14. Waktu Berdua

562 49 13
                                    

📜WARNING!! PART KALI INI PUANJANGG📜
📜Enjoy guyss (⁠ㆁ⁠ω⁠ㆁ⁠)📜
===============================

“Buah dari mana?“

“Thorn yang kasih. Katanya untukmu dan Blaze. Yah, aku sudah memberikannya dulu pada Blaze setelah itu untukmu. Mangkok kalian berbeda, aku bagi semua daging buahnya sama rata untukmu dan blaze.“

Gempa menganggukkan kepala sebagai balasan pada jawaban panjang yang Ice berikan padanya. Tangannya bergerak menusuk potongan daging buah yang bercampur di dalam mangkok, lalu mengulurkan tangannya untuk menyuapi Ice.

Ice dengan senang hati menerimanya. Ia membuka mulutnya, lalu melahap penuh potongan daging buah yang tertusuk di garpu Gempa.

Rasanya sudah beberapa jam sejak Halilintar pergi dan Ice yang kini menjadi pengganti sementara untuk menemani Gempa di kamarnya. Sebenarnya, bukan sesuatu yang begitu penting bagi aturan tersebut, tapi Ice suka menyempatkan waktu luang untuk bertemu dengan si manik emas itu. Yah, kadang dia sembunyi-sembunyi untuk mengajak Gempa menyempatkan waktu hanya berdua saja dengannya.

“Aku lama tidak melihat kebun Thorn, jadinya sedikit terkejut kalau semua ini berasal dari sana. Rasanya agak berbeda. Dia membeli benih baru, ya?“ tanya Gempa seraya menusuk beberapa potongan buah lagi dari mangkok itu.

Ice menganggukkan kepala. Dia mengulas senyum tipis, lalu menjawab, “Iya, barusan dia bilang kalau beberapa dari buah ini ada yang berasal dari bibit baru. Aku lupa yang mana saja, tapi intinya ada.“

“Lumayan. Aku jadi bisa merasakan rasa yang lain tanpa harus meminta kepada Thorn. Hm, aku tidak enak memintanya langsung pada anak itu.“ Gempa menggelengkan kepalanya, sedikit terasa ngilu pada leher bagian belakangnya.

Tangan kanan yang sigap memijat kecil leher belakangnya itu menyentak perhatian Ice untuk menggantikan dirinya mengurut bagian yang masih terasa ngilu di leher belakangnya.

Ice memijat pelan. Tawanya yang tadi sempat terdengar karena penuturan Gempa tentang buah itu perlahan menghilang, mendatangkan keheningan di dalam kamar Gempa.

Keduanya sama-sama diam, bingung memilih topik untuk membuka lagi percakapan antar keduanya.

Perlahan tangan Ice turun. Ia selesai memijat kecil bagian leher belakang Gempa yang membuatnya cukup risau. Ia takut kalau itu menjadi tahap awal dari sebab akibat aturan tiga hari tiga malam yang dilakukan oleh Halilintar dan Gempa.

“Gempa,“ panggilnya lembut. Kesan risau membekas di panggilannya, namun ia mencoba untuk tetap tenang saat menatap kasih keduanya itu.

Hm?“ deham Gempa sebagai jawaban. Sejenak ia memijat kecil leher belakangnya, lalu melepas dan melirik Ice yang mulai menyentak pandangannya.

Tatapan itu. Tatapan datar yang hanya menatap diam kedua manik emasnya membuat Gempa mengerti akan suatu hal. Ia lantas menyentuh punggung tangan Ice, lalu mengusapnya lembut.

“Ada apa? Kamu khawatir pada sesuatu?“ tanyanya pelan, sedikit mengulas senyum di bibirnya.

Ice diam. Ia masih menatap lama kedua mata yang menyorotnya dengan kesan penasaran, lalu tangannya membalas menimpa tangan Gempa yang mengusap lembut tangannya yang lain.

“Bagaimana semalam? Apa semuanya baik-baik saja?“ Pertanyaan pun lolos dari mulutnya tanpa rasa gugup. Suaranya tenang saat menanyakannya pada Gempa yang mulai gelagapan untuk menjawab.

A-ah, soal semalam. Iya, semuanya baik-baik saja, Ice. Tidak terjadi sesuatu yang buruk, tenang saja,“ jawabnya seraya mencoba menepis rasa gugup itu dari hatinya. Dia risau untuk menceritakan keadaan semalam pada Ice, tentang berapa lama ia harus menunggu Halilintar sampai di kamarnya.

Bohongi Hati Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang