O2 : "Don't Cry, I'm Here."

204 118 12
                                    

Aku tidak tau jika dirimu serapuh ini, maka dari itu ayo tersenyum bersamaku.

- Narenza Putra Samudera Aksara -
.
.
.
.
.

***

Happy reading-!
Jangan lupa untuk vote♡

***

“Udah agak baikan?”

Yang ditanya mengangguk pelan. Narenza ikut mengangguk sebelum akhirnya duduk disamping sang gadis. Keduanya tengah berada di rooftop sekolah saat ini.

“Stres. Udah stres, nanti makin stres lo.”

Nandya mendelik malas. “Kayak tau aja apa masalah gue.”

“Emang pernah lo cerita apa masalah lo sama gue? Kagak, kan? Selama ini lo cuma diam tanpa mau ngomong apa-apa.”

“Gue gak mau terbuka disaat diri lo sendiri pun gak bisa terbuka sama gue, Za. Itu gak adil.”

Skakmat. Narenza terdiam tanpa bisa membalas ucapan Nandya. Iya, dia akui, Nandya tidak pernah mau terbuka dengan dirinya karena dia sendiri tidak pernah mau terbuka pada gadis itu.

Nandya yang tidak mau berdebat dengan Narenza lebih memilih menjatuhkan kepalanya pada bahu lelaki disampingnya.

“Yang bener, nanti kepala lo sakit.” Narenza membenarkan posisi kepala Nandya yang kini berada di bahunya, takut-takut jika kepala gadis itu akan terasa nyeri dan kram.

“Udah, ini udah nyaman,” balas Nandya seraya tersenyum tipis menatap yang lebih tinggi. “Makasih banyak, ya.”

Narenza mengangguk pelan. Dengan ragu tangannya ikut merangkul bahu Nandya, ditepuknya kepala sang gadis dengan penuh kelembutan.

It's okay. Masih ada hari seterusnya buat mengganti kekacauan lo di hari ini.”

Don't cry, i'm here.

Ucapan Narenza justru mampu membuat air mata Nandya kembali menetes. Tidak, Narenza tidak boleh melihat dirinya menangis.

“Dunia jahat banget, Za.”

“Bukan dunia yang jahat, tapi takdir yang belum mempertemukan lo sama kebahagiaan.”

Narenza mengubah posisinya, membawa kepala Nandya agar bersandar pada dada bidangnya. “Gapapa, nangis aja kalau itu tenang buat lo.”

Nandya ikut memeluk Narenza dan mulai terisak dalam pelukan itu. Tidak pernah ada pelukan ternyaman selain pelukan ‘rumah’nya tersebut.

“Lo kuat, lo bisa. Gue percaya itu, Nandya.”

“Makasih. Makasih banyak, Narenza.”

Narenza tersenyum.

“Yaudah, cepetan nangisnya, gue belum sarapan tau.”

“IHH!”

Dasar, Narenza!

***










































“Cewek lo kenapa?”

“Cewek gue?”

“Nandya.”

HOMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang