdiri tegap sambil merentangkan kedua tangannya.

“Perhatikan di sini. Kamu bisa melihat langit itu setelah selesai, oke?“ tanya Blaze sembari membujuk Gempa untuk mengalihkan perhatiannya sejenak sampai persiapannya selesai.

Oke-oke,“ jawab Gempa.

Blaze memasang beberapa kain renda emas yang telah ia pegang di tangannya pada pakaian Gempa ; kerut karet di pinggang, ujung kain di pergelangan tangan, dan kerah leher. Lalu memasang beberapa hiasan gantung lainnya di beberapa bagian yang lain, sehingga mempercantik pakaian Gempa.

Malam ini, Gempa memakai pakaian yang berbeda dari biasanya. Aturan yang akan dia jalankan memiliki beberapa peraturan dan salah satunya adalah memakai baju khusus yang diperuntukkan untuk aturan tersebut.

Gempa mengenakan kemeja putih yang dibalut dengan jas putih polos yang terbuat dari kain sutera. Pada ujung kerah jas itu dipasang bross lambang elementalnya, lalu di kedua bahunya akan di pasang selendang tipis berwarna merah sepanjang lutut. Celana putih, juga sepatu boot putih bercorak warna emas.

Pakaian yang ia kenakan untuk malam ini membuatnya seolah menjadi pasangan pengantin pria, ditambah dengan riasan tipis di wajahnya, membuat parasnya yang manis makin menjadi.

Haha, aku tidak menyangka kalau kamu akan memakai baju ini lagi, Gempa,“ Blaze sedikit tersenyum jahil. Tangannya menepuk-nepuk pundak Gempa yang masih mengangkat kedua lengannya ke samping.

Hm... Aku juga. Kamu ..., tidak ada niat untuk memakainya lagi, Blaze? Sudah lama sejak hari itu, kan?“ balas Gempa sembari bertanya. Ia berdiri di hadapan cermin. Jadi, sembari Blaze memasang beberapa hiasan yang tersisa, Gempa bisa memandang pantulan dirinya di cermin.

Bohongi Hati Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang