O9 : Weird

113 46 1
                                    

“Lihatlah ke depan tanpa harus berlarut melihat masa lalu.”

- Malvin Jaerganra Saputra -
.
.
.
.
.

***

Happy reading-!
Jangan lupa untuk vote♡

***

“Gue masih penasaran sama cowok yang kemarin nemuin dompet gue.”

Narenza memutar bola mata malas mendengar topik yang Nandya bicarakan. Alay dan berlebihan, pikirnya.

“Gak usah kepo dah, bersyukur aja lo tuh dompet ketemu.”

“Iya, iya,” balas Nandya dengan sinisnya. Dia baru ingat berbicara dengan Narenza dengan topik seperti ini hanya akan dianggap angin lalu.

Setelah mengambil buku yang dirinya inginkan, Narenza beranjak pergi dari hadapan Nandya tanpa permisi. Yang ditinggal hanya bisa mendengus sebal sebagai tanggapan.

Saat ini kelas 12-3 memang sedang berada di perpustakaan untuk belajar bahasa Inggris di sana. Guru yang mengajar mereka sedang tidak hadir dikarenakan ada urusan pribadi diluar, maka dari itu sang guru pun memberi tugas kepada muridnya untuk dicatat dengan bantuan buku kamus yang ada di perpustakaan.

“Anjir lah gue lebih suka nyari arti dari pada disuruh bikin kalimat gini,” sahut Bianca.

Nandya dan Rachna mengangguk menyetujui. Meskipun begitu ketiganya tetap mengerjakan tugas yang sang guru berikan. Salah atau tidaknya itu urusan belakangan.

Yang penting ada nilai— itu jika kata Nandya.

“Kemarin lu balik jam berapa?” tanya Rachna pada Nandya. Tentu saja volume suaranya dia kecilkan mengingat posisi mereka saat ini sedang ada dimana.

“Gak inget, Na. Tapi agak maleman pokoknya,” jawab Nandya.

“Dianterin Narenza?” Ini Bianca yang bertanya. Nandya pun menjawab, “udah kesenengan banget gue kalau seandainya dia beneran nganterin.”

“Wkwk!”

“Nandya?”

Yang dipanggil menoleh lalu tersenyum sejenak. “Eh? Hai, Bim. Ngapain disini?”

Bima, lelaki itu menyengir lalu menunjukkan barang bawaannya.

“Nganterin buku paket yang di pinjam sama anak kelas nih.”

“Tumben gak sama Ergan?”

Bima mendengus sebal. “Malah molor anaknya, sialan emang.”

Mendengar itu sontak saja Nandya tertawa pelan sebagai tanggapan. Ada-ada saja, pikirnya.

“Udah sana taro dulu buku-bukunya pasti berat tuh.”

“Dya, kemarin lo kehilangan barang?”

Nandya mengernyit bingung. Rachna dan Bianca yang sejak dari tadi diam menyimak seraya mencatat tugas kini sontak menoleh menatap Nandya dan Bima secara bergantian.

“Apa? Lo kehilangan apa, Dya?”

“Ihh kenapa gak bilang-bilang? Siapa tau kita bisa bantu.”

Nandya menggaruk tengkuknya tak gatal. “Iya, kemarin gue sama Narenza mampir ke minimarket sebentar sebelum pulang, tapi sialnya dompet gue hilang.”

Tatapan Nandya kini beralih menatap Bima yang justru malah terdiam. Seperti tengah memikirkan sesuatu?

“Ehm, kalau gue boleh nanya, kenapa lo bisa tau kejadian ini? Lo—”

HOMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang